🦋 9 🦋

38 23 3
                                    

“Ren, lo beneran gak mau anter gue ngambil air di sumur?” Rena saat itu datang ke kontrakan sahabatnya, kalau bukan karena Amanda yang meminta ia tidak akan pernah mau mendatangi kontrakan kumuh ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ren, lo beneran gak mau anter gue ngambil air di sumur?” Rena saat itu datang ke kontrakan sahabatnya, kalau bukan karena Amanda yang meminta ia tidak akan pernah mau mendatangi kontrakan kumuh ini.

Lihat, apa benar air yang ia berikan kemarin sudah habis? Ayolah, Amanda itu bukan tipe orang boros seperti dirinya. Lalu kemana hilangnya 200 liter air yang Rena berikan?

“Gue kan udah ngasih lo air kemarin, lo buang ya?!” Rena bertanya dengan nada tuduhan.

“Yakali gue buang, Ren. Gue kasih tuh air sama Nenek, gak tega gue liat dia sedih karena hujan gak jadi turun.”

“Halah, lo make sok-sokan nolong orang. Da, sekali-kali lo itu harus mentingin diri sendiri. Kalau bukan lo yang merhatiin, siapa lagi coba? Mama sama adik lo jauh di kampung halaman. Bokap lo? Ah gue rasa dia gak bakalan peduli. Suami? Lo kan jomblo Da. Si Tatan? Lo gak tahu dia ada di pelosok bumi bagian mana.” Rena berkata panjang lebar, ekspresi yang ia tunjukkan lebih seperti seorang ibu yang memberikan pepatah pada anaknya.

“Kan masih ada lo, Ren. Makanya gue minta lo buat nemenin gue nyeberangin danau itu.”

Rena berdecak sambil berkacak pinggang, “lo pikir gue mau naik perahu nyebrangin danau bareng lo? Astaga Amanda! Lo pikir dong.” Rena memukul pintu yang terbuat dari triplek dengan keras. Harga dirinya hancur sekarang, masa iya seorang selebritis instagram seperti dirinya harus mendayung perahu.

“Ren, lo tahu gak di seberang danau itu ada spot foto yang bagus. Lo bisa pansos di sana. Bye the way, Rena lo harus gantiin pintu kontrakan gue setelah itu.” Amanda menunjuk pintu kontrakannya yang bolong.

“Ah, pintu ini rapuh banget. Cuma gue pukul dikit aja langsung bolong.” Rena menatap lingkaran ditengah-tengah pintu, ia bisa lihat tikar buluk kemarin masih ada lewat bolongan tersebut.

Rena membuka pintu lebar-lebar, “sore ini, orang-orang gue bakalan dateng benerin pintu ini plus dengan pintu yang terbuat dari kayu pohon jati. Lo tenang aja, masalah air juga bakalan gue siapin.”

Amanda memutar bola mata, “lo gak perlu terus-terusan ngirimin gue air, Ren. Gue di sini, bukan buat ngemis sama lo. Lo tinggal ganti pintu ini pake papan triplek lagi, plus anter gue ke sumur.” Amanda menarik lengan Rena untuk duduk.

“Lo anter gue ya. Please....” Amanda memohon pada Rena.

“Ya sudahlah, asal lo ajak Bagas juga. Gue gak mau ya capek-capekan buat ngedayung.” Amanda menjentrikkan jarinya di depan wajah Rena.

“Itu masalah gampang.”

Saat itu juga, setelah Bagas tiba di kontrakan Amanda. Dia langsung menyewa salah satu perahu milik warga, mendayung hingga ke pesisir danau bagian barat. Dalam perjalanan tidak satu detik pun Rena melepaskan handphonenya, berkali-kali ia bergaya di depan kamera.

Angin saat itu sangat kencang, perahu yang mereka tumpangi berkali-kali memutar ke arah lain. Bagas, sebagai orang yang memegang kendali harus menyesuaikan lagi arah perahu. Keringat mengucur di dahi Bagas, kalau bukan karena Amanda ia tidak akan mau mendayung menyebrangi danau ini.

Morphos Wounds [Tidak Dilanjutkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang