31. Ilusi

642 246 42
                                    


Tiba-tiba aku merasa ada yang janggal.

Suasana di sekeliling kami menjadi sangat hening. Aku menajamkan mata untuk mengecek apa yang berubah. Suara alarm maling mobil Range Rover itu telah berhenti.

Toni memekik parau.

Di dekat portal parkiran, Lucien Darmawangsa sedang mengamati kami. Tangan kirinya memegang kunci mobil. Tatapannya bertemu denganku, dan dia mulai berlari ke arah kami.

"Selamat datang kembali, Jen," katanya

Toni menarikku mundur dan maju ke depanku. "Luc. Jangan ceroboh. Pikirkan lagi—"

Lucien mengibaskan tangan. Toni menjerit lalu terperosok jatuh. Kubangan pasir isap muncul di bawah kakinya, dan sedang menyedotnya ke dalam. 

Lucien mendengus marah. "Seharusnya aku melakukan ini dari dulu, Toni!"

Toni refleks menarik kakiku dan aku ikut membantunya keluar. Pasir isap itu begitu kuat sehingga dalam beberapa detik saja Toni sudah tenggelam sampai dada. Serangan Lucien barusan terjadi dengan begitu tiba-tiba sehingga aku tidak siap. Aku berkonsentrasi untuk membalikkan kekuatan Lucien dan memindahkan pasir isap itu ke bawah kakinya.

"Jangan ikut campur, Jen!" bentak Lucien. "Ini urusan aku sama Toni!"

Aku mendeteksi aliran chi Lucien dan berusaha mengalihkannya. Pasir isap itu meluncur ke arahnya, tetapi cowok itu melompat menghindar dengan gesit.

"Lucien! Jangan paksa aku melawan kamu!"

Lucien menggeram. Dia mengangkat kedua tangannya seperti hendak menarik bulan, dan menurunkannya bersamaan. Badai pasir menghantam lapangan itu, menggulung mobil-mobil dalam satu sapuan besar dan menghempaskan aku dan Toni ke dinding pembatas parkiran. Toni mengerang kesakitan, kepalanya berdarah karena terbentur. Kami berdua tertimbun, mataku kelilipan dan bibirku kasar penuh pasir. Cowok ini lebih kuat dari para sipir Dewan Pengendali! Aku merangkak, mencoba menstabilkan diri dan berkonsentrasi lagi untuk mengakses kekuatan Lucien, tetapi cowok itu menangkap niatku dan melecutkan tangannya. Pasir di sekeliling kami mulai berpusar dan bergejolak. Aku kehilangan keseimbangan dan terjengkang, sementara Toni tenggelam lagi dalam lautan pasir. 

Kami berdua sedang diayak hidup-hidup.

Tiba-tiba dari tengah pusaran itu terbentuk tangan pasir raksasa. Tangan itu meraup tubuh Toni seolah cewek itu hanyalah seekor anak kucing, dan melemparkannya setinggi sepuluh meter ke langit. Toni menjerit histeris, tubuhnya melayang selama beberapa detik di udara sebelum gravitasi mulai bekerja, menariknya dengan cepat ke bawah seperti meteor. Toni akan langsung tewas kalau jatuh dari ketinggian itu. Kucoba menggerakan pasir ini untuk menangkapnya, tetapi Lucien menahannya – aku masih terombang-ambing di tengah pusaran, pandanganku terhalang pasir, kakiku tak bisa berpijak. Sekilas kulihat Toni nyaris mendarat, aspal lapangan parkir yang keras siap meremukkan tubuhnya. Lucien tersenyum, puas menikmati hasil karyanya, tetapi mendadak dia berteriak keras.

Tornado mini turun dari langit dan melibas tubuh Lucien. Dari sisi lapangan yang lain, aku melihat Reo berlari sambil menggerak-gerakan tangan. Tara, Carl dan Meredith menyusul di belakangnya. Tara membuat Toni melenting naik lagi ke udara, sementara Meredith berkonsentrasi menumbuhkan daun teratai raksasa untuk menangkapnya. Carl mendekatiku dan mengubah lautan pasir yang menguburku menjadi salju.

"Aku melihat badai pasir itu dari loteng," kata Carl. "Aku langsung memberitahu yang lain. Mereka semua...."

Kata-kata Carl terhenti. Langit yang diterangi sinar lampu dari area festival mendadak gelap. Empat portal dimensi terbuka di atas keempat sudut lapangan seperti matahari hitam, memuntahkan lusinan petugas dari Dewan Pengendali.

THE NEW GIRL 2: ILLUSION [SELESAI]Where stories live. Discover now