Putus Asa

124 31 80
                                    

"Aku harap semuanya mengerti apa yang sedang kurasakan."

DEA

Pandangan Dea teralih dengan dirinya yang terbangun dari atas kasur. Ia ditembus dan melihat Dea remaja yang membangunkan Cris.

"Cris, bangun."

"Kenapa?" Cris yang terbangun merasa bingung dengan sekitarnya dan melihat Dea yang menggenggam tangannya dengan erat.

"Cris."

"I--Iya??" Terlihat Cris merasa gugup dan linglung sejenak, apalagi tersadar bahwa ia sedang tidak berada di kamarnya melainkan masih di rumah Dea.

"Gue nggak akan nyerah dari Devan. Ayo, kita ke sekolah besok!!"

Dea mendengar perkataannya sendiri dan merasa malu. Dirinya melihat Dea remaja langsung mempersiapkan buku untuk pelajaran besok.

"Tapi lo masih demam."

"Gue bukan cewek lemah!"

"Terserah lo."

Cris melihat Dea remaja yang mengabaikan perkataannya dan fokus pada aktivitasnya.

Dea yang melihat itu mencoba menyentuh Cris yang terlihat sedih. Ia tidak tau mengapa waktu itu dirinya tidak sadar dengan Cris. Ia merasa sangat menyesal melihat tatapan Cris.

"Apa Cris beneran suka sama gue? Gue sadar sih akhir-akhir ini sikap Cris lebih protektif ke gue." Dea berdiri di hadapan Cris menatap manik matanya yang melihat Dea yang satunya sedang sibuk membereskan buku sekolah.

"Maafin gue. Gue sangat egois, ya? Kenapa lo nggak ngomong sama gue?? Apa tujuan lo hanya melindungi gue? Tapi, gue kuat dan dapat bela diri, kok. Kenapa lo selalu di sisi gue yang di benci semua orang ini??" Tanpa sadar air mata Dea menetes, ia merasa telah melakukan kesalahan besar.

"Gue nggak tau apa yang harus gue lakukan nanti saat sadar. Maafin gue, Cris gue egois."

Dea mencoba memeluk sahabatnya itu, tetapi dirinya berpindah tempat lagi. Ia melihat sekitarnya dan kali ini merupakan ingatan terakhirnya disaat Cris memeluknya yang terkejut setelah mengalami kecelakaan.

"Ini?! A--Ayah ...."

Dea tertawa miris melihat tubuhnya yang penuh luka parah. Sebenarnya waktu itu ia tau bahwa dirinya sudah akan mati, tetapi tubuhnya mencoba keluar dan berdiri seakan dirinya tidak mengalami kecelakaan itu.

Ia hanya merasa jantungnya terlalu cepat dan napasnya sesak, pikirannya di penuhi kejutan akan kematian yang berusaha menghampirinya dan ayahnya. Untungnya kecelakaan itu tidak mengenai kepalanya, namun Dea melihat ayahnya yang kehilangan hembusan napas terakhirnya dengan tersenyum.

Ia sangat takut waktu itu, bahkan rasa sakit disekujur tubuhnya seakan mati. Pikirannya hanya berfokus kepada ayahnya yang baru menghabiskan waktunya selama beberapa jam setelah bertemu dengannya.

Dea kembali menangis, tetapi sekarang ia sesekali tertawa. Ia sudah tidak ingin kembali ke kehidupan yang baginya tidak adil ini dan menyalahkannya. Yang ia rasakan hanya penderitaan dan rasa sakit.

Perasaan menyerah yang ada di dirinya kembali lagi, ia teringat dengan hal yang setiap dilakukannya selalu salah di mata orang lain. Apa saat dirinya sadar akan ada orang yang peduli kepadanya???

Dea melihat sekelilingnya, semuanya kembali gelap setelah ingatan terakhirnya itu. Orang yang ada di sisinya hingga akhir hanya sahabatnya yang ia lihat.

DEA ✓ (WM) TERBITWhere stories live. Discover now