Pengangguran

21 3 54
                                    

"Apa yang lebih mengerikan dari seorang pengangguran daripada nggak punya duit?

Dibandingin terus sama anak tetangga yang udah sukses di tempat kerjanya."

Jiana Abighea

.

.

.

"Ji, jadi kapan kamu kerja?"

Jiana mendengarnya lagi. Pertanyaan yang terasa mengobok-obok telinganya kembali membuat Jiana muak. Gadis itu praktis melepas sendok di tangannya, membiarkan sebagian beda logam itu tenggelam di dalam kuah sayur di mangkuknya.

"Nanti," jawabnya singkat.

Ucapan Jiana memicu helaan napas panjang dari perempuan di hadapannya.

"Nanti kapan, Jiana? Dari dulu Ibu tanya, kamu selalu bilang nanti," protesnya. "Ini udah enam bulan. Mau sampai kapan kamu bilang 'nanti'?"

"Sabar, Bu. Jiana juga udah apply lamaran di beberapa tempat. Kalau pengumumannya keluar dan Jiana diterima, Jiana juga pasti kerja, Bu."

"Kamu ini... Ibu bingung harus jawab apa tiap tetangga nanyain soal kamu yang masih betah di rumah aja dan nganggur sejak lulus kuliah."

"Loh, Bu? Jiana di rumah bukan karena Jiana mau, tapi karena keadaan. Daripada Jiana keluar rumah cuma buat luntang-lantung nggak jelas dan ngabisin duit Ibu sama Bapak, mending Jiana diem di rumah sambil nunggu kepastian."

Ibunya mendesah pelan. "Ibunya Sita—"

"Ibunya Sita pamer ke Ibu lagi soal Sita yang udah bisa beliin adeknya laptop, padahal dia baru kerja dua bulan yang lalu?" Jiana menukas cepat. "Bisa nggak sih Ibu berhenti banding-bandingin Jiana sama Sita? Jiana capek, Bu."

"Ji..."

Gadis itu bangkit dari duduk. "Jiana kenyang."

Jiana meninggalkan meja makan dan ibunya yang masih berdiri menatapnya pergi. Langkahnya yang sengaja dihentakkan membawa gadis itu kembali ke kamar. Jiana kehilangan nafsu makannya. Persetan dengan omongan tetangga. Jiana benci punya tetangga sukses yang selalu dibanding-bandingkan dengannya sejak kecil.

Waktu masih sekolah, Jiana sering dibandingkan dengan Sita karena tetangganya itu selalu menduduki peringkat atas di kelas, sementara Jiana hanya anak peringkat bawah yang bisa naik kelas saja bersyukurnya luar biasa. Belum lagi saat Jiana dan Sita akhirnya kuliah, mereka meninggikan Sita yang berhasil masuk universitas negeri bergengsi, sedangkan Jiana diterima di sebuah universitas swasta di Jakarta.

Jiana benar-benar jengah.

Gadis itu membuka ponselnya, memutuskan untuk mengirim pesan untuk temannya.

Septian Wicaksana

p
p
p
p
p

apaan sih pa-pe-pa-pe lo kaya abg labil?!

di rumah nggaaaa????

engga, kenapa?

lagi di mana?

masih di harmoni

for god sake, titannnnn

tian ya anjir
gausah ganti-ganti nama gue

Valentine's GirlTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon