Ch. 16 : Egois

36 7 3
                                    


Satu hari yang lalu,

Setelah Amaya dibawa pergi.

Gadis cantik itu terbangun merasakan guncangan pelan. Terbelalak mengetahui dirinya dalam gendongan seseorang. Ia tengah dipanggul seorang pria dewasa.

Beruntungnya, karena posisi tersebut membuat si pria dewasa tak tahu Amaya telah sadar. Gadis itu bersiap meronta untuk melepaskan diri, namun urung kala terpikir tindakan ceroboh seperti itu hanya akan semakin menyulitkannya.

Dalam keadaan kepala terbalik, Amaya mencoba tenang. Bernafas perlahan menghilangkan kepanikan. Kemudian mengedarkan pandang melihat suasana dan kondisi sekitar.

Dia masih berada di luar ruangan, jadi jelas orang yang membawanya hendak menuju suatu tempat.

'Laut?, di dekat pelabuhan, ya.' Pikirnya. Aroma laut, angin yang cukup kencang, dan suara ombak, membuatnya sampai pada simpulan tersebut.

Tak lama, ia mendengar siulan dari orang yang membawanya. Hal yang cukup membuat Amaya terkejut. Pria itu terus bersiul, seakan menyampaikan rasa gembiranya dari tindakan tersebut.

Sampai ia berhenti sejenak untuk membuka pintu.

Sebuah rumah ia masuki. Rumah normal seperti milik kebanyakan orang. Bukan tempat kumuh, minim penerangan, dan pengap. Sebab itulah Amaya tertegun, ini berbeda dari perkiraannya.

Amaya tak mendengar pria yang menggendongnya mengobrol, menjadikannya tahu pria itu berada di tempat seorang diri. Hingga akhirnya dia menurunkan Amaya, menidurkannya di ranjang sebuah kamar.

Gadis violet itu melanjutkan kepura-puraannya, agar sang pria tak menaruh waspada. Sekarang dia tidak mau berakhir diikat hanya karena dia telah sadar.

Sandiwaranya berhasil. Pria itu tersenyum puas melihat Amaya sebelum pergi dari kamar dan menguncinya.

Kepergiannya membuat Amaya bernafas lebih leluasa, mengingat sejak tadi ia sulit melakukan hal itu. Tidak melakukan gerakan berlebih, Amaya lebih dulu melirik ke pojok ruangan, mencari keberadaan cctv. Untunglah benda itu tak ditangkap matanya, yang berarti kamar tersebut bebas dari pengawasan. Amaya memutuskan duduk di ranjang dan mengamati tempatnya sekarang.

Kamar yang sangat minimalis dan terkesan biasa. Dinding tanpa hiasan apapun, ranjang kecil untuk satu orang, juga memiliki dua pintu, yakni pintu keluar dan pintu menuju toilet. Amaya menoleh memandang jendela kecil di dekat ranjang. Tangannya mencoba membuka jendela kayu tersebut yang sayangnya tidak bisa dibuka. Yah, walau ia tahu tidak mungkin jendela itu dibiarkan terbuka.

Ia berangsur turun dan melangkah mendekati pintu. Menempelkan telinganya di benda itu guna menangkap suara di luar kamar.

Dia tidak mendengar apapun.

'Orang itu..., tidur?' Batinnya. Masih belum percaya, ia tetap pada posisi. Meski tetap tak mendengar apapun. Sebelah kamar tempatnya ada satu kamar lagi, bisa dipastikan pembawanya tidur di sana.

'Seharusnya ada orang lain lagi yang bersama orang itu membawaku. Tapi di sini hanya ada kami berdua?'

Ia ingat orang yang berkemungkinan pemilik rumah tempat dia berada adalah orang yang juga membekapnya. Belum lagi orang itu mengancam rekannya akan menembak Tobio, tentu saja Amaya keheranan dia hanya berdua dengan orang itu. Ke mana temannya?

'Pikirkan, Amaya. Kau tidak akan dibawa kemari tanpa alasan. Hanya ada kau dan orang itu mungkin karena yang lain harus melakukan sesuatu. Meletakkanmu di rumah orang itu adalah hal yang pastinya menguntungkan dan memudahkan mereka.'

Amaya terdiam sejenak, bergelut dengan benaknya menebak apa hal yang menguntungkan itu. Kemudian terbelalak ketika berhasil mengetahui satu hal.

'Karena di sini dekat pelabuhan?! Jadi aku akan dibawa ke tempat yang jauh?' Dia meneguk saliva, ketegangan mulai menyusup ke hatinya.

Thief of Hearts (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang