1. Stranger

2K 304 71
                                    

LUGIA merupakan sebuah kota dengan peradaban yang sangat maju. Terdapat jalur rel kereta api berkecepatan cahaya mengambang di udara, ketika para pengunjung dari kota lain masuk kesana. Kota itu identik dengan warna ungu. Cahaya lampu-lampu neon nampak berjajar sepanjang mata memandang dari setiap sudut gedung-gedung pencakar langit.

Pesawat dengan teknologi canggih berukuran sebesar mobil sport berseliweran di atas langitnya yang hitam keunguan. Tidak ada bulan dan awan di kota itu. Ketika mendongak, hanya nampak tiga sampai dua planet besar atau mungkin bintang menghiasi langit malam kota Lugia. Begitu indah melebihi aurora. Monokrom warnanya yang senada sangat memberi kesan istimewa.

Di sebelah selatan kota, terbentang lautan dengan air yang berwarna hitam. Tidak ada pasang surut, tidak ada ombak sama sekali. Airnya tenang dan diam seolah-olah jika siapapun menginjakkan kaki kesana bisa menapak pada permukaannya. Di atas lautan nampak planet yang paling besar menghiasinya bersama bintang-bintang gemerlapan.

Kesibukan di kota Lugia terlalu padat dan tak bisa diganggu gugat. Hampir para penghuni kota itu tidak punya waktu hanya untuk saling menyapa. Individualisme kental disana, menjadi ciri khas para penduduk kota itu. Disana, pekerjaan paling dielukan, terutama para scientis yang mendedikasikan diri untuk ilmu pengetahuan.

Di pusat kota, terdapat sebuah bangunan yang menyerupai kastil sebagai pusat pemerintahan. Tak jauh dari kastil tersebut, sebuah bar bertuliskan SOLO. Di dalam bar bernuansa ungu hitam itu seorang pria bernama Jay Park tengah menikmati minumannya sambil memperhatikan kerumunan orang-orang yang menari, terfokuskan mengintai orang-orang disana.

Tiba-tiba saja atap dari bar tersebut bergemuruh, musik yang mengalun dari humanoid yang bekerja sebagai DJ langsung berhenti. Gemuruh itu menyita perhatian Jay, pasalnya tak pernah ada lagi petir menyambar di kota Lugia sejak ia bisa mengingat. Lalu suara apa itu yang sedang mengguncang bar atau mungkin distriknya?

Jay terus memicing menatap langit-langit bar yang remang, hanya ada ukiran-ukiran abstrak yang orang anggap sebagai seni tapi Jay lebih suka menyebutnya sampah. Nampak bayangan kecil mendekat dari atap kaca transparan itu, dari langit seperti bintang jatuh, tetapi pendengaran tajam Jay bisa menangkap suara orang berteriak, menggema sampai bayangan kecil itu membesar semakin dekat pada atap.

"Everybody get down!" Jay berteriak, mengerahkan udara di seluruh paru-parunya.

Semua orang mengikuti arahannya dan benar saja suara atap kaca yang pecah karena tertubruk sesuatu yang menyita perhatian Jay tadi, sesuatu atau orang itu jatuh tepat di atas Jay yang baru saja akan menunduk. Posisinya, orang tersebut menindih tubuh Jay yang terbaring di bawahnya, merintih kesakitan.

Dan sialnya, bibir mereka menyatu karena kejadian itu.

"Huwa! Eomma! Bibir Wonie sudah tidak perawan lagi!" Sosok asing yang mengenakan kemeja putih dan celana hitam selutut itu langsung menarik diri dari Jay, menduduki perut yang lebih tua lalu menangis keras disana menutup bibir tipisnya dengan tangan.

"Menyingkir dariku brengsek!" Jay tentu saja tidak peduli. Ia tidak suka orang yang suka merengek seperti sosok asing di atas tubuhnya kini.

Disingkirkannya tubuh langsing sosok manis itu agar Jay bisa mendudukkan dirinya. Orang-orang di bar langsung mengerumuni mereka. Ada yang marah, ada juga yang penasaran akan apa yang baru saja terjadi. Tapi tetap banyak yang tak peduli dan memilih untuk melanjutkan urusan masing-masing, ketika musik DJ kembali mengalun.

"Tanggung jawab! Tanggung jawab! Huwee! Kembalikan ciuman pertama Wonie!" Sosok asing tadi memukuli bahu Jay dengan kedua tangan ketika beberapa droid muncul dari pintu masuk, terbang menuju atap dan mulai memperbaikinya mulus seperti semula.

Lugia ✦ JaywonOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz