[ 21 ] Surat

546 104 47
                                    


[ REVISI ]

🍁🍁🍁

Di ruang makan hanya ada dentingan, sendok dan garpu yang saling menyahut. Jimin sesekali melirik Yura yang masih bungkam sejak semalam.

Bukan apa-apa, tapi semalam itu adalah hal yang mengejutkan bagi Yura ataupun Jimin. Karena tadi malam mereka mendapat telepon dari kantor polisi. Bahwa Ayah Yura mengalami gagal jantung dan mengharuskan beliau di rawat di rumah sakit.

Sangat jelas itu membuat Yura dalam keadaan abu-abu dalam menanggapinya, ada rasa di mana wanita itu benci dan marah atas kenyataan Ayahnya yang menghancurkannya tapi mendengar sang Ayah terbaring di rumah sakit membuat Yura bingung harus bereaksi seperti apa hingga saat ini.

Jimin nampak menaruh alat makannya dan menggapai tangan Yura untuk ia elus dan berucap, “Ayo, habiskan dulu setelah itu kita pergi terapi,” ucap Jimin, sembari terus mengelus tangan Yura dengan ibu jarinya.

Yura hanya mengangguk tanpa menjawab apapun. Rasanya dia benar-benar di buat kelimpungan sendiri oleh kisahnya.

Di tambah, gugatan cerai dari ibu tirinya sudah sampai pada awak media dan telinga Yura serta Jimin sehingga membuat mereka harus kuat oleh cibiran yang terlontar dari masyarakat, terlebih lagi Jimin. Ia bahkan menerima banyak sekali berita buruk dan tak benar tentangnya yang menikahi Yura.

Meski Jimin mengakui, bahwa pernikahan ini di buat atas keinginan sang Ayah mertua tapi dirinya benar-benar mencintai Yura tanpa maksud apapun.

“Kau tidak bekerja?” Untuk pertama kalinya di pagi ini Yura membuka suaranya, sedikit membuat Jimin tersenyum tipis mendengar pertanyaan sang istri. Lantas ia segera

menggeleng pelan lalu memberikan senyum tulusnya untuk Yura, “Aku izin telat datang, karena ingin pergi menemanimu untuk melakukan terapi,” jawab Jimin.

Seketika Yura menatap manik kembar itu dengan tatapan sayu seperti biasa. "Kau tak perlu menemani aku, pergilah bekerja itu lebih penting."

“Hey, dalam kamus hidupku adalah keluarga yang harus di utamakan, dan kau adalah istriku. Jadi sudah sepantasnya aku memprioritaskanmu dalam segala hal.”

Mendengar itu membuat Yura menarik ujung bibirnya kecil terangkat, rasanya jika ia bisa gambarkan mungkin dirinya sudah terkena penyakit diabetes karena sering mendapatkan perilaku yang manis ini.

“Kau terlalu sering mengatakan hal yang manis, tapi terima kasih itu membuat aku merasa lebih hidup,” imbuh Yura sembari menatap makanannya yang masih ia aduk-aduk. Dirinya masih enggan menatap lagi sepasang manik Jimin karena sudah di pastikan kedua rona pipinya sudah berubah warna.

Jimin yang melihat itu hanya di buat terkekeh ringan, rasanya pria itu banyak-banyak bersyukur karena masih bisa merasakan hal yang baik di tengah kesulitan yang Tuhan berikan.

“Setelah kita terapi, kau ingin kita pergi mengunjungi Ayahmu ?” Tanya Jimin hati-hati, setelah mendengar ucapan itu Yura langsung menatap sedikit tajam pada Jimin.

Sedangkan Jimin hanya membalas tatapan itu lembut, “Aku tahu kau membencinya, aku pun marah dan tak akan pernah memaafkannya dengan mudah tapi dia Ayahmu. Dan sekarang dia sakit, kau paham kan maksudku? Seburuk apa pun Ayahmu dia tetap orang yang membesarkanmu hingga saat ini. Aku tak akan memintamu untuk memaafkannya, hanya saja aku tidak ingin kau merasakan apa yang aku rasakan yaitu kehilangan. Terlebih lagi ini adalah kesempatanmu untuk bertanya apa alasan Ayahmu melakukannya,” Imbuh Jimin dengan panjang lebar.

Serendipity P.J.M [ TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now