٢

1.1K 111 3
                                    

Wahai insan pemilik rupa sempurna,

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Wahai insan pemilik rupa sempurna,

Tidakkah kau dengar jerit batin ini?

Raungan hati yang tak terpadamkan,

meski telah diredam oleh rintik hujan,

meski telah dilamut gelap malam.

Seorang Syamsul Hanaf Al Baidhowi tak pernah segelisah ini sebelumnya. Yang dia tahu dulu, dirinya hanyalah remaja bahagia yang labil dan tampak tak punya beban pikiran.

Tapi kali ini berbeda. Aku kacau! Benar-benar kacau! Berulang kali aku mencoba membuat kegelisahan itu pergi, tapi tetap gagal.

Entah kenapa, bayangan Bahri yang kutemui semalam masih begitu mengaduk-aduk jiwa. Bayangan wajahnya seakan terus menggelogok dan memenuhi setiap relung batinku. Aku tak tahu alasannya, yang pasti, setiap inci otakku kini dipenuhi olehnya. Oleh sosok Bahri yang senyum malu-malunya masih begitu melekat erat di amygdala-ku.

Mungkin aku sudah gila! Atau schyzophrenia!

Aku sadar betul kalau Bahri adalah laki-laki. Sama sepertiku, seperti Nizwar dan Khaer. Tapi entah kenapa, perasaan aneh itu amat susah kuenyahkan. Rasa itu seperti telah mendarah-daging dalam tubuhku. Semakin kuat aku mencoba mendepaknya, perasaan itu seperti kian menjadi.

"Hei, Syam. Kamu kenapa? Bengong saja."

Suara berat Abi menyadarkanku dari lamunan. Aku baru tersadar kalau sedaritadi aku masih berdiri diam. Tanpa membuang banyak waktu lagi, segera aku masuk ke dalam mobil menyusul Abi yang sudah stand by di depan kemudi. Hari ini, aku akan mendatangi sekolah baru di Magetan.

"Sudah siap buat masuk sekolah baru?" buka Abi begitu aku telah duduk di sampingnya, dengan sigap beliau mengikatkan sabuk kemudi ke tubuhnya.

"Siap, Bi," jawabku singkat tanpa memalingkan wajah.

"Nggak semangat amat? Ayolah, kamu kenapa, sih? Aneh banget pagi ini. Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" protes Abi yang sepertinya mampu menangkap keganjilan yang menghiasi wajahku.

Ya, memang ada sesuatu yang mengganggu pikiranku.

Semalaman, aku tak bisa tidur hanya karena kepikiran oleh wajah Bahri. Berulang kali aku mencoba menutup mata, berharap bayangan pemuda itu sirna. Namun yang terjadi, semakin erat aku menutup mata, justru bayangannya terlihat semakin jelas. Dan hasilnya, aku hanya meringkuk diam sampai matahari pagi menyingsing tanpa sempat sembahyang Subuh.

Siapapun tahu, aku adalah lelaki. Pun begitu Bahri. Sangat tidak mungkin seorang lelaki menyimpan kekaguman lebih terhadap laki-laki lain, bukan? Namun yang terjadi semalam, sosok dan bayangan wajah Bahri sungguh mengaduk-aduk dan memutar-balikkan akal sehatku seperti ketika seorang wanita mengagumi laki-laki.

Gila memang!

Aku masih merasa normal. Amat sangat normal. Aku pernah jatuh cinta pada seorang gadis kala aku Tsanawiyah. Dan aku juga masih terangsang jika menonton perempuan-perempuan telanjang di majalah mesum koleksi temanku. Tapi yang terjadi semalam, benar-benar membuatku seolah hilang akal sehat.

SYAMSUL & BAHRI [REPUBLISH]Where stories live. Discover now