13: Lockscreen

242 48 43
                                    

"Semuanya terasa menyedihkan saat tahu bahwa aku tidak bisa kembali lagi ke dalam pelukan mereka"

🍃


Haechan tidak menyangka jika hingga detik ini, ia masih berada di dalam tubuh Heejoo. Entahlah, Haechan seakan lupa bagaimana caranya agar bisa keluar dari tubuh Heejoo. Biasanya ketika ia merasuki tubuh manusia lainnya seperti Park Jisung, Haechan hanya akan keluar dengan mudah.

Saat Haechan menginginkan untuk keluar, maka Haechan akan memejamkan matanya dan keluar dari tubuh tersebut atas kehendaknya. Tapi itu semua tidak berlaku saat dirinya berada dalam tubuh Heejoo. Sudah sejak tadi ia memejamkan mata mencoba untuk keluar. Namun saat ia membuka matanya kembali, ia masih berada dalam tubuh Heejoo.

Dan sekarang arwahnya terjebak di dalam tubuh Heejoo.

Haechan menghela napasnya. Sudah 1 jam ia duduk bermenung di halte bus yang lokasinya tak jauh dari sekolah. Menatap kosong punggung orang-orang yang satu persatu menaiki bus yang berhenti.

Sekarang, aku harus kemana? Pertanyaan seperti itu berulang kali terlintas dalam benaknya. Masalahnya, Haechan tidak tahu dimana rumah Heejoo. Jadi kemana ia harus membawa tubuh ini?

Ponsel Heejoo sejak tadi berada di tangannya dan untungnya Heejoo tidak mengatur password untuk membuka layar ponselnya. Sangat memudahkan Haechan tentunya. Meskipun begitu, Haechan tak menemukan alamat rumah di dalam ponsel Heejoo dan kini Haechan tengah menimang-nimang apakah ia harus menghubungi nomor kontak yang diberi nama 'Ayahku♡' itu. Haruskah Haechan menghubungi ayah Heejoo dan menanyakan dimana alamat rumahnya?

"Eiii, jangan, jangan." Haechan menggeleng, tidak mungkin ia bertanya seperti itu.

"Atau aku minta jemput saja?" Namun detik berikutnya, Haechan kembali menggeleng kuat. Kalau ia dijemput ayah Heejoo dan kemudian berjalan bersama, maka suasananya akan terasa canggung.

"Terus aku harus gimana?" ucapnya yang tanpa sadar sedikit berteriak frustasi, membuat orang-orang yang baru saja menginjakkan kaki di halte tersebut seketika meliriknya dengan tatapan aneh. Haechan yang malu lantas menundukkan wajahnya. Mulutnya komat-kamit, merutuki kebodohan yang baru saja ia lakukan.

Maaf, Heejoo.

Jujur saja, terkadang Haechan sering lupa dengan posisinya sekarang. Biasanya Haechan bebas berteriak sesuka hati tanpa ada yang bisa mendengarnya. Tapi sekarang, saat dirinya sedang berada di dalam tubuh manusia dan terlebih Heejoo adalah seorang gadis, dia mau tak mau harus menjaga sikapnya. Demi nama baik Moon Heejoo.

"Kau kenapa?"

Haechan mengangkat wajahnya ketika suara itu terdengar di sekitarnya, lalu menoleh ke samping dan menemukan seorang pemuda yang baru saja mendaratkan bokongnya di samping Heejoo. Maniknya menatap pemuda itu dengan penuh tanda tanya. Tampak tak asing.

Huang Renjun?

Dia yang kemarin itu kan? Yang menarik tangan Heejoo waktu di atap?

Dia teman Heejoo atau musuh Heejoo?

Renjun yang ditatap lama oleh Heejoo hanya mengulum senyum di bibirnya. Detik kemudian ia mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Renjun tentu saja gugup. Sangat tidak biasa Heejoo memandangi wajahnya dalam waktu yang lama. Biasanya gadis itu tidak pernah melakukannya. Sepengalaman Renjun, Heejoo hanya akan memalingkan wajahnya dari Renjun.

"Kau terlihat berbeda hari ini."

Berbeda? Ah, tentu saja Huang Renjun.

Haechan tertawa dalam hati dan kemudian memalingkan wajahnya dari Renjun. Sadar kalau dari tadi ia memandangi Renjun terlalu lama.

