Deepest Maze

235 12 1
                                    

Malam yang dingin, angin semilir menyapa. Wanita itu berjalan tanpa arah dan tujuan. Sesekali napas hangatnya berembus, seperti mengeluarkan asap, mengepul di udara. Ia berkali-kali mendesah, melepaskan rasa sesak di dadanya yang tidak kunjung mau menghilang. Mata wanita itu sembab, nyaris bengkak.

Air mata wanita itu bahkan sudah tidak mengalir lagi. Kering, sekering hatinya. Semua kejadian dalam hidupnya terputar di kepala seperti kaset film. Hantaman-hantaman kenyataan pahit yang harus ia terima seharian ini membuat pikirannya sedikit tidak waras. Rasanya Areum begitu putus asa. Apa yang pernah wanita itu punya, semua menghilang dalam sekejap. Hanya tersisa luka yang menganga lebar di dadanya. Ia hanya seorang wanita yang tidak memiliki apa-apa. Keluarga, pekerjaan, tujuan, bahkan semangat hidup pun ia tidak punya.

Areum terus saja menarik koper miliknya. Membawa benda itu ikut bersamanya. Ia berjalan dengan lunglai. Entah ke mana langkah kaki akan membawa, sepertinya wanita itu juga tidak sadar ke mana ia menuju.

Tin tin tin.

Suara klakson mobil yang nyaring terdengar mengagetkan Areum. Wanita itu tanpa sadar menyeberang jalan saat lampu lalu lintas menyala hijau. Areum tersentak dari lamunannya. Ia hampir saja tertabrak. Dia bingung karena tanpa sadar ia sudah sampai di jalan besar. Padahal seingatnya, ia belum lama pergi dari mesin ATM.

"Hei! Kamu mau mati ya?" maki pengendara mobil itu marah. Ia marah karena kecerobohan Areum yang menyeberang sembarangan. Sedikit lagi saja, kecelakaan mungkin sudah terjadi.

Areum segera membungkukkan badan, meminta maaf pada pengendara mobil itu. Ia pun segera mundur dan menepi. Berbagai umpatan dan makian orang itu masih samar terdengar di telinga Areum. Wajar saja pria itu marah padanya. Karena ia hampir saja menyebabkan masalah besar untuknya dan untuk orang lain.

Areum menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya. Dikepalkan tangannya, lantas ia pukul-pukulkan di keningnya. Areum merutuki kebodohannya.

"Apa yang sebenarnya aku pikirkan?" gumam Areum kesal pada dirinya sendiri. Karena pikirannya yang kacau, hampir saja ia celaka.

Pergilah! Lakukan hidupmu dengan benar! Kalau tidak bisa mungkin akan lebih baik kalau Kamu mati saja!

Hei! Mau mati, ya?

Ucapan Hyunseung, sang mantan suami dan pengendara mobil tadi terngiang di telinga wanita itu. Begitu mengusik pikiran Areum. Juga ingatan tentang semua miliknya yang hilang, membuat wanita itu begitu putus asa.

"Mati?" Wanita itu tampak berpikir. Kemudian wanita itu tertawa seperti orang gila. Tak lama, ia berbicara sendiri. "Nah, begitu saja. Kalau aku mati, semua akan selesai. Aku tidak akan menderita, aku tidak akan kekurangan, dan rasa sakit ini ... tidak akan aku rasakan lagi."

Dengan senyuman misterius, Areum lantas menarik kopernya dan memutar arah. Ia berjalan dengan cepat seolah baru saja mendapatkan suntikan energi yang sangat besar. Padahal sebelumnya wanita itu berjalan tanpa tenaga. Kini, Areum berjalan dengan cepat dan penuh semangat dalam diamnya. Hanya suara roda koper bersentuhan dengan jalanan yang terdengar. Hingga akhirnya, gadis itu sudah sampai di sebuah jembatan.

"Baiklah, mungkin dengan begini aku tidak akan merasakan sakit lagi. Mungkin dengan begini, semua orang akan bahagia. Baiklah, sepertinya tidak buruk. Toh tidak akan ada yang mencariku." Wanita itu tanpa ragu melepaskan sepatu yang ia pakai. Tanpa membuka kaus kakinya, ia mulai naik ke pembatas jembatan.

