bag 20. Anggota Baru

2K 152 5
                                    

Seseorang akan merasa kehilangan ketika orang itu sudah pergi dan tidak pernah kembali.

|▪|▪|▪|▪|▪|

Pemakaman Bu Rudi berlangsung pagi ini. Aku dan Penyu sudah menggunakan pakaian berwarna putih bersiap siap menuju pemakamannya. Kondisi Bu Rudi yang sudah sakit sakitan ditambah tertimbun oleh bencana longsor adalah penyebab terbesar dari kematian Bu Rudi.

"Mbak Bulan udah siap?" tanya Penyu didepan pintu kamarku. Aku langsung meletakkan sisirku di atas meja lalu berjalan keluar kamar.

Kulihat Penyu menggunakan kemeja berwarna putih dan celana hitam. Tidak jauh beda dariku yang menggunakan blouse berwarna putih dan rok dibawah lutut berwarna hitam. "Ayo. Pemakaman berlangsung jam 8 kan?" tanyaku karena sekarang sudah jam 8 kurang 15 menit.

Penyu mengangguk. Lalu kami berdua berjalan keluar dari rumah dinas. Di rumah dinas militer, tentara tentara yang akan menghadiri pemakaman tetap menggunakan seragam lorengnya. Hanya Langit disana yang menggunakan kemeja putih dan celana hitam sambil di gandeng Serda Riski.

Kami semua langsung berangkat bersama sama menuju pemakaman yang terletak di bawah pemukiman. Perjalanannya tidak perlu jauh tetapi karena jalanan yang sangat sulit membuat kami memakan waktu lama. Sesampainya di pemakaman, acara akan dimulai. Pemakaman dilakukan secara kristen karena Bu Rudi beragama kristen.

Acara diakhiri dengan menabur bunga secara bergantian. Aku menggandeng Langit mengambil bunga yang sudah disediakan lalu diletakkan ke dalam makam. Setelah semua selesai menabur bunga, makam langsung ditutup tanah dan di tabur bunga kembali oleh keluarganya.setelah itu kami semua bubar.

Aku dan Penyu sambil menggandeng Langit pulang terlebih dahulu. Karena tentara tentara yang lain tetap di pemukiman bawah untuk melaksanakan gotong royong. Termasuk Letkol Kalan dan Serda Riski.

"Nte ke bukit ilalang ayo," ajak Langit sambil menggoyang goyangkan lenganku. Menyadarkanku dari lamunanku mengenai Bu Rudi. Karena dia adalah orang yang sangat baik padaku. Penyu menoleh sambil menaikkan alisnya.

"Bukit ilalang? Emang ada mbak?" tanyanya. Aku mengangguk menjawab pertanyaannya. "Woy yo ayok mbak kita kesana." Kini bukan hanya Langit yang menggoyang goyangkan tanganku. Penyu ikut ikutan menggoyangkan lengan Langit.

Tidak ada salahnya juga melupakan kesedihan di tempat itu. Akhirnya Aku, Penyu dan Langit langsung menuju Bukit Ilalang. Tempat yang dulu kudatangi bersama dokter Kaivan. Sekarang aku datangi bersama Penyu. Nanti sama Letkol Kalan. Eh.

"Woah." Itu adalah kata pertama yang diucapkan Penyu begitu memasuki bukit ilalang. Dia langsung membuka mulutnya takjub seolah olah tidak pernah melihat tempat seperti ini.

"Woah. "

"Woah. "

"Woah. "

"Sekali lagi bilang kaya gitu tak lempar ke jurang sana," ancamku. Dia langsung merapatkan bibirnya. Tetapi dirinya tetap takjub dengan pemandangan yang ada disini.

"Masyaallah," katanya Penyu. Dia merentangkan tangannya menikmati angin yang berhembus kencang menerpa dirinya. Di tempat ini angin kencang lebih terasa daripada tempat lainnya. "Gak sia sia jadi relawan disini," katanya.

Aku menatapnya. Dia sedang tersenyum menatap pemandangan sambil meletakkan kedua tangannya kedalam saku celananya. Sedangkan Langit sudah mengambil beberapa ilalang dan meniupnya.

"Apa alasan kamu jadi relawan disini?" tanyaku.

Langit menoleh sebentar padaku lalu kembali menatap pemandangan. "Selain mencari pengalaman itu karena aku lelah dengan kehidupan di Jawa."

Bulan Di UfukTimur [#3.SGS] (Tersedia E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang