Prolog

76 10 1
                                    

Dentang jam berbunyi tiga kali, menunjukkan bahwa sekarang pukul tiga pagi.

Aku tidak sengaja terbangun, setengah malas membuka mata dan sudah berniat untuk kembali tidur tapi ada sesuatu yang mencegahku.

Ada apa? tanyaku dalam hati, mendapati sosok dengan cahaya temaram itu duduk di tepi tempat tidurku. Dia Kujaku.

Tidak menjawab, Kujaku hanya menaruh telunjuk di depan bibirnya, isyarat untuk menyuruhku diam.

Aku sedikit cemberut, karena bukankah aku tidak bersuara sama sekali? Lalu, aku harus sediam apa lagi?

Namun kemudian aku menyadari hal lain. Kenapa Kujaku juga sediam ini? Biasanya dia begitu cerewet dan selalu mengomentari apapun yang kulakukan.

Kulirik, si Tak Bernama juga sama saja. Dia hanya diam di sebelah kiriku, tempat favoritnya, tak ubahnya seperti segumpal besar benang wol yang bergulung. Pasti rasanya nyaman bila dipeluk tapi dia tidak akan suka. Dan karena masih sayang nyawa, maka aku memilih menahan diri.

Menghela napas, aku merasa semakin mengantuk. Namun aku tersentak karena suara napasku terdengar jelas dan itu hanya berarti satu hal.

Kenapa sunyi sekali? Bahkan suara detak jam pun tidak terdengar.

Aku mencoba menjentikkan jari di dekat telingaku, tapi tak terdengar apapun. Aku lalu berniat menepukkan tangan tapi dengan cepat Kujaku mencegah dan lagi-lagi menyuruhku diam dengan isyarat tangannya.

Ini ada apa, sih?

Belum sempat aku bertanya, ada sesuatu yang melintas.

Terjadinya sangat cepat, mungkin hanya sekian detik. Namun efek yang kurasakan bertahan selama berhari-hari dan itu sangat mengerikan.

Apa itu bahagia? Apa itu sedih? Apa itu cinta? Apa itu benci? Segala macam perasaan yang kutahu menghilang begitu saja dan berganti dengan rasa takut, seolah aku tidak pernah merasakan apapun kecuali takut.

Siapa itu orang tua? Siapa itu saudara? Siapa itu teman? Siapa itu kekasih? Semua jenis hubungan terlupa dan terhapus dalam benakku. Yang ada dalam pikiran adalah keselamatanku sendiri, seolah aku sedang mengalami sebuah ancaman akan bahaya besar.

Aku masih mematung sampai kemudian Kujaku menepuk bahuku beberapa kali lalu mengusap kepalaku.

Tidak apa-apa, ujarnya di dalam kepalaku, dengan nada menenangkan. Kali ini dia tidak datang untuk menemuimu. Belum.

Si Tak Bernama menggeram pelan, membenarkan ucapan Kujaku.

Ap—apa yang terjadi? Bahkan sekedar bertanya dalam hati pun aku nyaris tergagap, jelas kalau aku masih ketakutan.

Apa yang kamu lihat? Kujaku menatapku lekat, balas bertanya.

Menggeleng, aku tidak yakin bisa memberitahunya dengan baik. Namun Kujaku tetap menunggu dan bisa kurasakan kalau si Tak Bernama juga ikut mendengarkan.

Hitam. Gelap. Dingin. Sunyi. Mengerikan, jawabku pada akhirnya, tiba-tiba menggigil hanya karena sedikit teringat. Itu apa?

'Siapa' adalah kata yang lebih tepat.

Oke, baiklah, desahku. Biasanya aku akan merasa sebal atas segala komentarnya, tapi kali ini aku setengah mati penasaran.

Mahkluk apa itu? Hanya dengan melihat sekelebat bayangannya saja sudah membuatku sangat ketakutan. Sampai nyaris hilang akal rasanya.

Siapa itu?

Menatapku tajam, Kujaku akhirnya memberi jawaban, Dia adalah pemutus segalanya, kecuali tiga. Dia adalah pemisah segalanya, kecuali satu. Dia adalah pemberi akhir, sekaligus pembawa pertanda akan adanya awal yang lain.

Aku mengerutkan dahi, kebingungan dengan jawaban yang diberikannya.

Siapa sebenarnya yang dia maksud?

Untuk pertama kalinya aku melihat Kujaku seserius ini. Bahkan si Tak Bernama yang biasanya bersikap masa bodoh pun, sekarang bersikap tegang.

Hening sejenak. Kami bertiga sama-sama terdiam. Dan setelah sekian lama, akhirnya telingaku sepi dari suara mereka.

Namun aku mendesak, kali ini akulah yang mengundang agar mereka bersuara. Rasanya aneh karena selama ini aku berharap mereka sediam ini, tapi bagaimanapun aku membutuhkan jawaban.

Setelah beberapa menit lewat dan aku masih bersikeras, akhirnya dengan nada berhati-hati, lirih Kujaku menjawab, Kami memanggilnya ... Sang Gelap.

Deg!

🦀🦀🦀



Author's note:

Cerita ini dibuat berdasarkan status WA yang terkadang kutulis dan sudah dibaca setidaknya 70-100 orang per hari. Namun karena tidak semua mempunyai kontak WA-ku, jadi ku-post di sini.

Hanya berupa selingan dari pikiran yang penat. Tidak ada jadwal pasti untuk update.

Silakan dibaca.

Salam sayang,

~Rae~

Minggu, 21 Maret 2021
07:30

Jurnal CatatankuМесто, где живут истории. Откройте их для себя