"Kau tidak ingin menyerah dengan Minjung?"

Haechan menoleh dan kemudian terkekeh pelan. "Untuk apa menyerah, aku sama sekali tidak salah."

"Menyerah saja atau masalahnya akan menjadi semakin panjang."

Haechan menarik panjang napasnya. Menatap Renjun dengan sorot matanya yang kesal. "Kau ini apa-apaan sih? Bisa-bisanya kau menyuruh Heejoo untuk menyerah."

Renjun sedikit terkesiap mendengar cara berbicara Heejoo yang berbeda dari biasanya. Tak mau ambil pusing, karena jarang sekali Renjun bisa berbicara dengan Heejoo, Renjun kembali menjawab dengan tenang. "Aku mengatakan ini demi kebaikanmu."

Haechan tertawa sumbang mendengar kalimat yang keluar dari bibir Renjun. "Demi kebaikan?" tanya Haechan lagi di tengah tawanya.

Renjun mengangguk pelan, membuat Haechan memutar bola mata kesal dan kemudian berdecih. "Apanya yang demi kebaikan? Menyerah dan membiarkan orang lain kembali menindasmu? Apakah itu baik untukmu? Apakah kau akan bahagia pada akhirnya? Enggak, 'kan?!"

Haechan menghembuskan napas kasar. Lantas memilih untuk bangkit dari tempat duduknya. Menatap Renjun yang kini terdiam memandanginya. "Kalau kau memilih untuk menyerah pada mereka dan mengatakan bahwa yang kau lakukan itu demi kebaikanmu, itu artinya kau pengecut. Kau takut dengan mereka. Tapi, aku, sama sekali tidak takut dengan mereka! Jadi jangan pernah lagi kau menyuruhku untuk menyerah!"

Dengan amarah yang masih menggebu-gebu, Haechan lantas pergi. Meninggalkan Renjun yang masih tercengang. Terserah, Haechan tidak peduli. Masalahnya Haechan tidak suka jika dirinya disuruh menyerah begitu saja. Padahal Haechan tidak salah apa-apa. Bagi Haechan, pantang untuk mundur selagi dirinya benar.

"Dia itu sebenarnya teman Heejoo atau bukan? Kalau teman, harusnya saling mendukung ‘kan. Ini kenapa malah sebaliknya," gerutu Haechan di sepanjang jalannya.

"Kalau Heejoo tahu ini, aku yakin, seratus persen yakin, Heejoo pasti bakal kecewa terus marah sama orang itu. Huhh, nggak bener emang itu orang. Pantesan aja waktu di atap Heejoo kayak nggak suka pas orang itu tarik-tarik tangan Heejoo."

Haechan pikir, selain Kim Minjung dan antek-anteknya yang sangat meresahkan, Huang Renjun juga patut diwaspadai. Masalahnya, dari pengamatan Haechan hari ini di kelas, Huang Renjun yang merupakan ketua kelas, tampak biasa-biasa saja atau bahkan seolah tak peduli dengan apa yang terjadi antara Heejoo dan Minjung. Normalnya, kalau ketua kelas melihat ada salah satu temannya yang ribut atau bahkan saling adu mulut, dia akan turun tangan dan jadi penengah. Nah, berbeda dengan Renjun. Haechan perhatikan selama ia ribut dengan Minjung di kelas, Renjun terlihat sibuk belajar di bangkunya bersama satu murid lain yang entah siapa namanya Haechan tidak tahu.

Bahkan sampai detik ini, membuat Haechan geleng-geleng kepala setelah menyadari bahwa tidak ada satupun manusia yang beres di kelas Heejoo.

Ngomong-ngomong, mau sampai kapan Haechan akan berjalan tak tentu arah seperti ini?

Sekali lagi, Haechan menghela napas panjang. Kembali melihat ponsel Heejoo yang masih berada di tangannya. Haruskah ia menghubungi ayah Heejoo sekarang? Sebab, hanya itu satu-satunya cara agar tubuh ini bisa kembali ke rumahnya.

Setelah dipikir-pikir kembali, Haechan akhirnya memutuskan untuk mencari kembali kontak ayah Heejoo. Lupakan rasa canggung yang akan menyelimutinya selama perjalanan ke rumah nanti. Yang penting bisa pulang.

"Aku harus bilang apa nanti ya?" gumam Haechan terlihat gugup.

