15| Bentrok

23.4K 4.4K 4K
                                    

Spam komentarnya yuk. Vote nya juga jangan lupa...

Random question:

1. Jam berapa kamu dapat notif Sangga?

2. Apa yang kamu tunggu dari Sangga?

3. 3 warna favorit kamu?

4. Dafian atau Bima?

~happy reading~

"Den Sangga, tuan Renald menelepon. Katanya mau berbicara sama den Sangga," ujar bu Sri, asisten rumah tangga di kediaman Dinata.

Sangga melenguh pelan, meletakan  kado Aludra di atas meja lantas ia turun ke bawah mengangkat panggilan dari Renald.

Sudah tahu sakit tapi baik Renald dan Sintia enggan pulang. Mereka malah masih berada di Singapura, memang uang lebih berharga daripada anak. Untung saja Sangga sudah terbiasa, namun Sangga tak bisa membohongi dirinya sendiri jika ia kerap merasa marah dan kecewa.

Tapi sudahlah, terus mengeluh dan mengasihani diri sendiri tidak akan menghasilkan apapun. Yang ada Sangga malah semakin terkesan menyedihkan.

Dengan gerakan enggan, Sangga mendekatkan telepon itu ke arah telinganya. Sejenak ia terdiam, Sangga bisa mendengar suara Renald tengah berbicara dengan Sintia mengenai proposal yang akan digunakan untuk meeting besok.

"Mau sibuk sendiri atau saya matikan saja teleponnya," ujar Sangga datar.

"Ah sorry, papa masih ada sedikit pekerjaan. Bagaimana keadaan kamu sekarang?"

"Baik."

"Kata Clarissa kamu selalu mengusir dia setiap datang ke rumah. Kenapa kamu lakukan itu? Apa kamu tidak bisa bersikap lebih sopan. Bagaimana pun juga Clarissa adalah calon istri kamu, Sangga." Suara Renald nampak menggeram marah dari seberang sana. Dan Sangga tak mempedulikan hal itu.

"Apa papa tidak punya hati? Saya dituntut papa untuk menjadi sempurna. Papa meminta saya untuk belajar bisnis, saya lakukan. Papa meminta saya untuk menjadi bintang di kelas, dan saya lakukan. Kenapa untuk urusan percintaan saya pun papa ikut mengaturnya. Sebenarnya, saya ini anak papa atau boneka papa yang dimanfaatkan untuk bisa menghasilkan banyak uang?" Sangga berkata dengan begitu lancarnya. Dadanya bergemuruh hebat, namun tak ayal ia merasa sedikit lega karena bisa mengeluarkan keluh kesah yang selama ini Sangga rasakan.

Sangga begitu tertekan, tapi Renald tak pernah mau memahami apa kemauannya. Saat Sekolah Dasar Sangga tak pernah ada waktu untuk bermain. Setiap hari Sangga disibukkan dengan kegiatan les juga beberapa kegiatan yang sudah Renald atur. Sangga kecil tak bisa membantah, bahkan Sangga tak mempunyai teman. Satu-satunya teman yang Sangga punya hanya Yeppo, kelinci abu-abu yang ia dapatkan dari paman-nya ketika berulang tahun yang ke-9. Tapi kelinci itu harus pergi karena Renald yang sudah membuangnya.

Bagi Sangga kehidupan yang ia jalani tak pernah didasari dengan keadilan. Sangga terlahir sebagai anak orang kaya, tapi untuk mendapatkan kasih sayang Sangga tak seberuntung teman-temannya.

Kadang Sangga berpikir, sepertinya dia hanya boneka kecil di keluarga Dinata. Kadang pula Sangga menanyakan statusnya di keluarga Dinata. Apa benar ia adalah anak dari Renald dan Sintia? Mengapa sikap Renald begitu tegas dan kasar padanya? Tak bisa Sangga pungkiri, ia ingin sekali hidup bebas seperti teman-temannya yang lain.

"Jangan memaksa saya," ujar Sangga.

"Clarissa anak yang baik. Kamu akan bahagia bila nanti hidup bersama dia."

SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang