Warmest Hands

222 14 1
                                    

"Uhuk! Uhuk!" Areum yang terbaring di rerumputan terbatuk-batuk, dari mulut dan hidungnya keluar air. Wanita itu mulai membuka matanya.

"Syukurlah." Pria itu tersenyum kecil, terlihat sangat lega.

Areum bingung saat melihat pria asing itu duduk di sebelahnya. Pria itu tampak sangat lelah, terbukti dari dadanya yang kembang kempis dan bulir keringat yang menghiasi dahinya meski cuaca malam itu begitu dingin.

"Gwenchana?" tanya pria itu. Areum yang masih sangat lemah hanya bisa mengangguk dan mengedipkan kedua matanya. Pertanda wanita itu mengiyakan, memberi tanda bahwa ia baik-baik saja. Perlahan, Areum bangkit dan duduk.

"Kenapa Anda menyelamatkan saya?" tanya Areum dengan suara yang cukup lirih.

"Karena aku tidak ingin melihatmu mati," ucap pria itu. Jawaban pria yang bahkan tidak Areum kenali itu membuat wanita itu terkejut.

"Bukankah kita tidak saling mengenal? Kenapa Anda begitu peduli?" tanya Areum lagi dengan bahasa yang formal.

"Ne, wae?" tanya pria itu.

"Maksud saya ... kenapa Anda begitu peduli pada saya? Semua orang bahkan menyuruh saya mati. Kenapa Anda malah menyelamatkan saya?" tanya Areum.

Pria itu tertawa mendengar pertanyaan Areum. Pria itu lantas mengulurkan tangannya. "Ah, iya ... perkenalkan namaku Kang Hyuk. Baek Kang Hyuk."

"Areum." Wanita itu menjawab dengan ragu.  "Saya ... saya tidak akan mengucapkan terima kasih kepada Anda. Meskipun Anda telah menyelamatkan saya sekalipun. Karena yang saya inginkan adalah kematian. Tapi Anda membuat usaha saya untuk mati menjadi sia-sia."

Kang Hyuk mengernyitkan dahinya, ia merasa wanita yang ia tolong itu cukup unik dan menarik. "Kenapa Kamu hanya memikirkan kematian, seolah setelah Kamu mati semua masalah akan berakhir?"

"Iya, tentu saja. Apa yang diinginkan wanita seperti saya ini selain kematian? Semua yang aku miliki lenyap tak bersisa." Emosi Areum terpancing karena pertanyaan Kang Hyuk.

"Nona Areum, Aku tidak tahu apa masalah yang tengah Kamu hadapi. Tapi mati bukan satu-satunya solusi. Bisa jadi hal itu bisa menimbulkan masalah untuk orang lain," ucap Kang Hyuk dengan bahasa yang informal.

"Entah saya sangat bingung, kepala saya begitu pusing." Wanita itu menyilangkan tangan di depan dada, sepertinya Areum mulai kedinginan.

"Astaga, Kamu kedinginan, ya? Maafkan aku yang tidak peka." Pria itu meraih Jas yang ia letakkan sembarangan di rumput, kemudian ia pakaikan ke tubuh Areum yang ringkih.

"Tapi ... Anda pasti juga kedinginan. Bagaimana dengan Anda?" tanya Areum tidak enak hati.

"Sudahlah! Jangan terlalu dipikirkan! Aku kan seorang lelaki. Hanya segini saja, tidak apa-apa. Bahkan aku sanggup berendam di sungai Nakdong ini semalaman," ucap pria itu dengan percaya diri. Tanpa sadar Areum tertawa kecil karena ucapan pria itu.

"Kenapa Kamu menertawakan aku? Kamu tidak percaya kalau aku sanggup berendam di sungai ini?" Kang Hyuk  tanpa sadar ikut tertawa kecil, pria itu senang karena Areum  bisa tertawa karenanya.

"Ah, maaf. Saya tanpa sadar tertawa," ucap Areum kikuk. Dia tidak menyangka bisa tertawa karena ucapan Kang Hyuk. Areum sendiri lupa kapan terakhir kalinya ia tertawa. Karena akhir-akhir ini hidupnya begitu rumit.

"Nah, kalau seperti ini kan bagus. Hanya mendengar kata-kataku yang sederhana seperti itu saja bisa membuatmu tertawa. Bagaimana bisa Kamu menyerah atas hidupmu dengan begitu mudahnya?" Pertanyaan pria itu tepat menembus ulu hati Han Areum.

Areum terdiam memikirkan kata-kata Kang Hyuk yang benar adanya. Kalau dia memilih kematian, maka yang rugi adalah dirinya sendiri. Sedangkan Hyun Seung dengan wanita simpanannya mungkin akan sangat senang melihat ia sangat putus asa. Bahkan mungkin mereka akan menertawakan kemalangan yang menimpanya. Areum tersadar, ia harus bangkit. Ia tidak boleh menyerah begitu saja.

