[15] Just A Little Bit

8 1 0
                                    

[] []

Kiki memelukku dengan erat seperti aku akan menghilang dari hadapannya. Aku hanya diam tidak bereaksi, hanya menatap kosong wujud di hadapanku ini dan tanpa sadar air mataku mengalir.

Merasa pakaian yang Kiki pakai sedikit basah. Kiki pun melihat ke arah Nana yang ternyata menangis di sana.

"Na, kamu kenapa nangis?" Aku hanya diam, tidak menepis atau menolak. Hanya kesakitan hatiku yang dapat kurasakan.

"Hey—Na—" Atensi Kiki pun beralih ketika sosok orang yang paling dia tidak sukai muncul dari arah ruang tamu.

"Na, Siapa yang—oh, Hai? Lo udah balik?" Kiki pun naik pitam dia merasa bahwa Nana-nya menangis dikarenakan Leo. Kiki pun mencengkram kerah Leo dan menghempaskannya ke arah dinding.

"Lo! Lo apain Nana, HAH?! Kenapa dia bisa nangis? Jawab pertanyaan gue, SIALAN!" Kiki pun meninju wajah Leo hingga mengeluarkan sedikit darah dari sela bibirnya.

Nana yang melihat itu pun langsung melerainya dan menampar pipi Kiki dengan keras. Seketika Kiki merasa seperti dikhianati. Nana menampar dirinya dan malah membantu Leo. Leo yang melihat itu pun hanya tersenyum miring terhadap Kiki.

"Oh, jadi selama ini kalian main di belakang gue? Hahaha. Bagus sekali, Na." ucap Kiki yang merasa tersakiti hatinya. Nana pun hanya terdiam ketika Kiki berkata seperti itu. Nana tidak tau harus bersikap seperti apa untuk saat ini.

"Hahaha, mungkin saja. Sampai Nana mengetahui hal ini" Leo pun menunjukkan berita itu tepat di hadapan Kiki. Kiki pun terkejut karena bingung bagaimana berita itu bisa Leo dapatkan. Kiki pun mulai merasa panik dan melihat ke arah Nana yang sudah kembali menangis dan memejamkan matanya—menahan rasa sakitnya.

"Diem kan, Lo? Gue harap Nana memilih hal yang tepat. Na, aku pulang dulu, terima kasih untuk malam ini" pamit Leo sambil tersenyum dan pergi dari pekarangan rumah Nana.

Nana yang merasa terbohongi untuk kesekian kalinya hendak beranjak dari sana dan menuju kamarnya. Dia tidak ingin bertemu dengan Kiki untuk saat ini. Namun langkahnya terhenti ketika Kiki menahan lengannya.

"Na, itu ga seperti yang kamu liat—"

"Ki" aku pun mulai melepas genggamannya pelam dan menghadap padanya.

"Aku sudah pernah bilang kan, kalau aku ingin memulai hubungan kita dengan kejujuran" Kiki pun hanya terdiam dan menundukkan kepalanya. Aku sudah muak sekarang, melihatnya seperti itu membuat hatiku semakin sakit rasanya. Aku pun menghela napasku dan berlanjut pergi dari hadapannya. Namun dia mencegal pergelanganku kembali.

"Na, ku mohon maafkan—"

"SUDAH CUKUP!" teriakku di hadapannya dan menghempaskan genggamannya. Kiki pun terkejut dengan teriakkan Nana yang sedang meluapkan emosinya.

"Sudah cukup—Ki. Aku sudah muak dengan sandiwaramu, bersikap seakan-akan kamu juga menyukaiku. Hebat sekali drama yang kamu buat ini, Ki" ucapku sembari bertepuk tangan mengapresiasi keahlian aktingnya.

"Kamu kayaknya cocok kalo jadi aktor film—"

"Na, Tolong Na. Jangan gini—"

"Ssstttt—Apa kamu sedang berakting lagi sekarang? Hahaha" ucapku dengan menjulurkan telunjukku di bibir tipisnya dan tertawa-ya, mungkin aku sudah cukup gila.

