27. Sacrifice

451 75 10
                                    

JUNGWON memeluk tubuh Jay yang tergeletak tak bernyawa itu. Dia membawa kepala Jay dalam pelukannya, memberikan kecupan demi kecupan pada bibir dan kening sang profesor terbaik di Lugia.

"Yang Jungwon," lirih Niki. 

Air matanya menetes sealiran merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang selama ini menjadi poros kehidupannya, sosok seorang yang sangat ia hormati melebihi orang tuanya sendiri, sosok yang sudah menjadi layaknya seorang kakak untuknya.

"Dia akan bangun lagi kan?" Jungwon merintih, memandangi wajah damai Jay dan terus mengelus helaian rambutnya, rambut dari seseorang yang bisa disebut sebagai kekasihnya.

"Aku tau ini berat tapi kita harus segera membakar jasadnya." Niki yang sebisa mungkin tidak mau dikuasai emosinya, tetap mengedepankan logika.

"Jay pasti bangun lagi. Dia pasti bangun. Kenapa kau menyuruhku membakar jasadnya? Dia pasti akan merasa kesakitan." Jungwon mengencangkan tangannya memeluk kepala Jay dalam dekapan.

"Jungwon, dia sudah tidak bernyawa. Semua mahluk hidup yang sudah tidak bernyawa harus segera dikremasi. Berhenti menangis untuknya!" Niki semakin membujuk sang penyihir meski dirinya sendiri menahan tangis.

"Diam!" Jungwon menggertak, emosinya yang kuat sampai membuat lampu dalam ruangan berkedip tak beraturan.

Niki dan para droid rumahan ketakutan. Tapi melihat ekspresi mereka, Jungwon segera menenangkan dirinya sendiri. Meski sudah mencoba, ruangan yang mereka tempati tetap semakin meredup hingga gelap total sampai radius beberapa meter.

Sampai-sampai droid petugas distrik harus mencari sumber yang mematikan energi listrik di distrik tempat tinggal Jay. Sedangkan Jungwon dan Niki yang masih berada di dalam, total terselimuti kegelapan.

Sosok seseorang dengan tinggi sama seperti Jungwon hadir di tengah-tengah mereka. Dia masih mengenakan pakaian serba putih khas pasien rumah sakit jiwa. Kedua bola matanya yang berwarna hijau terlihat menjadi satu-satunya cahaya setelah bulan planet Lugia.

"Kim Sunoo ..." Jungwon melirihkan namanya. Orang itu sekarang berada tepat di hadapannya.

Niki bisa melihat Sunoo melayang, tidak bisa dijelaskan peristiwa ini dengan jurnal-jurnal ilmiahnya. Orang itu melawan hukum gravitasi dan Jungwon adalah tujuannya. Niki bisa melihat Sunoo meletakkan kedua jempolnya di masing-masing pelipis Jungwon.

Sampai sang penyihir muda tidak bisa bergerak, ikut melayang dengan tinggi bersama Sunoo. Jungwon mulai memasuki alam yang hanya bisa dimasuki oleh penyihir seperti dirinya, maupun Jay yang juga berdarah campuran.

Sebuah hamparan padang rumput dengan langit biru muda tanpa awan menjadi kanvasnya. Jungwon berjalan seorang diri memakai pakaian serba putih, menuju sebuah pohon besar, pohon beringin yang di bawah sana ada seorang perempuan duduk bersandar pada pohon tersebut.

Di samping perempuan itu ada Jay dan Sunoo kecil yang terlelap bersandar padanya. 

"Anda ..." Jungwon mencoba menyapa, mengumpulkan ingatan yang sempat berceceran di Lugia.

"Aku tidak mengira dia akan mengorbankan dirinya untukmu. Mungkin memang sudah saatnya aku mengorbankan diriku dan mengembalikan Sunoo pada kehidupannya yang baru."

"Aku minta maaf. Harusnya aku yang melindungi Jay, bukan sebaliknya." Jungwon mulai menangis lagi mengingat apa yang kini Jay lakukan dalam realitanya.

"Tidak perlu Jungwon. Takdir mengikat kita tapi ini bukan tempatmu."

Jungwon menggigit bibir bawahnya. Udara disana begitu dingin dan membekukan nafasnya. Tempatnya indah tapi mencekam seperti tempat orang mati. Dalam pikirannya, ia mengira bahwa dirinya ada di tempat Jay yang kini akan berpindah ke alam selanjutnya. 

Lugia ✦ JaywonWhere stories live. Discover now