(not so) leveled up

368 30 0
                                    


Hari paling ditakuti dan menegangkan bagi seluruh umat kelas 3 adalah hari ujian nasional.

Keringat serta tenaga yang meraka curahkan di pembelajaran intensif, les sana sini, mabok buku soal sampe begadang buat belajar akhirnya diuji di tiga hari.

Ilmu selama tiga tahun pun dipertaruhkan pada selembar kertas ujian.

Nasib yang sama juga menghampiri Mark, Lucas, Hendery, Hangyul, Serim, Dejun, Yena dan Arin.

Setelah dua hari otak diperas dengan soal berlembar-lembar maka di hari ketiga alias hari terakhir mereka semua dapat bernafas lega ketika bel menandakan berakhirnya ujian.

Ada yang menangis haru, ada yang langsung berlarian memeluk temannya, ada juga yang duduk lemas pasrah dengan nasib.
Apalagi yang tadi menjawab soalnya setengah asal karena udah mentok.

Arin membereskan barang-barang peralatan tempurnya.

Setengah khawatir, setengah lega karena perjuangannya akhirnya berakhir juga.

Untuk hasilnya, cewek itu sendiri masih optimis dia akan mendapatkan yang baik. Supaya bisa masuk fakultas kedokteran hewan seperti cita-citanya.

Arin juga sudah mengincar jurusan ini sejak ia menginjak kelas tiga.
Sempat goyah ingin lari ke ekonomi saja tetapi dia kembali lagi pada kecintaannya dengan hewan.

Apalagi mengingat Bomi, anjing lucunya dirumah.

Beberapa teman yang sekelas dengan dia sudah berhamburan keluar kelas.

Jujur saja, setelah ujian nasional Arin gak punya rencana lain.
Karena memang dia gak memikirkan hal tersebut.

Dengan langkah ringan Arin juga keluar kelasnya.

Di depan pintu ruang ujian, entah mengapa ia menangkap sosok Mark yang juga baru keluar kelas.
Menenteng tas hitamnya, kacamata bulatnya masih menempel.
Sangking fokusnya mungkin Mark lupas lepas kacamata.

Bak gayung bersambut, mata Mark langsung tertuju juga pada sosok Arin di kelas samping kanannya.

Cukup lama mereka berdiam diri dengan mata yang tertuju satu sama lain.

Sebuah senyum merekah tersungging di bibir keduanya.
Sebuah senyum kelegaan, kebahagiaan dan pancaran ketulusan.

Masa depan masih panjang, siapa yang akan tahu nantinya.

Mereka hanya remaja yang tumbuh besar, belajar dari pesakitan dan menjadi sosok yang lebih tangguh.
Mencari kebahagiaan dan masa depan yang terpampang di depan.

Entah kemana kaki mereka akan melangkah, mereka yakin usaha tidak akan menghianati hasilnya.

****

"LO TUH BISA BAWA MOBIL GAK SIH?" panik Ryujin begitu melihat cara Jaemin nyetir.

Pasalnya sekarang dia sedang memegang handle kuat-kuat, satu tangan lagi memegang sabuk pengaman.

Sejak detik pertama mobil ini jalan, Ryujin sudah ragu akan kemapuan menyetir Jaemin.

Dibuktikan dengan ketika medan jalan mulai berkelok dan saingan mereka banyak, Jaemin mulai tegang di kursi kemudi.

Boro-boro mewujudkan impian nyetir sambil pegang tangan yayang, dua tangannya aja nempel di setir kayak dikasi lem aibon.

"UDAH GUE AJA YANG NYETIR" Ryujin menawarkan diri.

Nyampe tahun kapan kalo Jaemin bawa mobilnya kayak gini.
Keburu sore dan nanti malah hujan.

Sementara di belakang Jisung udah merapal doa yang di ketahuinya, dari mulai doa makan, doa tidur yang penting doa aja.

Menyesali keputusannya mau di kibulin kakaknya untuk ikut liburan.
Tadinya dia mau makan snack dengan tenang selama perjalanan, malah itu ciki udah jatuh ke lantai mobil karena tadi Jaemin ngerem mendadak.

Adolescence  [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang