03: Day and Night

469 87 190
                                    

Terkadang, seperti angin, momen itu muncul di benakku
Seperti kenangan lama yang membuatku tersenyum

....

Aku ingin memelukmu erat
Di penghujung hari yang berat
Aku harap, akulah tempatmu bersandar

🎶Day & Night, Jung Seung Hwan🎶

🍃

Sepasang manik yang tampak sendu itu menatap lekat pada pantulan dirinya di cermin. Membiarkan air kran yang terbuka itu mengalir, Renjun terdiam bersama dengan segala macam pertanyaan yang ia tujukan untuk dirinya sendiri. Pertanyaan yang Renjun sendiri bahkan tidak tahu harus menjawabnya bagaimana dan jawaban seperti apa yang seharusnya bisa ia berikan.

"Injun, tolong jaga Juju yaa"

"Iya, Kak. Injun janji bakal jagain Juju!"

Sekelebat ingatan mengenai percakapannya dengan seseorang yang telah memberikannya amanah itu, seketika membuat Renjun kembali menunduk dalam-dalam. Renjun ingat dengan jelas bagaimana dirinya yang waktu kecil nan polos itu sangat bersemangat saat menerima perintah tersebut.

"Maaf, Kak..." bisik Renjun yang kemudian memejamkan matanya. Membiarkan bulir bening itu jatuh bebas dari pelupuk matanya, bersamaan dengan sesak di dalam dada yang kian terasa. Tak ada seorang pun yang tahu, dosa seperti apa yang telah membuat Renjun menahan sakitnya seorang diri dan tak seorang pun yang dapat melihat bagaimana bergetarnya bahu pemuda yang rapuh itu.

Setidaknya begitu hingga selang beberapa menit kemudian, seseorang datang memanggil Renjun sembari menepuk bahunya, cukup membuat Renjun terkesiap.

Lee Jeno, dia orangnya. Tanpa menoleh sedikitpun, Renjun mengenal dengan baik suara teman sebangkunya itu. Dan kini, Jeno diam-diam mencoba mengintip wajah Renjun yang menunduk tapi Renjun memalingkan wajahnya, mencoba menghindar.

"Kenapa? Sakit?" tanya Jeno yang kembali berdiri tegak dan menatap punggung temannya itu.

Renjun hanya menggeleng dan membiarkan Jeno terdiam cukup lama sebelum kemudian berucap, "Aku tunggu di luar ya." Renjun lagi-lagi mengangguk tanpa melihat lawan bicaranya dan membiarkan Jeno pergi meninggalkannya.

Setelah memastikan Jeno keluar, Renjun kembali mengangkat wajahnya. Cepat-cepat ia membasuh wajahnya lagi dan mengeringkannya. Setelah itu, Renjun bergegas keluar dari toilet, karena kemungkinan Jeno masih menunggunya di luar.

Benar saja. Setibanya di luar, Renjun segera menemukan Jeno yang menunggunya dan kini pemuda itu memandanginya dengan kedua tangan yang bersedekap. Sorot matanya yang serius itu memperhatikan Renjun dengan seksama. Kalau sudah begini, Renjun hanya bisa menelan salivanya bulat-bulat, diam tak berkutik. Takut jika dirinya membuat Jeno marah karena sudah membuatnya menunggu lama.

"Lesu banget, beneran nggak apa-apa?" tanya Jeno.

Mendengar itu, Renjun sedikit bernapas lega dan menganggukkan kepalanya. "Nggak apa-apa kok," jawab Renjun.

"Oke," kata Jeno sembari mengangguk mengerti, tak ingin mempertanyakan lebih jauh mengenai sikap Renjun yang lebih banyak diam setelah tiba-tiba keluar di pertengahan jam kelas pertama. Kini, Jeno dengan akrab merangkul pundak Renjun, membawa pemuda itu berjalan beriringan. "Kalau gitu sekarang kita balik ke kelas, bentar lagi masuk," ajak Jeno yang kemudian menampilkan senyum lebarnya.

Keakraban yang diperlihatkan Jeno pada Renjun itu tak jarang membuat warga sekolah merasa damai saat melihatnya, sekan mereka baru saja melihat pemandangan yang indah nan menenangkan hati antara dua murid teladan tersebut. Tak jarang beberapa siswi yang berkeliaran di kelas mengabadikan momen tersebut dari kejauhan dengan kamera ponsel jika mereka merasa segan untuk mendekat apalagi menyapa.

SUN AND MOON || HAECHANDonde viven las historias. Descúbrelo ahora