25. Unlucky Day

402 191 454
                                    

Hai!
Happy reading:)

Pintu kelas terbuka, menampilkan Ergan, lalu disusul Via di belakangnya yang segera terduduk di kursinya. "Pagi semua! Siapkan, lalu kumpulkan tugas bahasa Indonesia di meja saya."

Haekal sebagai ketua kelas langsung menyiapkan, lalu berkeliling mengambil satu persatu buku siswa, namun terhenti cukup lama di meja Ghifa. "Mana buku lo?"

"Belum gue kerjain," jawabnya santai seperti orang yang sudah terbiasa tak mengerjakan tugas, padahal ini kali pertamanya. Mungkin karena banyak masalah yang menimpanya belakang ini, terlebih fakta kematian ibunya yang ternyata bukan kecelakaan tunggal.

Entahlah, mendadak seluruh penghuni kelas menatap ke arah Ghifa secara bersamaan dengan tatapan bingung.

"Lo?" Haekal melirik Elin yang duduk semeja dengan Ghifa.

"Buku gue ketinggalan." Beda dengan Elin karena ini sudah kesekian kalinya tak membawa tugas, entahlah mungkin ia memang belum mengerjakan tugas.

Beralih ke meja Karel dan Dhito, ternyata keduanya juga belum mengerjakan tugas. "Kita berdua belum ngerjain tugas."

"Kompak bener lo berempat. Setia kawan kah?" Haekal melirik keempatnya bergantian, lalu berjalan ke meja guru untuk menyerahkan kumpulan buku tugas pada Ergan.

"Cuma empat sekawan yang belum ngerjain tugas, Pak," lapornya pada Ergan yang kedua tangannya menyatu, lalu menopangkan dagunya sembari tersenyum karena para targetnya lagi-lagi terkumpul dengan sendirinya.

"Pulang sekolah kalian berempat bersihin gudang belakang," ucap Ergan sembari melirik keempatnya.

*****

Seluruh siswa mulai meninggalkan sekolah setelah bel pulang berbunyi, kecuali bagi mereka yang akan mengikuti ekskul dan harus menjalani hukuman sepulang sekolah.

Tepatnya di gudang belakang yang sangat kotor, ada Ghifa, Karel, Dhito, Elin, Piyan, dan Dika. Mereka semua dengan terpaksa harus membersihkan gudang yang jarang sekali dimasuki orang.

Bagi Piyan dan Dika mungkin ini sudah jadi kebiasaan, namun jujur baru kali ini keduanya diberi hukuman seperti ini. "Sumpah ini gudang pengap banget! Nggak kuat gue!" protes Piyan.

"Gue lebih milih disuruh motong rumput pake gunting kuku sampe besok daripada sejam di sini," sahut Dika tak mau kalah.

Tiba-tiba pintu gudang terbuka cukup keras, lalu menampakkan beberapa orang dibaliknya. "Ngeluh mulu lo berdua!" Dialah Angga yang tanpa ragu mengagetkan orang di dalam gudang, lalu disusul Lukas dan Malika.

"Stop ngeluh! Gue nggak bisa lama-lama di sini, mau ada pelantikan ketua basket, biar tanggungan gue berkurang," ucap Lukas menatap Dhito yang tengah membersihkan plafon dari jaring laba-laba dengan sapu.

"Lo bertiga kemari cuma mau merintah doang?" Piyan sontak memasang wajah kesal.

"Nggak, gue juga dihukum gara-gara mereka berdua." Malika dengan baju lusuhnya menunjuk ke arah luar gudang.

Dua orang tersebut adalah Via dan Haekal yang masih belum menampakkan diri. Jujur saja, bagi Haekal tidak masalah menjalankan hukuman, namun tidak jika harus dihadapkan dengan Piyan dan Dika.
Karena dua orang tersebutlah yang membuatnya pernah ada di posisi seperti Disha.

"Ayo, Kal!" Via menarik sebelah tangan Haekal.
Keduanya kini berjalan hingga Haekal dapat menatap dua orang yang pernah membuatnya sangat tersiksa diawal-awal semester satu kemarin.

Otaknya mendadak memutar ulang kejadian tak menyenangkan hari itu dengan jelas. Berawal dari ia yang terpaksa meminjam uang dari mereka berdua yang dijuluki rentenir cilik, hingga berakhir menjadi porter karena tak dapat mengembalikan uang tepat waktu.

School of Lies ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang