14. PAMIT

37 27 19
                                    

Selamat membaca, tandai typo bila berkenan.

Dan untukmu Ann asli dalam dunia nyata. Bila tak ingin merasa kecewa, lebih baik berhenti membaca sampai di sini saja.

🚲🚲🚲

"Jika sudah seperti ini, rasanya aku ingin segera menikah saja, Joy," keluh Soraya dengan badan bersandar pada ranjang tidurku.
Aku menggeleng-gelengkan kepala melihatnya. Memang tidak sekali dua kali melihat Soraya mengeluh akan pekerjaannya sendiri. Tetap saja, Soraya itu wanita yang begitu mencintai pekerjaannya.

"Jangan terus-menerus mengeluh, kembali ke kamarmu dan cepat selesaikan pekerjaanmu itu," ujarku memberi saran sembari memfokuskan pandangan pada ponsel pada genggaman.

"Lama tak melihat kau terfokus pada ponsel," ujar Soraya. Nada bicaranya seolah sedang meledekku sekarang.
Aku langsung menanggapinya dengan mata yang bergulir, menatapnya jengah agar wanita itu segera beranjak dan menyelesaikan pekerjaannya sendiri.

"Joy, kau tahu mauku pastinya. Gilang mengajakku makan malam," ucapnya memberitahu dengan raut wajah memelasnya.
Sial, aku merasa dijebak sekarang.
Soraya pasti berniat kembali melimpahkan pekerjaan sialan itu padaku.

"Jika kamu meminta aku membantu pekerjaanmu, tidak jawabannya," tolakku langsung sebelum ia bersuara dengan menekankan kata 'tidak' padanya.

Soraya langsung mendengus kesal, bantal kecil yang Sebelumnya ia peluk, kini melayang ke arahku. Aku sudah terbiasa akan kebiasaanya ini, menangkap bantal itu sigap dan menjulurkan lidah meledek ke arahnya.

"Ayolah bantu aku kali ini saja, Joy. Hubunganku dan Gilang sedang diambang batas sekarang. Memangnya salah bila berniat menyambungnya lagi?" ujar Soraya lagi. Kembali memelaskan wajahnya dengan pandangan mata penuh harap menghadapku.

"Maka dari itu, selesaikan pekerjaanmu sekarang. Ini masih jam dua siang, kau masih punya waktu kurang lebih empat jam," tolakku lagi dengan memikirkan alasan agar Soraya mengiyakan.
Kudengar helaan napas kembalu keluar dari mulutnya. Soraya beranjak, mengundang senyum lebarku dengan mata kembali menatapnya. Benar bukan, semalas apapun Soraya pada pekerjaannya, bila ditekan dengan sesuatu, wanita itu langsung luluh dan kembali bersemangat mengerjakan pekerjaannya. Soraya itu wanita karier yang terlambat lahir.

Aku menatap kepergiannya dengan gelengan kepala. Terbahak saat wanita itu menutup pintu kamarku secara kasar. Langkah gontai Soraya terpaksa kembali melangkah demi makan malam bersama Gilang. Pengaruh cinta.

Ah, rasanya iri dengan kehiduoan Soraya. Mengalami masa sulit, kelelahan, mempunyai rumah pulang dan bersandar.
Bila ada hari dimana aku bisa meminta apa saja, aku ingin dikehidupan yang selanjutnya hidup aman damai tanpa gangguan. Bisa 'kan semesta?

Aku tersadar dari pemikiran dangkal itu. Memutuskan untuk mengambil kabel charger untuk ponselku walau batrainya bahkan masih terisa 84%.
Beranjak dan berniat menuju dapur untuk sekadar membuatkan jus jeruk favorit Soraya agar wanita itu lebih bersemangat.
Namun gerakan tanganku yang menggapai mug terhenti tatkala mendapati box kemasan teh hijauku tergeletak di atas meja dapur.
Seingatku, baru satu minggu yang lalu aku membelinya. Nemun mengapa sekarang hanya tersisa wadahanya saja?!
"SORAYA!"

🚲🚲🚲

"Mencariku?"
"Joy," panggil Leon sembari menampakan senyuman lebarnya.
Aku mempersilahkan Leon duduk dibagku yang ada di depan indekos. Memang tidak diperbolehkan bila laki-laki masuk ke kamar kost. Jadi aku terpaksa Mengajak Leon duduk di sini. Sama dengan anak laki-laki yang lain bila berkunjung ke indekos ini.

Dear Ann : The Subconscious [TERBIT SELF PUBLISHING]Where stories live. Discover now