Senja

15 3 1
                                    

" Tidak heran,hari ini aku tetap pulang larut malam,melalu jalan yang kembali kuulang saat aku pergi pagi-pagi sekali tadi."
"Bagian mana yang harus kukerjakan?melalui atau melupakan terlebih dahulu?apa begini caramu mencintaiku?" Aku menarik nafasku,sesak sekali rasanya.
"Apa rasanya setelah kau meninggalkanku?apa kau lega? Apa dengan seperti ini aku bahagia? Denai? Apa sekarang kau tidak menderita?"
"Bahkan barang berjalan rasanya seperti berjuang mati-matian.Sudah berapa lama? Yang kata orang membiarkanku dalam luka mungkin mempercepat diriku kembali bangkit.Bahkan hampir memasuki tahun ke-dua kau pergi,tapi aku tak pernah bergerak barang selangkah untuk melupakanmu."
"Seperti katamu,kau menemukanku dengan tidak sengaja,lantas kenapa meninggalkanku dengan cara yang sama?apa kau fikir menghabiskan waktu denganmu tidak akan meninggalkan luka saat kau tidak pernah kembali?" Kupukul dada ku berkali kali untuk mengurangi sesaknya,namun nihil aku makin terpuruk.
"Apa bagimu,aku tidak berarti?"
"Apa bagimu,aku bahkan tidak pernah ada?"
"Wanita bodoh yang jatuh padamu ini dengan mudah,lalu saat kau pergi Dia benar-benar hanya bisa terkungkung dalam kesedihan.Apa begini menyenangkan ?" Aku bahkan lupa.Ntah berapa kali aku mengumpati kematian lelaki itu.Kenapa begitu kejam meninggalkanku sendiri.Jika dia pernah merasakan sakitnya kehilangan,kenapa membiarkanku didalam kehancuran.Bukankah harusnya Dia disini memeluk dan menguatkan ku? Apakah itu permintaan yang berat untuknya? Kenapa hanya aku yang harus bersusah payah melupakannya. Aku mencintainya,namun sekaligus membenci nya juga.

Kulihat wanita didepanku ini menarik nafas panjang lalu menatapku dengan kesal.
"Kamu ingin membuat mataku bengkak Lan?" Aku menggedikkan bahu.
"Kenapa membuat tokoh wanita nya semenderita ini,ini menyebalkan sekali.Bahkan mereka belum sempat bersama,kenapa harus terpisah?"
"Menurutku,ending yang menyedihkan lebih terasa nyata Na."
"Bagaimana bisa?Ah aku kesal sekali,kamu memang penulis yang sangat mendzolimi tokoh perempuan disetiap bukumu." Aku hanya terkekeh.Mungkin benar,hampir semua tokoh wanita yang kutulis berakhir menderita.
"Apa emosinya sampai Na?"
"Kau tidak melihatku saat aku membaca nya tadi?" Aku mengangguk,tapi kan memang sahabatku ini agak lebay,mungkin dia memang sangat terbawa sampai menangis.

——-
Sudah larut malam,tapi mataku enggan terpejam.Berapa hari ini memang aku terlalu larut dalam kesibukan,mengejar deadline sampai larut dalam cerita yang kutulis.
Apa betul kematian adalah sebuah jalan perpisahan yang memang akan mengakhiri semua perjalanan sedih,sakit dan bahagianya seseorang?
Apa itu bukan sebuah keputusan sepihak? Apa benar kedua nya akan merasa bahagia dengan jalannya? Kadang aku berpikir,apa Ibu juga merasakan kebahagiaan sekarang? Bukankah katanya,Ayah adalah kebahagiannya? Bagaimana bisa dia bahagia jika kebahagiaannya hilang?
Kadang hidup memang membingungkan.Apa salahnya mengikuti dan menjalani,Toh pada akhirnya kita akan meninggalkan kehidupan yang tidak abadi ini.Hanya menunggu antrian,lalu wush menghilang.
Pada dasarnya yang terlihat,saat seseorang yang berarti dalam hidup kita menghilang,semuanya seakan - akan ikut runtuh juga,tapi perlahan semuanya membaik,begitu normal nya kan.Tapi lain cerita kalau Seseorang itu ga pernah mau berdamai dengan diri nya sendiri,semua akan tetap terasa suram.Lifes must go on,with or without that.
Sederhana sekali,nyatanya ga semua nya bisa sesederhana kalimat itu.
Pada akhirnya,kita sebagai manusia hanya bisa menghargai keputusan setiap insan yang memilih,tidak bisa mengutuk,mencaci pilihan hidup yang Ia pilih,karna mungkin saja,jika kita diposisi itu,kita juga akan memilih hal yang sama.Kita ga akan betul-betul merasakan jika kita tidak berada diposisi nya.

————
"Seminggu lagi buku baru mu akan terbit Lan?"
Aku mengangguk sambil melanjutkan makanku.
"Aku belum baca sama sekali,boleh aku baca?"
"Nanti kuberikan saat sudah di cetak,buku pertamanya."
"Aku ingin yang kamu tulis,bukan yang dicetak."
"Yang ku tulis tentu berantakan,tidak usah ya." Pujukku.Kulihat dia menggeleng.Keras kepala sekali lelaki ini.
"Baiklah,nanti jangan terus pulang.Nanti kuberikan."
"Siap bu bos."
"Lan,nanti kalau sudah tunangan,kamu ga mau ganti panggilan?"
"Kamu ganti nama Fa?"
"Bukan,itu maksudku jangan panggil nama lagi."
"Panggil kakak? Karna kamu seniorku?"Kulihat dia mendengus.
"Mas panggil Mas gitu." Aku tersedak,Refa memberiku air dengan segera.
"Pelan-pelan dong makannya,aku ga minta."
"Apa? Harus sekali aku panggil mas?"
"Hehe biar ada bedanya Lan."
"Berapa umur kamu,ingin sekali dipanggil begitu?"
"Aku ga setua itu Lan,hanya ingin berbeda dari pacaran."
Aku diam,kenapa lagi Refa tiba-tiba minta dipanggil begitu.
"Yasudah,jangan dipikirkan.Panggil Refa aja deh.Nanti nikah harus panggil Mas lo ya,ga boleh nolak lagi."
Aku masih belum bisa mencerna,namun segera ku angguki ucapannya tersebut.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 20, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BulanWhere stories live. Discover now