Ibuku Bukan Penjahat

697 58 3
                                    

Antusias Jeongwon menyambut kehadiran ibunya. Memeluk tubuh ternyaman sebagai tempat pulang. Pelukan yang akan selalu menyambut kedatangannya sejauh apapun ia pergi.

"Ibu sudah selesai?"

Wanita lanjut usia itu mengangguk. Tubuhnya masih sedikit lelah setelah melewati berbagai pemeriksaan tubuh yang rutin di lakukan setiap setengah tahun sekali. Itu pun karena paksaan putra bungsunya itu.

"Ayo makan siang di kantin!" ajak Jeongwon. Ia merengkuh pundak Ibunya. Mereka bergerak bersama. Lambat menyeimbangi kecepatan kaki tua itu.

"Ayo!,"sambut Ibunya,"ajak dokter Jang juga."

Jeongwon menghentikan langkah. Menahan laju Ibunya. Wanita tua itu menoleh, mendapati anaknya yang menatap waspada.

"Jika membicarakan soal pernikahan lagi lebih baik Ibu tidak menemuinya dulu,"ancam Jeongwon.

Ibunya merengut kecewa."Iya, iya. Ibu tak akan membicarakan pernikahan,"jawabnya bersungut-sungut.

Jeongwon tersenyum manja. Digamitnya lengan Ibunya, Jung Rosa, sambil melanjutkan langkah menuju kantin. Sebelah tangannya meraih ponsel dari saku jas dokternya. Dengan lihai mengirim pesan pada Gyeoul.

"Haish, kau ini kejam sekali pada Ibumu," keluh wanita tua itu.

"Sebentar lagi ia ujian, Ibu. Kalau Ibu terus menyuruh kami cepat menikah, nanti dia bisa tidak fokus. Lagipula kami baru..."

"Iya Ibu mengerti,"potong Ibunya,"berhentilah mengomel."

Sesaat mereka berjalan dalam keheningan. Melewati kamar-kamar inap. Beberapa pegawai rumah sakit  menyapa Jeongwon ramah. Penjenguk dan wali pasien mondar mandir menyelesaikan urusannya. Pasien dengan infus dan kursi roda melaju dengan hati-hati. Tak ingin tubuhnya ada yang tersakiti.

"Apa dokter Jang sibuk?"

"Tidak. Nanti dia akan menyusul kita."

"Ibu sepertinya lebih menyukai Gyeoul dari pada aku."

"Tentu saja! Hanya dia yang sanggup menghadapi keras kepala dan sikap sensitifmu. Apalagi dia yang sukses menahanmu pergi,"

Jeongwon merengut.

"Jeongwon, Ibu ingin kalian segera menikah karena kalian terlihat cocok.  Ibu ingin melihat kau bahagia,"tutur Jung Rosa, dengan nada hangat.

"Yaahh, walaupun orang sekarang bilang itu salah. Dianggap pemaksaan, ikut campur, mengusik kebebasan."

"Setiap orang tua ingin anaknya bahagia. Ibu tak ingin kau kesepian di hari tuamu. Teman-temanmu juga punya hidupnya masing-masing. Jadi setidaknya kau punya seseorang dalam hidupmu. Kalian bisa saling berbagi dan menjaga. Suatu saat Ibu pun harus pergi meninggalkanmu."

"Ibu..," rengek Jeongwon. Meskipun perpisahan memang sesuatu yang pasti, ia tak suka jika Ibunya menyambutnya seperti itu.

"Jadi jangan anggap Ibu penjahat karena membicarakan pernikahan."

"Iya ibuku sayang." Jeongwon mengusap lengan ibunya penuh pengertian. "Tapi jangan sekarang ya.  Jang Gyeoul itu ..."

"Haaiish, jangan mengomeli Ibumu,"

Obrolan hangat pasangan Ibu dan anak itu berlanjut hingga ruang kantin. Diselingi perdebatan kecil dan ejekan sayang.

Dari kejauhan terlihat sosok Gyeoul yang setengah berlari menghampiri mereka. Gadis itu langsung berhenti dan membungkukkan badan sembilan puluh derajat begitu melihat ibu Jeongwon meski dari kejauhan.

Ibu Jeongwon langsung berseru girang. Ia melepas gandengan Jeongwon dan berjalan cepat menyambut kehadiran Gyeoul.

"Menantuku!"

"Ibu!"

*****

Terlalu pendek? Anggap saja part bonus.

Bagian ini aku tulis spontan sekitar seminggu lalu setelah membaca komentar di artikel berita salah satu artis korea dan baru sempat editing setelah publish Terluka-2. Aku terkejut mengetahui reaksi netizen memandang negatif terhadap seorang Ibu yang menginginkan anaknya menikah. Atas nama independency life katanya. (Somehow liberalisme juga menakutkan)

Bukankah hal lumrah jika orang tua mengharapkan sesuatu pada anaknya? Sama halnya saat orang tua ingin kita juara di kelas. Entah bisa atau tidak, pada akhirnya itu kehidupan kita.

Aku tidak bisa membayangkan betapa merasa bersalahnya sang Ibu, yang melahirkan dan membesarkan anaknya, yang lebih berhak terhadap hidup anaknya, membaca komentar-komentar itu.

So, bijak berkomentar ya guys..

Winter GardenWhere stories live. Discover now