2. Bukan Pacar

69 21 38
                                    

Derit kursi yang beradu dengan lantai tercipta sesaat setelah sang dosen bertitah pada seluruh mahasiswa di kelas untuk membentuk beberapa kelompok diskusi. Dara yang sedarinya berada beberapa jarak dariku dengan sigap saja merapatkan duduk seraya tersenyum lebar ke arahku yang sejak tadi diam saja.

"Naf, gue join kelompok lo ya?" mintanya dengan cengiran khas. Aku menjawab dengan anggukan kepala singkat. Menyetujui permohonan Dara yang langsung menampakkan ekspresi girang. Ia bahkan sudah begitu semangat membolak-balik buku yang berada di tangannya sekarang.

Awalnya aku dan Dara hanya disibukkan oleh kegiatan masing-masing. Tanpa memedulikan keadaan kanan-kiri, hingga beberapa detik terlewati sebuah suara membuat perhatian kami berdua terdistraksi.

"Gue boleh gabung nggak?"

Dara menolehkan wajah ke arah sang penanya dimana ia menangkap sosok pemuda yang sesaat lalu meminta untuk bergabung dengan kelompok kami berdua. Seraya memasang ekspresi bimbang yang terlalu kentara, Dara segera menipiskan jarak padaku—mencondongkan sedikit badannya dan lanjut berbisik tepat di sebelah telinga.

"Naf, ada yang mau gabung. Gimana?" tanya Dara begitu lirih. Aku tidak langsung menjawab. Aku hanya bermain tatap, menggerakkan bola mataku untuk memperhatikan laki-laki itu sebentar sebelum mengiyakan permintaan dia. Bukan tanpa alasan aku tidak langsung menyetujuinya. Pasalnya, aku sendiri tidak kenal siapa laki-laki ini. Dia bukan teman sekelasku seperti yang aku temui setiap hari. Dia terlalu asing. Aku tidak pernah melihatnya bergabung di kelas yang sama. Hingga terlintas satu praduga yang menggerayang di otakku sekarang atas pertanyaan tentang—mungkinkah dia salah satu mahasiswa yang mengulang?

Mungkin saja benar. Entahlah. Lagi pula untuk apa juga aku peduli latar belakangnya? Itu hanya membuang-buang waktuku saja.

"Boleh," jawabku singkat.

Laki-laki itu tersenyum tipis. Wajahnya terlihat begitu sumringah sewaktu tahu aku berkenan.

"Kenalin, gue Kenny," kenalnya padaku. Aku masih tidak mengeluarkan sepatah kata untuk menjawab. Yang aku lakukan hanya memperhatikan wajahnya yang sejak tadi tidak lepas memerkan gigi depan—terus-terusan menatap wajahku dengan raut berbinar-binar.

"Dara," potong Dara spontan.

Kenny mengalihkan sebentar atensinya—tersenyum ke arah Dara sekilas. Tidak begitu lama, kemudian ia kembali beralih menatapku yang sejak tadi hanya diam.

"Kalau lo—siapa?" tanyanya padaku.

"Nafa," masih Dara yang mewakili. "Dia orangnya pemalu. Maklumin aja."

Kenny tertawa renyah mendengar penuturan Dara. Ia terus-menerus menatapku dengan matanya yang menyipit ketika tertawa.

"Gue, suka cewek pemalu."

_____

Raffa mengibaskan tangannya ketika asap vape yang diembuskan teman-temannya mengepul di depan wajah. Melihat reaksi Raffa tersebut, Haikal terbahak keras untuk menertawakan Raffa.

"Cupu, muka aja sangar. Nge-vape takut," ejek Haikal.

Raffa mengangkat pandangan dan melemparkan lirikan menyeramkan ke arah Haikal. Menunjukkan bahwa dia benar-benar tidak terima atas ocehan Haikal barusan.

"Heh, gue bukan cupu ya. Sembarangan aja lo," protes Raffa.

"Kalau ngga cupu makanya nyoba vape sama rokok dong," tantang Haikal.

Raffa diam. Ia tidak membalas lagi celotehan temannya bernama Haikal itu dan lanjut menyibukkan diri menekan layar ponselnya brutal. Fokus pada game ponsel yang saat ini dimainkan.

Kembar PosesifWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu