-19

1.9K 121 4
                                    

H A P P Y R E A D I N G

.
.
.
.

"RETTA!"

Orang itu terus meneriaki nama nya, dan mengejar dirinya. Tapi telat sudah karna retta sudah masuk kedalam mobil stevan.

Retta terus saja menangis karna pandangan nya tadi langsung membuyarkan semua. Padahal dirinya sudah berjanji tidak akan menangis lagi karna cowok itu.

Tapi menangis itu adalah hal yang umum, karna semua kesedihan akan hilang atau terasa sedikit lebih baik karena menangis. Menangis bukan berarti cengeng atau apapun itu, setiap orang boleh menangis untuk mengeluarkan semua masalah atau kekecewaan terhadap seseorang.

Termasuk retta, ia menangis karna lagi-lagi merasakan kekecewaan pada dirinya. Tidak tahu lagi harus berbuat apa selain menangis.

Dan cowok disampingnya juga sedang memandang nya khawatir, terlihat jelas di wajah nya. Memperhatikan jalan dan memandangi wajah nya secara bersamaan.

Sudah tidak terhitung berapa kali cowok itu menemani nya saat terpuruk seperti saat ini, dan parahnya Retta terus mengabaikan itu semua.

Retta tidak mau berpikir panjang tentang itu, yang retta butuhkan sekarang adalah kesendirian. Ia berpikir bahwa sekarang lebih baik untuk sendiri dulu dari pada berdekatan dengan orang lain.

Sebenarnya retta ingin sekali bilang terimakasih sebanyak-banyaknya pada seseorang disamping nya, tapi ia enggan karna malu. Tapi bukankah tidak usah malu ulang menyampaikan rasa terimakasih terhadap seseorang.

"Stev" panggil nya tiba-tiba.

Yang dipanggil langsung menoleh kearah retta, tapi tetap fokus dengan jalanan.

"Ya?"

"Eng, makasih ya."

Stevan langsung menaikan satu alis nya seolah bertanya 'buat apa?' pada dirinya.

Retta langsung tersenyum, "Buat semua! Buat lo yang selalu ada disamping gua, Buat lo yang selalu dengerin keluhan gua, Dan buat lo yang selalu menjadi motivasi buat gua untuk selalu semangat menjalani hidup yang keras ini!" ucap nya semangat.

Stevan langsung mengusap kepala retta yang tertutup oleh kain berwarna ungu pastel itu, lalu tersenyum.

"Gausah bilang makasih." ucap stevan. "Ini udah tugas gua untuk menjaga orang yang gua cinta!" gumam nya sangat pelan.

"Eng?"

"Enggak, lo nggak perlu bilang terimakasih. kan kita teman!" ujar stevan, dengan senyum yang dipaksakan saat mengucapkan kalimat akhirnya.

Sahabat!

Tolong garis bawahi kata itu, apakah benar-benar mereka seorang sahabat.

Retta ikut tersenyum mendengar ucapan stevan tadi, Cukup buat hati nya tenang. Ntah kenapa akhir-akhir ini retta nyaman sekali dekat dengan cowok itu, tapi retta masih saja berbuat layaknya gadis polos yang belum mengetahui itu jatuh cinta.

Bisa dibilang retta orang yang cukup tidak peka oleh keadaan, tapi kenapa ia selalu peka dengan kejahatan. Ntah.

"Em, ret!" panggil stevan.

"Apa?" balas retta tanpa melihat kearah stevan.

"Lo mau bantuin gue nggak?"

"Bantuin apa?"

"Em, gua suka sama ce-cewek"

Deg

Mengapa tiba-tiba terasa sesak diare dada nya retta, tapi retta masih berusaha bersikap biasa saja.

Spoiled Badboy (HIATUS)Onde histórias criam vida. Descubra agora