Bab 27

371 44 10
                                    

~ARTHUR~

Aku sedang berada di dalam ruang kerjaku untuk memeriksa laporan bulanan yang dikirimkan oleh temanku. Lalu, tiba-tiba aku mendengar suara pintu ruang kerjaku terbuka. Saat itulah aku melihat Brie berjalan masuk. Dia sudah tampak segar dan cantik dengan balutan gaun tidur bermodel kimono yang dikenakannya. Dia tersenyum lalu menghampiriku. Begitu sampai di dekatku, dia langsung menundukkan kepala lalu mencium bibirku.

"Apa kau sedang sibuk?", tanyanya setelah melepaskan ciuman kami.

"Cukup sibuk. Ada apa? Apakah kau memerlukan sesuatu?"

Brie menggeleng.

"Aku hanya ingin bersamamu."

Aku terkekeh mendengar jawabannya. Brie memang seperti itu. Dia selalu ingin dekat dan menempel padaku layaknya permen karet. Dan aku juga tidak keberatan dengan hal itu. Justru, aku malah merasa senang. Karena dengan sikapnya yang manja dan selalu ingin bersamaku, itu menunjukkan bahwa dia benar-benar mencintai dan menginginkanku.

"Jika kau ingin bersamaku, bagaimana kalau aku selesaikan dulu pekerjaanku? Pekerjaanku sudah hampir selesai. Setelah itu, kau bisa menempel padaku sepuas dan selama yang kau inginkan. Apakah kau tidak keberatan jika aku fokus dulu ke pekerjaanku sementara kau menungguku?"

Brie tersenyum dan mengangguk.

"Baiklah. Aku akan menunggu sambil memperhatikanmu bekerja dari sofa."

Aku tertawa mendengar jawabannya.

"Ya. Lakukan apapun yang membuatmu merasa senang dan nyaman. Aku akan segera menyelesaikan pekerjaanku agar kita bisa bersama nanti."

Brie mencium bibirku sekali lagi lalu beranjak menjauh dariku dan berjalan ke arah sofa yang ada di sisi ruang kerjaku. Setelah duduk di sofa, Brie kembali tersenyum manis dan menatapku penuh cinta. Sedangkan, aku hanya bisa menggeleng sekaligus kagum dengan bagaimana Brie bisa sangat mencintai dan mendambakanku seperti itu. Setelah itu, aku kembali fokus pada pekerjaanku.

Sekitar dua puluh menit kemudian, aku sudah selesai dengan pekerjaanku. Kemudian, aku mematikan komputer serta merapikan beberapa dokumen yang ada di atas meja yang tadi sempat kubaca dan periksa. Setelah semuanya rapi, aku meregangkan otot-otot tubuhku karena merasa pegal setelah beberapa jam duduk tegak menatap layar komputer.

"Apakah pekerjaanmu sudah selesai?", Brie bertanya padaku.

Aku menoleh menatapnya dan tersenyum.

"Ya. Baru saja selesai."

Brie berdiri dari sofa lalu berjalan menghampiriku. Dan sekarang, dia sudah berada di belakang kursi kerjaku. Kedua tangannya bergerak menyentuh kedua pundakku.

"Apakah kau merasa pegal? Kau ingin kupijat?", tawar Brie sambil tangannya mulai bergerak memijat kedua pundakku.

Aku menggeram menikmati pijatannya.

"Ya. Aku akan sangat senang jika kau bersedia memijatku, Sayang.", balasku.

Brie terkekeh lalu melanjutkan pijatannya pada pundakku dengan sedikit lebih kuat.

Karena begitu menikmati pijatannya, aku sampai menyandarkan kepalaku pada sandaran kursi lalu memejamkan mata.

"Kau tidak boleh tidur.", Brie berkata dengan nada protes.

Aku membuka mata lalu menatapnya.

"Kenapa aku tidak boleh tidur?"

"Karena setelah ini aku masih menginginkan sesuatu darimu. Selain itu, kau juga belum membayar pijatanku ini. Jadi, kau tidak boleh tidur sebelum kau membayarnya.", Brie berkata dengan manja dan sedikit menuntut.

Love For The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang