part 3 - Si Ambis?

158 20 3
                                    

Kenapa lo jadi ambruk begini ha? Nothing is impossible, asalkan ada niatan dan usaha, hal apapun kalo lo pantang menyerah berhasil akan menemukan titik temunya

-Alle Jakson-
-·-·-·-
















Cuaca dingin menerpa setiap rupa. Hembusan yang dibawanya membuat helaian rambut terbang tak berarah. Bulan dan bintang tampil dengan indah perpaduan dengan gemerlap-gemerlipnya. Hawa membawa larut dalam malam dengan sosok diriku yang tengelam dalam keheningan yang dibuatnya.

"Lo tau Zey kenapa sunset terlalu cepat pergi padahal lho moment-nya itu paling di nanti-nanti? Dari sekian banyaknya fenomena alam... kek bulan purnama, hujan meteor dan pelangi, kenapa sunset terlalu banyak di gemari? Yang nyatanya, terjadi setiap hari pas pergantian sore ke malam. Beda halnya dengan fenomena lain yang jarang banget kelihatan, sekalinya terjadi itu pun harus nunggu berhari-hari bahkan berbulan-bulan dan ada juga yang bertahun-tahun? Kemunculannya juga nggak ada yang berubah, warnanya juga tetap sama, jingga." Indra pendengaran mendengar dalam diam. Melainkan bukan mulut yang mengungkapkannya, hati malah berbicara. Apa perlu ketika sedang menikmati indahnya alam tiba-tiba ada suara yang menggangu kenyamanan? Aku menjawab dengan keheningan. Dia melanjutkan, "Tapi anehnya, kok bisa tiap hari sunset banyak pengemarnya. Yang menarik apa sih kalo udah di liat tiap hari? Misalnya elo nih Zey, nonton drama yang sama berulang kali bahkan lo hapal alur ceritanya di luar kepala, lo tonton ulang lagi? Gimana coba perasaan lo?"

"Bosen," jawabku. Mataku terbuka setelah beberapa detik tertutup rapat. Hamparan pasir sebagai alas dan angin sebagai kipas. Kepalaku tertoleh menatap Alle yang tersenyum melihat senja di kondisi Pantai Nusa Dua, Bali. "Tumben Al lo puitis kek gini?"

"Elah elo, salah mulu perasaan gue." Dibawah suasana indah dan di atas terlihat senja, Alle menatapku dengan senyum di bibirnya "Coba tebak pertanyaan gue tadi. Lo tau?"

Bukannya apa, patut di curigai dulu kalau lelaki tiba-tiba sok puitis begitu. "Lo mau gombalin gue apa gimana sih Al? Nggak mempan. Pake bawa sunset segala,"

"Apa susahnya sih lo jawab, nggak tau, Zey? Kan kelar,"

"Ya udah, nggak tau. Kenapa emang?"

Sumringahlah mimik wajah Alle. Dengan gelagatnya yang antusias menjawab, lantas membuatku tersenyum sekilas. Ada-ada saja. "Ibarat manusia nih, seseorang menarik. Because nggak ada cela buat kita nggak ngelirik. Right?" O-okey. Lalu, Alle ingin menjelaskan apa dari penuturannya coba? "Sama halnya kayak sunset. Walaupun wujudnya nggak akan pernah berubah. Tempatnya akan tetap sama, kapan-dimana-kemana dan bagaimana ketika lo cari pasti bakal bertemu juga. Kalo lo sudah beranggapan sesuatu itu sudah menarik, gimanapun rupanya dan wujudnya, misalnya nggak ketemu sunset dalam satu hari, gue yakin kehidupan lo kayak ada yang kurang. Hidup lo dalam satu hari itu kayak nggak tenang. Coba apa yang bakalan lo lakuin, buat menghilangkan rasa nggak tenang lo itu terhadap sesuatu 'menarik' yang menganggu pikiran lo?"

Aku melembabkan bibir sebentar, "Gue bakal cari sunset, gue akan tunggu sunset dan gue nggak akan pernah tenang kalo belum ketemu sunset. Gimana pun caranya sih gue lakuin agar gue nggak penasaran lagi Al,"

"Lo bakal menghalalkan segala cara nggak biar, rasa penasaran lo itu hilang Zey?"

"Lo kenapa nanyain sunset mulu sih Al?" Lantas membuat alisku bersambung, Alle malah terkekeh pelan. Maunya Alle ini apa coba? Aneh, "Iya. Gue bakal menghalalkan segala cara," putusku atas pertanyaannya.

Hug me, please!Where stories live. Discover now