25. sᴄᴀʀʏ ᴛʜɪɴɢ

180 54 8
                                    

Jaemin menaruh kameranya kembali ke dalam tasnya. Dia melihat Minji kesulitan untuk membuka resleting gaunnya sendiri. Dengan inisiatifnya Jaemin menghampiri gadis itu, tentu saja itu mengejutkan Minji. Sebenarnya bila Minji membuka gaun itu di depan Jaemin tak akan masalah karena dia memakai pakaian lagi di dalamnya. Hanya saja terasa canggung dan aneh ketika seorang laki-laki membantunya membuka baju. Pipi Minji langsung saja memerah semu.

"Na, anu-aku bisa sendiri," ucap Minji ragu-ragu.

"Aku takut tangan kamu terkilir." Setelah membantu membuka resletingnya hingga bawah, Minji menahan gaun itu agar tidak jatuh.

Gadis itu pikir Jaemin akan segera pergi setelah selesai membantunya, namun itu salah. Tangannya melingkar di pinggangnya, Jaemin menenggelamkan dagunya pada bahu Minji. Menghembuskan napas di sana hingga dirasa merinding pada sekujur tubuh gadis itu. Bodohnya Minji malah mematung tak mengusir Jaemin. Satu tangannya kemudian teralih pada tangan Minji yang terasa dingin.

"Hehe, kamu kok dingin gini, sih?" ledeknya.

Minji memberengut. "NANA IH!"

Karena takut membuat gadisnya marah, Jaemin pergi meninggalkan Minji untuk berganti pakaian. Dia memilih untuk menunggu di depan studio seraya menikmati senja yang cantik di tengah kota Atlanos. Menyuguhkan kilau jingga yang memantul pada kaca-kaca gedung yang tinggi. Sesekali Jaemin tersenyum melihat semesta begitu indah dan nyaris sempurna untuk keberadaannya.

Apa benar ini semua nyata? Apa benar ia akan abadi di dunia ini, atau justru ia fana layaknya siang.

Kedua matanya kini teralihkan pada tangan kanannya. Terjadi lagi, tangannya seakan-akan menghilang. Telinganya mulai mendengar suara, seperti bunyi dari alat Elektrokardiogram. Pandangannya mengabur sesaat, kelopak matanya mendadak berat sekali untuk ia buka. Tubuhnya terasa begitu ringan dan jatuh terlentang.

Jaemin ingin sekali membuka matanya setelah merasa ada cahaya yang amat terang di sekelilingnya.

"Nana..." Seseorang memanggil namanya dari jauh. Hal yang membuatnya takut adalah, itu bukan suara Minji. Dia tidak tahu suara siapa itu.

Meski berat dia berusaha membuka matanya. Keningnya mengernyit refleks karena melihat sesuatu yang asing baginya. Jaemin melihat dirinya sendiri tengah ada di sebuah kamar yang dipenuhi foto-foto terpajang di dinding. Foto bangunan dan lainnya, seperti hasil fotonya. Namun dia tidak ingat kapan mengambil semua foto-foto itu.

Samar, semua yang ia lihat dan dengar semakin samar.

"Nana?"

Seketika saja apa yang dilihatnya berubah kembali. Jaemin menoleh mencari sumber suara yang ternyata berasal dari Minji, dia baru saja selesai berganti pakaian. Minji sebetulnya sangat khawatir karena melihat ekspresi wajah Jaemin yang ketakutan. Lantas gadis itu menghampiri Jaemin.

Dengan gerakan cepat Jaemin menarik tubuh Minji untuk mendekat, kemudian ia hapus segala jarak yang ada. Satu tangannya meraih tengkuk gadis itu, sedangkan tangannya yang lain tengah ia sembunyikan. Dia tidak ingin Minji melihatnya, sangat tidak ingin membuat gadis yang dia cintai khawatir. Dengan begini, kedua mata Minji otomatis terpejam ketika Jaemin menciumnya. Dalam hatinya dia merasa bersalah karena tidak berani untuk bercerita kalau hal ini semakin sering terjadi.

Terasa sesak hingga rongga dadanya, Jaemin menutupi ini dari Minji. Dengan hati-hati ia membuka kelopak matanya hingga dapat melihat wajah Minji dari jarak yang sangat dekat. Matanya terasa panas.

Banyak hal yang akhir-akhir ini Jaemin pikirkan mengenai kota Atlanos yang semakin aneh. Semua ini seperti tidak nyata, terlebih setelah melihat dirinya sendiri yang berubah menjadi seperti hologram. Artinya ada hal yang tidak abadi di sini, ada hal yang tidak nyata. Entah itu dirinya atau tempatnya ia berpijak sekarang. Kemungkinan besar dia akan bertemu dengan sebuah perpisahan. Rasanya begitu, seperti dia akan meninggalkan gadis ini untuk waktu yang lama.

ᴀᴛʟᴀɴᴏs || ɴᴀ ᴊᴀᴇᴍɪɴWhere stories live. Discover now