"Aku ga butuh maaf kamu, Ki. Aku sudah cukup muak dengan dirimu" ucapku dengan menatap dalam matanya. Kiki pun juga menatap ku dengan tatapan memohon.

"Aku ingin bilang sesuatu, Ki" ucapku sedikit menjauh darinya. Mengetahui apa yang ingin Nana katakan padanya. Kiki pun menggelengkan kepalanya-terkejut dan panik. Kiki mulai mengeraskan rahangnya dan menatapku dengan tatapan mengintimidasi.

"Jangan katakan"

"Ki—"

"Aku mohon, Na! Jangan katakan apapun lagi, CUKUP!" Aku pun terdiam dan terkejut dengan bentakan Kiki hingga aku pun terjatuh duduk di atas sofa. Kiki pun mulai mendekatiku dan berlutut di hadapanku. Kiki pun memegang tanganku dan menyatukannya di atas pahaku sebagai tumpuan kepalanya.

"Na, aku mohon jangan katakan itu. Jangan tinggalkan aku"

"Ki" Kiki pun mengadahkan kepalanya.

"Aku menyayangimu" Kiki pun mulai tersenyum ketika mendengar itu.

"Namun kau sudah berbohong dan menghancurkan kepercayaanku. Jadi kumohon— kita akhiri saja semuanya sampai di sini" ucapku tuntas dan beranjak dari hadapan Kiki. Kiki pun hanya terdiam dan terkejut bahwa hal ini terjadi padanya. Tanpa Nana sadari air mata Kiki pun mengalir.

Nana yang hendak beranjak ke kamarnya pun kembali menatap Kiki. Kiki yang melihat itu pun segera menghapus air matanya dan berharap jika Nana hanya main-main dengan perkataannya.

"Ki, jika kau ingin pulang tolong kunci pintunya" Setelah itu Nana pun berlalu dan Kiki mulai menundukkan kepalanya kembali. Kiki berlalu keluar dari rumah Nana dan bersandar pada pintu rumah itu dengan air mata yang entah mengapa terus mengalir di pipinya serta tersenyum miris. Mungkin tak lama lagi dia akan kehilangan kewarasannya.

"Sialan, dasar tua bangka. Nana, mengapa kamu lakukan ini padaku? Kukira kamu akan mengerti kondisiku tapi berani-beraninya kamu mengatakan itu padaku dan apa tadi barusan kamu bersama Leo sialan. Hahaha lucu sekali. Sial-Nana, kumohon maafkan aku. Aku tidak bermaksud untu menyakitimu"

--

Aku pun bangun dari tidurku dikarenakan sinar hangat matahari yang mencoba masuk melalui celah jendela kamarku. Aku pun merenggangkan tubuhku dan melihat pantulan diriku di cermin. Memalukan. Mata sembab, rambut berantakan, wajah yang terlihat kusam. Aku sepertinya sudah tidak layak menjadi manusia, aku seperti zombie. Melihat diriku yang seperti ini pun membuatku ingin cepat-cepat mandi dan merapikan diriku. Namun ketika aku hendak meninggalkan kamarku. Notifikasi ponselku berbunyi, aku pun segera menghampiri ponselku.

My Alea
8.15 AM
"Bisakah kau ke toko Ibuku? Ibuku ingin membicarakan sesuatu padamu"


8.16 AM
"Baiklah, tapi apa tidak bisa nanti malam saja? Aku masih tidak bertenaga. Semalam aku baru saja bertengkar dengan Kiki"

Alea yang mengetahui hal tersebut pun langsung menelpon Nana. Alea memarahiku dan mengatakan dibalik itu semua ada hal penting yang terjadi. Aku yang mendengarkan hal itu hanya mengerutkan dahiku.

"Mengapa semua orang hanya membela Kiki? Apa-apaan ini" gumamku ketika aku mematikan sambungan secara sepihak.

Aku sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Aku harus meredakan emosiku dan tidak ingin mendengarkan hal mengenai mantan pacar-dan sahabatnya itu untuk kali ini.

TO(GET)HERNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