satu

74 50 117
                                    

Seorang perempuan bergamis peach itu menatap sekitarnya dengan tidak semangat. Seharusnya menunggu Reya– sahabatnya tidak akan se membosankan ini. Tapi mau bagaimana lagi, mulut boleh saja terus berbohong. Tapi hati, mana bisa?

Sikapnya selama ini kepada Adim, meski sudah setidak peduli itu, tetap saja perasaan terhadap laki-laki itu tidak akan pernah bisa pergi begitu saja.

"Yoo whatsapp gurl!"

"Wa'alaikumsalam,"

"Hehe, Assalamu'alaikum sholeh,"

"Sholehah Reya."

"Astaghfirullah, segitu berliku nya ya, hidup lo. Sampe gak bisa gua becandain sekarang," Reya jadi pundung sendiri. Sahabat Amy dari masih orok itu memang mengetahui masalah yang sedang Amy hadapi. Reya satu-satunya tempat Amy bercerita setelah Allah.

"Aku makin kalap, Ya. Gak bisa ngapa-ngapain. Maju salah, mundur pun salah," lirih Amy.

Reya mengerti, sangat mengerti dengan kondisi Amy. Di mana kalau maju ketabrak tronton, mundur juga jatuh ke jurang. Reya sangat kasihan kepada Amy. Kenapa bukan maju mundur cantik aja sih?

"Sabar My, gue gak bakal stop bilangin ke lo satu kalimat ini. Habis gelap terbitlah terang, Allah gak akan kasih cobaan yang gak bisa hambanya lewatin." Reya mengelus punggung tangan Amy, memberikan sedikit spirit kepadanya.

"Atau lo maju aja, My?" Reya merealisasikan pepatah nya.

"Kalo mundur kan lo jatuh ke jurang, seratus persen gue yakin gak bakal selamat. Sedangkan maju, ketabrak tronton paling koma sehari doang. Pilih mana? Maju kan!" jelas Reya energik.

Amy hanya bisa tersenyum miris. Reya kelewat pintar. Tapi, bukankah ada benarnya juga?

"Maju ya, Ya?"

"Heem, maju My! Lagi juga nih, ya... Gue pernah baca, kalo kita mau ambil hati seseorang, kita tuh harus keluarin semua jurus-jurus ninja hatori alias kebaikan-kebaikan kita buat orang itu,"

Amy berpikir keras. Iya kah? Adim bisa berubah dengan cara seperti itu? Meski Amy tahu hati laki-laki itu serapat apa untuk dirinya. Meski Amy tahu kepala laki-laki itu sekeras apa? Memasak saja Amy tidak diperbolehkan, biar asisten rumah tangga saja. Apalagi kegiatan-kegiatan yang lain? Memakaikan dasi laki-laki itu misalnya, bisa-bisa Amy kena tebas.

Seakan tahu kalau Amy pasti pesimis, Reya pun meyakinkannya sekali lagi, "My, percaya sama gue. Lo usaha aja belum, gimana mau tau hasilnya? Lagi juga gak ada yang namanya usaha menghianati hasil. Ada Allah juga My sama kita."

Amy mengangkat kepalanya, menatap mata Amy.

"Bismillah My, ada gue juga kalo lo butuh hiburan. Tiga ratus ribu per hari tapi, hahaha..."

Amy ikut terkekeh. Ia merasa sangat beruntung, bisa mendapat sahabat seperjuangan seperti Reya. Gadis itu tidak pernah bermuka dua, selalu apa adanya kepada Amy. Reya juga selalu menjadi support system nya. Amy sangat bersyukur. Semoga saja masih ada yang seperti Reya di tempat lain, aamiin.

"Iya, bakal aku coba Ya. Makasih bangat ya, kamu selalu ada buat aku selama ini," Amy tersenyum tulus kepada reya. Allah Maha Baik memang, mempertemukan dirinya dengan seorang Reya.

"Hahaha... Kayak doi aja gue. Kalah tuh si dia sama gue,"

Amy dan Reya tertawa bersama.

Kini Amy sudah tahu, sudah bertekad. Ia akan maju, ia akan berusaha untuk bisa mendapatkan hati Adim.

*****

Laki-laki itu terlihat sangat bahagia karena hari ini ia bisa menghabiskan full waktunya untuk perempuan yang dicintainya.

Admy (Adim & Amy) Where stories live. Discover now