Adiktif

12 1 2
                                    

Ipen Wiken, 13 Februari 2021

Tema : Adiktif
Majas : Simile
Keyword : Kayang Mayang, Tungkus Lumus, Adu Untung, Abang Berang, Paceklik
Jumlah kata : 500-2000 kata

Sang surya perlahan tenggelam, meninggalkan semburat warna kemerahan menghiasi cakrawala yang tampak memukau mata insan yang melihatnya. Deburan ombak menari-nari seakan-akan mengajak siapa pun untuk menikmati sore yang indah ini.

Bahu terkulai, mata redup menatap  rombongan ikan pari yang melayang di atas awan. He! Tunggu dulu! Apakah ini imajinasiku atau pikiranku yang saat ini terganggu? Sejak kapan ikan pari bisa terbang? Menggelengkan kepala kuat-kuat Shirley berusaha menjernihkan isi kepala dan pikirannya. Ah, ternyata itu kumpulan awan tungkus lamus yang menyerupai ikan pari.

Satu, dua, tiga.
Yah, sudah tiga bulan Shirley tidak berhubungan lagi dengan Yoga. Terasa ada yang kosong dan hampa dalam dirinya. Hari-hari yang biasanya dia habiskan dengan Yoga, tapi kini hanya dia nikmati sendiri dalam kesunyian tiada bertepi. Bagaikan bunga tanpa mentari, hanya bisa terkulai lemah tak berdaya.

Entah sejak kapan? Shirley tidak menyadari bahwa dia begitu tergantung dan nyaman dengan kehadiran Yoga, sehingga tanpa kehadirannya seakan semangat dan gairah Shirley seakan sirna. Adu untung, Shirley mengambil keputusan untuk berpisah dari Yoga. Dan … sekarang keputusan itu berbalik menyakiti dirinya sendiri. Rasanya ingin kayang mayang saja untuk melepaskan rasa sakit ini.

Mengembus nafas kuat-kuat, Shirley bangkit dan berjalan menuju cottage tempat dia menginap selama liburan ini. Kepala menunduk, kaki menendang pasir putih di pantai, tiba-tiba Shirley dikejutkan dengan seseorang yang menabraknya dari arah berlawanan.

"Eh, maaf, maafkan sekali lagi! Saya sedang terburu-buru," ujar pria di hadapan Shirley.

"Oh, tidak apa-apa, Saya juga salah karena berjalan tanpa melihat arah depan."

Pria itu bergegas pergi, seperti ada suatu urusan penting yang mengharuskan dia berlalu begitu cepat. Menarik nafas dan mengembuskannya , Shirley berusaha menormalkan detak jantung akibat peristiwa yang baru saja terjadi.

Di saat paceklik seperti ini, jumlah pengunjung yang datang ke pantai ini bisa dihitung dengan jari. Namun Shirley semakin menikmati suasana pantai yang sepi ini. Tiba-tiba … tubuh bergetar, keringat dingin mengucur, jantung berpacu lebih cepat, Shirley bergegas mempercepat langkahnya. Sudah tahu apa yang harus dia lakukan Shirley berlari menuju kamarnya.

Mengunci kamar, membuka laci terbawah, Shirley mengeluarkan bungkusan plastik yang berisi serbuk di dalamnya. Menyingkap tumpukan baju yang terlipat rapi, dia mengambil sebuah alat hisap bong yang tampak sudah tidak baru lagi.

Dengan tangan gemetar ... membakar serbuk putih dalam wadah yang sudah dia siapkan, asap putih mengepul, Shirley menunduk dan menghisap dari bong. Bagaikan terbang ke awan, Shirley merasakan hatinya begitu damai dan bahagia, semua kesedihan dan lara yang dia rasakan seakan sirna sudah.

Entah sudah berapa lama Shirley tertidur, melirik malas keluar jendela menampakkan gelapnya malam yang menyelimuti. Gemuruh keras terdengar dari dalam perut, seakan protes karena seharian tidak terisi secuil makanan pun. Berjalan gontai, Shirley membuka kulkas kecil di sudut kamar. Menggigit apel yang baru diambil, Shirley berusaha mengingat pertama kali dia menggunakan shabu-shabu. Seorang teman mengenalkannya kepada abang Berang, pria berkulit gelap, rambut gondrong, dan berwajah sangar, sungguh serasi dengan namanya. Dari dialah Shirley mendapatkan barang haram tersebut.

Tidak terasa sudah dua bulan Shirley terjerat barang laknat itu. Semula hanya iseng untuk mengobati rasa sakit akibat perpisahannya dengan Yoga, tapi tanpa sadar dia sudah terjerumus semakin dalam, keluarganya pun sudah tidak lagi diperhatikan.

PseuCom


ipen weekendWhere stories live. Discover now