"Hei! Apa yang Kamu lakukan?" tegur orang yang lewat di jembatan itu.

"Mau mati, ya?" ucap orang yang lainnya. Areum tersenyum kecil saat mendengar kalimat yang sama lagi.

"Jangan lakukan itu!" Ada pula yang melarang Areum untuk melompat.

"Cari perhatian, ya? Cih! Pasti Kamu hanya pura-pura ingin melompat." Ucapan pedas orang yang lewat kembali menyapa telinga Areum. Mereka sengaja berhenti, penasaran dengan apa yang akan Areum lakukan.

Wanita itu memejamkan mata, kemudian ia tersenyum untuk yang terakhir kalinya. Ia bersiap untuk melepas segalanya. Kini, ucapan orang-orang tidak lagi ia dengarkan. Makian dan cacian yang mereka ucapkan ia abaikan.

"Selamat tinggal duniaku yang selalu menyakitkan," gumam wanita itu perlahan. Areum pun segera melompat ke sungai yang mengalir di bawah jembatan.

Byurrr.

"Astaga, ternyata wanita itu benar-benar bunuh diri." Banyak sekali orang yang sengaja turun dari mobilnya dan kini berkerumun di dekat koper Areum berada. Mereka memandang ke bawah, ke sungai yang gelap di mana Areum jatuh dan tenggelam. Mereka menganga tak percaya, tidak menyangka jika Areum benar-benar  melompat.

"Ah sudahlah, pasti dia sudah mati. Sebentar lagi polisi pasti akan datang. Lebih baik kita pergi saja, daripada kita ikut terkena masalah." Kerumunan manusia itu membubarkan diri, seolah tidak peduli dengan kehidupan Areum yang berada di ujung tanduk.

Sementara itu, seorang pria tengah melepaskan jas dan sepatu miliknya. Pria muda itu terlihat panik. Pria itu tanpa ragu naik ke atas pembatas jembatan dan melompat ke bawah.

"Aigo, apa yang pria itu lakukan?" Seorang wanita terkejut saat ada pria yang ikut melompat. Kerumunan yang hampir bubar pun kembali menatap ke bawah, tempat di mana Areum jatuh.

"Apa pria itu gila? Udara sangat dingin sekali. Untuk apa ia menyelamatkan wanita yang bahkan tidak memiliki harapan untuk hidup begitu," ucap seseorang dari mereka.

"Benar! Aku rasa keduanya mungkin sudah membeku di bawah sana. Mungkin saat ini mereka sudah tidak bernyawa," tebak pria yang lain.

"Miris sekali, aku yakin mereka adalah pasangan. Bagaimana mungkin ada yang mempertaruhkan nyawanya hanya demi seorang perempuan asing seperti itu. Lagi pula, wanita tadi terlihat cukup buruk."

Sementara itu pria tadi sudah berhasil membawa Areum naik ke atas. Keduanya basah kuyup, sang pria pun menggigil kedinginan.

"Lihatlah, lihat. Pria itu berhasil membawa wanita itu naik ke atas." Semua orang menatap ke arah yang ditunjukkan oleh salah satu di antara mereka. Keadaan di atas sungai itu semakin riuh karena kerumunan yang memperhatikan kedua manusia itu dari jauh.

"Hei! Bangunlah!" ujar pria itu seraya menepuk-nepuk pipi Han Areum.

Pria itu lantas mendekatkan telinganya di dada Areum, berusaha mendengar detak jantung wanita itu. "Syukurlah, detak jantungnya masih ada."

Pria itu lantas meletakkan kedua telapak tangannya di atas dada Areum. Sepertinya pria itu ingin memberikan pertolongan pada wanita itu. Ia terus saja menekan-nekan dada Areum, berharap wanita itu akan segera membuka matanya.

"Uhuk! Uhuk!" Wanita itu terbatuk-batuk, dari mulut dan hidungnya keluar air yang mungkin sempat masuk ke dalam tubuhnya.

"Syukurlah." Pria itu mengusap keringatnya. Pria yang semula kedinginan karena masuk ke dalam air itu kini berkeringat karena panik.

Pria BeristriWhere stories live. Discover now