Lama Haechan mengamati layar ponsel Heejoo yang menampilkan kontak ayah Heejoo, sembari terus melangkahkan kakinya tanpa memperhatikan sekitarnya. Benar, yang Haechan lakukan sekarang ini bukanlah tindakan yang bagus. Akibat dirinya yang terlalu fokus pada ponsel, Haechan sampai tak sengaja menabrak pejalan kaki lainnya.

"Maaf," ucap Haechan yang berulangkali membungkukkan badannya, meminta maaf.

"Ah, tidak apa-apa. Saya juga salah tadi karena jalan terburu-buru," ucap pemuda itu sembari mengambil ponselnya yang sudah tergeletak di jalan karena jatuh.

Haechan hanya mengangguk sopan dan kembali melanjutkan langkahnya setelah mengambil ponsel Heejoo yang juga jatuh karena insiden barusan. Memang tidak baik jika menggunakan ponsel sambil berjalan, pikir Haechan. Walaupun begitu, Haechan tetap mengulanginya lagi.

Dilihatnya ponsel Heejoo, untungnya masih aman. Hanya lecet sedikit. Selanjutnya, Haechan mencoba untuk menyalakan ponsel Heejoo, takut-takut kalau ponsel Heejoo rusak gara-gara jatuh tadi. Namun, langkahnya seketika terhenti ketika melihat foto yang ada pada lockscreen ponsel tersebut.

"Bukankah ini … aku?" Maniknya terpaku pada foto tersebut yang memperlihatkan dua orang pemuda dan salah satunya terlihat seperti Haechan.

"Permisi, sepertinya ponsel kita tertukar," ucap seseorang yang baru saja tiba di sampingnya.

Haechan menoleh, pemuda yang tak sengaja bertabrakan dengannya tadi kembali lagi. Pemuda yang tubuhnya lebih tinggi dari Heejoo itu tersenyum sembari mengulurkan tangannya. Memberikan kembali ponsel Heejoo. Namun, Haechan hanya diam memperhatikan ponsel pemuda itu yang masih berada ditangannya.

"Foto ini … kenapa ada aku di dalamnya?" gumam Haechan terdengar bergetar. Tak peduli jika setelah ini ia dikatakan tidak sopan atau semacamnya. Haechan hanya ingin tahu, apakah orang ini ada kaitannya dengan kehidupan Haechan sebelumnya.

“Apa maksudmu?" Pemuda itu tampak bingung.

"Maksudku … siapa pria yang ada di sampingmu ini?" tanya Haechan sembari menyerahkan kembali ponsel tersebut kepada empunya.

"Aaah, ini..." Pemuda itu mengambil ponselnya kembali, tersenyum hangat memandangi layar ponselnya yang menyala.

"Dia adikku."

"Apa? Adik?"

Pemuda itu mengangguk.

"Sungguh?" tanya Haechan lagi, mengabaikan pertanyaan pemuda itu. "Apa dia sungguh adikmu?" tanya Haechan. Kali ini kedua tangannya mengguncang lengan pemuda itu.

“Hei, ada apa denganmu?!" tanya pemuda itu tampak risih.

Haechan perlahan menghentikan aksinya. Bukan karena pemuda itu yang menghentikannya, melainkan karena potongan ingatan yang tiba-tiba muncul memenuhi isi kepalanya. Walau kepalanya terasa sakit, Haechan sebisa mungkin menahannya.

"Haechan, hati-hati ya. Tolong sampaikan salam kakak pada Bunda."

"Kakak beneran nggak mau ikut?"

"Tak apa. Kakak di sini saja sama Ayah. Kalau kakak juga pergi, nanti yang lainnya akan curiga."

"Tapi, Kak..."

"Tolong jaga Bunda di sana, ya..."

Haechan terdiam menatap pemuda yang masih berdiri di hadapannya itu. Pemuda itu ada di dalam ingatannya yang muncul beberapa detik lalu dan Haechan tanpa sadar memanggilnya kakak.

"Kakak..."

Satu kata itu lolos dari bibirnya, sebelum tubuh yang Haechan tempati itu jatuh tak sadarkan diri dalam pelukan pemuda itu.

Detik itu juga, Haechan berhasil keluar dari tubuh Heejoo.

SUN AND MOON || HAECHANOù les histoires vivent. Découvrez maintenant