8

463 74 8
                                    

Semilir angin membawa daun kering berguguran, kotori pemakaman Beomgyu yang sudah dibersihkan Hueningkai sebelumnya.

"Ini. Sepatu untukmu."

Taehyun bergerak kaku menerima uluran sebuah kotak dari Hueningkai, nampak ragu menerima.

"Sebenarnya, itu hadiah untukku kalau memenangkan kontes. Tapi ukurannya salah, juga warnanya bukan seleraku sekali. Itu, kurasa lebih cocok untuk kamu."

Setelah terbuka, Taehyun terkejut bukan main. Benar-benar cocok sekali sesuai seleranya.

"Aku sendiri sampai mengatainya bodoh, sebab sempat-sempatnya dia memikirkanmu disaat memilihkanku sepatu."

Taehyun senantiasa diam, dengarkan segala ocehan Hueningkai. Barangkali ada lagi ribuan kisah yang ingin orang itu sampaikan. Semuanya, tentang kekasih palsunya.

"Sampai sekarang, aku masih belum mengerti atas segala tindakan kalian berdua-yang saling menyakiti. Aku ingat sekali, dulu semasa taman kanak-kanak, kita bermain layangan dekat sungai tepi gereja. Mencari serangga, lalu menakuti Kak Beomgyu pakai serangga itu."

Masih menangis dalam hening, mereka berdua larut dalam kecamuk pikiran masing-masing.

Sampai Hueningkai berbalik badan, mungkin ceritanya akan segera berakhir. Dan Taehyun, banyak sedikit tidak merelakannya.

"Asal kamu mau tau, aku dan Kak Beomgyu sudah melepaskan ikatan keluarga dengan wanita jalang itu. Bahkan Kak Beomgyu rela berangkat kerja walau saat itu hujan sedangkan dirinya sendiri alergi dingin dan tak bisa menolerir air hujan. Belikan aku sepatu, meskipun zonk. Tapi, ah, kurasa aku terlalu banyak bicara. Aku pergi dulu, Kang Taehyun. Sampaikan pada Junho, nanti malam tak perlu mendatangi rumahku. Aku bisa masak sendiri,"

Punggungnya sedikit demi sedikit mengecil, kemudian hilang pada pertigaan jalan. Hueningkai sudah pulang, tinggalkan Taehyun yang setia berdiri menjulang.

"Beomgyu, selamat. Perasaanmu tak lagi bertepuk sebelah tangan," lirih Taehyun setelah mengganti alas kakinya dengan sepatu pemberian Hueningkai.

Tertawa kencang, juga menangis berang. Taehyun bingung harus bagaimana, saat melihat sebuah note kecil di dalam kotak sepatu.

"Teruntuk adik berhati jelitaku, maaf baru memberikanmu sepatu baru. Jangan merajuk lagi, dong. Kakak sedih, tau.."

Tidak ingin memperkeruh diri, Taehyun bergegas menuju mobil Junho yang berhenti di pinggir jalan. Junho bilang, dia tidak mau menambah rasa bersalah kala tatap nisan Beomgyu.

"Kang Beomgyu bodoh!"

Kang Beomgyu, ya?

###

"Mau kuceritakan sesuatu, Kang?"

Melihat lampu merah masih di angka besar, Junho ingin distruksi senyap.

"Hm?"

"Selama aku mengawasi Beomgyu, rasanya aku ingin sekali keluar dari persembunyian. Merengkuhnya, memberi kebebasan. Mengajaknya kabur, kemudian nikahi adiknya."

Reflek, Taehyun mendecih.

"Yang paling menyedihkan, saat aku dengar seluruh keluh kesahnya, dalam toilet karyawan tempatnya bekerja. Kamu mau tau apa, Taehyun? Dia sangat menyayangi adik dan Ayahnya."

"Jangan berlebihan, itu kewajibannya sebagai kakak dan anak, Cha."

"Wah, Kang Taehyun. Masih bisa bertingkah seperti ini waktu kamu sudah sepenuhnya menyerah atas perasaanmu?"

Tepat setelah itu, lampu berubah hijau, Junho mulai kembali fokus menyetir.

"Boleh kulanjut?" Tanya Junho pelan.

AbnormalWhere stories live. Discover now