"Nona, maukah aku antar pulang? Kebetulan mobilku ada di dekat sini," tawar Kang Hyuk.

"Tidak perlu, Tuan," jawab Areum sedih.

Kang Hyuk bingung atas penolakan Areum. Ia tak dapat menahan diri untuk bertanya, "Kenapa? Apa Kamu takut aku akan macam-macam? Kalau Kamu takut, catat saja nomor mobilku. Kamu bisa lapor ke polisi kalau aku benar-benar seorang penjahat."

"Bukan seperti itu, Tuan. Sebenarnya ...." Areum sangat malu untuk mengatakan kenyataan bahwa ia adalah seorang tuna wisma.

"Kenapa? Apa ada masalah? Katakanlah!" desak Kang Hyuk.

"Sebenarnya ... saya tidak memiliki rumah lagi. Jangankan rumah, uang pun saya tidak punya. Saya juga baru dipecat dari perusahaan tempat saya bekerja." Tanpa terasa air mata Areum mengalir lagi.

"Maaf, Nona. Apa Kamu tidak punya keluarga?" Meski ragu, akhirnya Kang Hyuk memberanikan diri untuk bertanya.

"Saya seorang yatim piatu. Saya tidak punya keluarga sama sekali," jawab Areum.

Kang Hyuk tersenyum kikuk. "Maaf, aku kira Kamu sudah berkeluarga. Jadi aku berpikir mungkin saja Kamu punya suami. Aku kira kita seumuran. Maafkan aku."

"Anda benar. Saya sudah menikah ... ralat saya baru saja berpisah dengan mantan suami saya," jawab Areum.

"Oh, begitu. Bolehkah saya bertanya Nona?" tanya Kang Hyuk semakin penasaran.

"Iya, silakan saja!" jawab Areum singkat.

"Kenapa Kamu bisa tidak punya rumah? Bukannya Kamu bilang kalau Kamu sempat  bekerja di sebuah perusahaan?" selidik Kang Hyuk.

"Ceritanya panjang." Mata Areum berkaca-kaca saat mengingat nasibnya yang begitu malang.

"Eum, ya sudah. Kamu boleh cerita nanti kalau sudah tenang. Maukah Kamu ikut denganku? Kebetulan aku punya usaha penginapan. Untuk sementara Kamu bisa tinggal di sana," ajak Kang Hyuk.

"Tapi Tuan, saya tidak punya uang. Saya juga tidak ingin merepotkan Anda." Areum bimbang, di satu sisi ia membutuhkan tempat untuk berteduh, tetapi di sisi lain, ia tidak ingin semakin menyusahkan pria yang menyelamatkannya itu.

"Nah, begini saja." Tiba-tiba pria itu mendapatkan sebuah ide cemerlang. "Bagaimana kalau Kamu membantu aku mengelola penginapan itu? Sejujurnya usahaku sedikit mengalami kesulitan. Aku butuh seseorang yang mampu mempromosikan, memanajemen sekaligus membersihkan tempat itu. Sebagai gantinya, Kamu boleh tinggal di sana. Aku juga akan memberi gaji yang sesuai dengan pekerjaanmu."

"Tapi Tuan ...." Areum tak merasa yakin dengan kemampuannya.

"Iya, kenapa? Maaf saya terlalu banyak memberimu pekerjaan, ya?" Pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ah, bukan begitu. Saya sebenarnya tidak keberatan. Hanya saja saya tidak yakin mampu atau tidak mengelola usaha Anda dengan baik," ucap Areum.

"Yakinlah dengan dirimu sendiri, Nona. Mari kita coba. Mari kita berjuang bersama-sama," ucap Kang Hyuk.

Pria itu bangkit kemudian mengulurkan tangan pada Areum. Areum menerimanya dan mencoba berdiri meski masih gemetar.

"Maukah aku bantu berjalan? Sepertinya Kamu masih lemah sekali ...." Pria itu tidak tega melihat Areum yang ringkih, tetapi ia juga tidak mau dianggap sebagai pria kurang ajar.

"Tidak apa-apa, Tuan. Saya akan jalan pelan-pelan," jawab Areum seraya menepiskan senyumnya.

Tak lama kemudian keduanya berjalan beriringan. Kang Hyuk berusaha mengimbangi langkah Areum yang sangat perlahan.

Terima kasih sudah mengulurkan tanganmu yang hangat padaku, batin wanita itu seraya melirik pria tampan yang berjalan di sampingnya.

Pria BeristriWhere stories live. Discover now