Ch. 13 : Hujan

42 8 5
                                    


"Apa yang akan kau lakukan, kalau aku merekam semua yang kau bicarakan tadi?"

.

..

...

Sayangnya, itu hanya gertakan.

Amaya tidak punya benda yang bisa digunakan untuk itu. Terakhir menggunakan ponsel pun sebelum dia menjualnya. Kalau benar dia merekamnya, dia tidak akan repot-repot memberitahu Rino. Melakukan itu sama dengan cari bahaya.

Tapi kenyataannya, dia memang tengah mencari bahaya. Karena Rino bisa mengira perkataannya adalah kebenaran.

Raut Rino menggelap dengan sorot tajam yang menusuk Amaya. Sementara Gadis itu berusaha tetap tersenyum agar kebohongannya lancar.

Detik selanjutnya, Rino balas tersenyum, sampai kedua matanya menyipit.

"Jangan kira bisa menipuku, pembohong."

Reflek gadis violet itu membelalak, gagal menyembunyikan raut terkejutnya dengan baik. Padahal jika dia masih tersenyum, dia bisa meyakinkan perkataannya. Ia berakhir menunduk dan mendecih kesal.

Dengan tenang Rino menyesap minumannya. Lantas meletakkan cangkir dan menggerakkan telunjuknya memutari benda itu.

"Kalau benar begitu kau tidak perlu memberitahukannya padaku."

Amaya meremas rok seragamnya. Menggigit bibir kuat, kesal karena menggagalkan rencananya sendiri.

Tujuannya berbohong hanya satu. Jika Rino berpikir dia punya rekaman obrolan mereka, wanita itu tidak akan melepaskannya. Sebaliknya, kalau dia berlari pergi, Rino akan mengejar dan berusaha mendapatkannya dengan cara apapun.

Rencana itu memang penuh resiko. Di satu sisi Amaya terancam bahaya dan bisa tertangkap, di sisi lain dia berhasil memberitahu polisi kalau dirinya dikejar Rino dan komplotannya. Bagaimanapun ketika mereka panik, mereka akan bergerak dengan ceroboh.

Hujan lebat begini, membuat banyak orang memilih diam di rumah, atau berteduh di tempat terdekat kala tak membawa payung. Meski begitu jika Amaya menciptakan suasana kejar-kejaran dengan mereka, pasti cukup untuk mengundang keributan. Yang memungkinkan, Amaya bisa menyuruh orang menghubungi polisi karena dia dikejar beberapa orang tidak dikenal yang mengincarnya.

Singkatnya, Amaya bisa membuat mereka tertangkap. Walau itu hanyalah cerita ideal yang dia inginkan.

"Tapi untuk apa kau berbohong?"

'Heh?'

Mungkin Amaya bisa disebut beruntung karena menunduk. Rautnya yang tidak menduga bahwa Rino tidak mengetahui alasannya berbohong tidak bisa dilihat.

Amaya kemudian mendongak, kembali menatapnya dengan raut kesal.

"Kau ingin ditangkap dan membuktikan sendiri apakah saudaramu benar sudah mati semua atau belum?"

Rupanya itu yang dipikirkan Rino. Benar juga, hal itu juga dipikirkan Amaya. Walau dia masih belum sampai memikirkan bagaimana caranya kabur setelah ditangkap. Apalagi dia bisa memastikan kondisi saudaranya, kalau Rino benar mengatakan kebohongan.

Skenario terburuknya, justru dia semakin tenggelam dalam bahaya. Amaya tidak seberani itu menceburkan diri langsung ke tempat mereka, tanpa menyusun rencana. Dia mungkin tidak bisa bebas dan menikmati masa sekolahnya lagi.

"Karena kau bisa saja berbohong."

Rino tertawa pelan, "Apa kau menjadi begitu bodoh hanya karena saudaramu? Percuma kau mencemaskan mereka, mereka itu milik kami."

Thief of Hearts (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang