Prolog

96 12 0
                                    

Sore itu, jalanan cukup sepi. Mungkin karena mendung, membuat orang-orang enggan keluar dari rumahnya. Di tengah lengangnya jalanan, sepasang kaki berbalut celana hitam itu mengayunkan langkah bergantian. Ia terlihat sangat fokus menatap benda persegi dalam genggamannya, kemudian laki-laki itu berkelok hendak menyebrangi jalan.

Di lain sisi, seorang laki-laki tersenyum smirk di balik masker hitamnya. Di balik kemudi, ia terus memperhatikan target yang sedari tadi ia incar. Menarik porseneling dengan gerakan cepat. Lelaki itu memutar setirnya dengan cekatan.

Hingga melesat membelah jalanan dengan kecepatan melampaui batas normal. Ia menginjak rem secara mendadak saat gendang telinganya menangkap sebuah suara yang berhasil menginterupsi—

"Awas!"

Teriakan histeris dari seorang perempuan yang tak dikenalnya itu sudah cukup membuat si pengemudi mengumpat dalam hati. "Shit! " umpatnya seraya memukul kemudi dengan satu tangan cukup keras.

Rencananya gagal karena seorang perempuan yang bahkan tidak ia kenal. Tampak di belakangnya kerumunan orang mulai membentuk barisan. Beberapa dari mereka mengumpat berjamaah padanya, dan sebagian lagi sibuk memerhatikan korban.

"Kamu nggak papa? " tanya perempuan yang tadi menariknya agar tidak tertabrak.

Kepala lelaki itu terangkat, kedua bola matanya terpaku menatap perempuan yang sudah menyelamatkan nyawanya barusan. Seolah tidak menghiraukan pertanyaan gadis itu, kedua bola matanya malah teralih pada sesuatu yang lain.

"Tangan lo berdarah," ujarnya menunjuk siku.

Seolah diingatkan, ia memeriksa bagian yang dianggap terluka. Gadis itu baru menyadari kalau sikunya sampai berdarah karena terantuk aspal.

"Aku ... nggak papa, kok," ujarnya tersenyum tulus. Hal itu berhasil menghentikan waktu dalam sekejap. Kedua bola mata mereka saling bertumbuk dalam posisi masih terduduk di pinggir trotoar.

Namun, nampaknya waktu tidak sedang berpihak, sebab setelahnya dering ponsel berhasil memutus tatapan singkat mereka. Gadis itu merogoh benda pipih dari saku dan langsung terkejut begitu ia ingat ada janji dengan seseorang.

"Astaga! Aku duluan, ya. Kamu bisa pulang sendiri, kan?" tanyanya seraya bangkit berdiri dengan tergesa-gesa. Pria itu masih termangu diposisinya. Mau tak mau, karena keterdesakan. Gadis itu langsung membungkuk setengah badan. "Saya duluan. Permisi."

Tepat ketika gadis itu sudah hilang dari kerumunan orang-orang yang menontonnya. Ia mulai tersadar akan sesuatu. "Hei, tunggu!" teriaknya berusaha bangkit berdiri. Namun sayang, kakinya terkilir. Ia meringis sakit sambil menggumam dalam hati, akan kupastikan kita bertemu lagi!

LOVE STORYWhere stories live. Discover now