Bremia

341 68 157
                                    

"Uhmm... Kau yakin kota itu di sini?" tanya James.

"Tentu saja aku yakin. Aku pernah kesini sebelumnya." jawab Jim.

"Mungkin saja kau salah. Atau mungkin saat kamu ke kota itu kamu dalam keadaan mabuk atau gila."

"Aku sedang tidak dalam keadaan mabuk. Kota itu memang disini."

"Apa kau tidak lihat? We're in the middle of nowhere! Tidak ada apapun selain pasir." Di depan, di samping kanan kiri bahkan belakang mereka memang hanya ada pasir. Tentu James begitu cerewet. Mereka berada di tengah-tengah gurun pasir yang entah di mana. Setelah mereka keluar dari Disprea, Jim membawa mereka berteleportasi dan tiba digunung pasir ini.

"Kamu yakin ini tempatnya Jim?"

"Seratus persen Bian. Aku juga kemari waktu itu."

"Mungkin kamu salah Jim. Atau mungkin kota itu sudah berpindah, seperti Disprea." sahut James lagi.

"Aku tahu selama kau bodoh tapi aku tidak tahu separah ini." sahut Jim enteng. James mulai membuka mulut untuk protes tapi Jim dengan cepat melanjutkan kata-katanya. "Kamu mengenal sihir sedari kecil dan pamanmu pemimpin Disprea tapi kamu tidak tahu sejarah apapun. Kota sihir yang berpindah hanya Disprea. Kamu pikir kenapa di namakan Disprea. Disprea merupakan pusat pemerintahan sihir, tentu harus di jaga ketat. Tapi kota sihir lain tidak berpindah seperti Disprea. Terutama kota Bremia. Bremia hanya kota kecil. Kebanyakan isinya penyihir-penyihir tua yang sudah tidak menjadi Elder atau bertempur lagi dan kebanyakan menjadi penyimpanan barang-barang sihir. Tidak ada yang menarik di dalam. Tapi mungkin jika manusia biasa yang masuk, mereka akan sangat tertarik. Banyak barang berumur ratusan bahkan ribuan tahun yang cukup bernilai. Tapi tidak ada yang spesial bagi penyihir. Kota itu sudah sangat tertinggal."

"Aneh. Jika kota itu memang tertinggal, kenapa mereka menyimpan perjanjian itu disana? Apa mungkin karena orang-orang tidak akan mungkin mencarinya disini? Mengingat kota ini bukan kota istimewa?"

"Apa yang kamu pikirkan Bian?" tanya Jim.

"Ah tidak, tidak ada."

"Tentu saja dia memikirkan untuk apa kita berdiri disini. Ayo masuk. Di mana pintu masuknya?" James mulai melihat di sekelilingnya.

"Kita tidak bisa masuk." sahut Jim.

"Apa? Kenapa begitu? ahh.. Apa harus membaca mantra agar kotanya terlihat? Atau melalui pintu khusus?"

"Hanya ada tiga waktu memasuki kota itu. Saat matahari baru muncul, saat matahari tepat di atas dan saat matahari akan terbenam."

"Astaga merepotkan sekali." James duduk di atas pasir. "Lihatlah! Ini masih gelap. Aku cuma melihat bintang."

"Menurut perkiraanku, ini jam lima pagi. Sebentar lagi akan pagi dan matahari muncul. Saat itu kota akan terlihat dan kita bisa masuk."

"Jadi... Jika kita akan keluar, harus melalui waktu-waktu tertentu itu?" tanya Bian.

"Ya, itu benar."

"Lalu sampai kapan pintu akan terbuka?"

"Sekitar satu jam kurasa."

"Baiklah itu cukup." Bian ikut duduk di pasir. "Kita akan menunggu."

Jim ikutan duduk di pasir. Mereka menunggu dalam diam.

"Disini.... Tidak ada serigala, kalajengking atau sejenisnya kan?" James mulai berbicara lagi setelah beberapa lama mereka terdiam.

"Jangan katakan kau takut pada serigala. Seorang knirer takut pada serigala." ejek Jim.

Yang terpilih : pangeran yang terkutuk (the Cursed Prince) Season 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang