Part 30

205 25 0
                                    

Rumah Sakit

"Jadi gimana kabarnya nih Nabilla."tanya bunda Dinta di sela sela percakapan kita bertiga di kamar rumah sakit.

"Ya begini bun alhamdulillah baik dan waras ehehe. Oh iya bun, udah lama banget ya Nabilla gak nyicipin kue buatan bunda."

"Iya biasanya kan kamu ikut buat kue bareng."

"Yeaeey yang ada Nabilla rusuh pas buat kue waktu itu kali bun."ucap Qia menyangkal.

"Namanya aja kan belajar loh Qi. Jadinya perlu tanya ini itu biar paham."

"Iyaiya deh sebahagia loh deh Bil."balas Qia dengan ngalahnya.

"Oh iya Qi, bunda minta tolong beliin makan di kantin boleh?"

"Oke bun. Aku ke kantin ya. Oh iya bil, gue titip bunda jaga baik baik sebentar doang ya."

"Oke siap. Hati hati Qi."

"Iya siap makasih."lantas Qia pun menuju kantin, sehingga kini gue berdua bersama bunda Dinta.

"Oh iya sebenarnya bunda masih penasaran sama hubungan kamu dan Rey."

"Rey siapa bun?"perasaan gue gak pernah deket sama yang namanya Rey kan ya? Heran deh.

"Oh iya lupa, maksudnya Afrtan."

"Oh maaf sebelumnya bun, Nabilla sama mas Afrtan sebenarnya udah nikah."

"Looh kok bisa?"tanya bunda dengan sirat kecewa dan sedih gitu.

"Ada kejadian yang gak seharusnya terjadi bun, jadi ya begitu kami nikah mendadak."

"Terus ayahnya Afrtan datang?"

"Gak bun. Kenapa emang?"

"Syukurlah."

"Oh iya bun, maaf banget kalo Nabilla nanya ini nanti menyinggung perasaan bunda. Tapi kalo gak terjelaskan, Nabilla jadi bingung sendiri."

"Iya gak papa tanya aja. Bunda siap kok."

"Jadi sebenarnya kenapa mas Afrtan seperti benci banget sama bunda?"

"Bunda sampai sekarang masih terhantui rasa bersalah Bil. Udah banyak cara bunda coba buat mendekat ke Afrtan tapi nihil gak bisa. Memang awal dari segalanya bunda yang memulai kerumitan ini."

"Maksudnya gimana bun? Nabilla kurang paham mencerna."

"Kamu dampingi dan selalu dukung Afrtan ya Bil. Buat dia bahagia dan titip rindu bunda buat dia. Sudah cukup selama ini dia menderita kekurangan kasih sayang dan banyak mengalami tekanan dari bunda maupun ayahnya."

"InshaAllah bun, Nabilla usahakan."

"Terima kasih ya Bil. Bunda sayang sekali sama Afrtan. Rasanya bunda ingin permintaan terakhir bunda bisa dipeluk hangat sama anak lelaki bunda dengan bangganya."

"Semua akan berjalan membaik inshaAllah bun. Yang penting bunda harus selalu semangat melawan penyakit bunda. Biar nanti keinginan bunda bisa terwujud."

"Aamiin. Bunda bahagia Afrtan memiliki pendamping kamu."ucap terakhir bunda lantas dia menangis tergugu yang menjadikan gue mengusap bahunya pelan.

Ting

"Siapa yang telfon Bil?"tanya Bunda Dinta ketika HP gue bunyi.

"Sebentar Nabilla angkat dulu ya bun."balas gue tanpa memberitahu ke bunda. Secara yang telpon si mas tan.

"Assalamualaikum. Halloo hay mas sin per cos. Ada apa gerangan telpon saya?"percakapan pembuka gue mengawali telpon dengan Afrtan. Yang pasti jarak gue sama bunda agak menjauh jadi gak kedenger kayaknya sih.

The Reality is Fate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang