30. Gagal

818 149 52
                                    

PERSIAPKAN HATIMU SAUDARA-SAUDARA!

JANGAN SIDERS DONG AHELAA. 😩

****

"Apa kabar, Alisha?"

Gadis itu tersenyum tipis, menunjukkan raut senang yang sedikit terpaksa karena bingung harus bagaimana. "Baik," sahutnya.

"Gimana sekolahnya di Indonesia? Udah mau ujian?" tanya pria itu bertubi-tubi.

Alisha mengangguk. "Sebentar lagi ujian akhir, habis itu libur semester sekalian persiapan untuk ujian masuk perguruan tinggi negeri." Dia menatap ke arah layar lagi, lalu membuka suara. "Gimana kuliah lo di sana?"

"Ah, lancar." Yohan tersenyum. "Keluarga lo sehat semua?" tanya pria itu.

"Sehat."

Yohan menatap Alisha dari layar laptop dengan raut heran. Kenapa gadis itu terus saja diam dan terasa agak dingin daripada sebelum dia berangkat ke Amsterdam.

Hari ini adalah hari liburnya, di mana dia tidak ada tugas kuliah ataupun bertemu teman-temannya di Amsterdam. Maka dari itu dia menghubungi Alisha via Skype. Tetapi, respon gadis itu agak berbeda dari yang Yohan harapkan.

Dan dia memutuskan untuk bertanya, "Alisha, lo nggak apa-apa?"

"Gue?" tanya gadis itu sambil menunjuk dirinya sendiri. "Gue nggak apa-apa kok."

"Serius? Lo beda," katanya.

"Oh, mungkin perasaan lo aja." Alisha tertawa canggung untuk yang kedua kalinya. "Gue biasanya emang gini, kan?"

Yohan menyesap cokelat hangat miliknya di dalam gelas, lalu kembali meletakkan gelas itu di atas meja dan mulai bicara lagi. "Biasanya lo nggak gini, makanya gue tanya. Baru hampir tiga bulan gue pergi, lo udah berubah. Lo serius nggak apa-apa?" tanya pria itu.

Gadis itu mengangguk. "Mungkin karena selama tiga bulan ini lo nggak pernah hubungi gue, makanya lo ngerasa gue berubah. Padahal gue masih sama aja," sahutnya.

"Ah, iya. Itu juga." Yohan membenarkan posisi duduknya. "Gue minta maaf ya, selama tiga bulan ini sama sekali nggak bisa hubungi lo karena ada urusan yang nggak bisa gue tinggal."

"Iya, nggak apa-apa."

Alisha menghela napasnya. Rasanya mulut gadis itu gatal sekali, ingin dia segera mengatakan kepada pria itu bahwa dia merindukannya. Setiap hari, setiap detik, perasaan itu tidak hilang sama sekali.

Semakin dia tahan, rasanya semakin menyakitkan untuknya.

Alisha tersenyum. "Yohan, gue kang—,"

"Mama gue apa kabar? Suka main ke rumah lo nggak?"

Gadis itu terdiam sejenak, belum sempat menjawab karena pria itu kembali membuka suara. "Kenapa, Al? Barusan kayak terbang gitu suara lo. Barusan lo bilang apa? Bisa diulang?"

Dia menggeleng. "Bukan apa-apa. Mama lo sering main di rumah kok, nginap juga kadang. Mama lo sehat juga, tenang aja."

"Oh gitu, syukur deh." Pria itu mengurungkan niatnya untuk kembali membuka suara, karena ada panggilan dari luar kamarnya. Yohan menoleh.

Alisha hanya bisa menatap Yohan yang menghadapkan tubuhnya ke belakang, ke arah pintu. Tak ada yang bisa Alisha lihat dengan jelas pada awalnya, selain seorang gadis yang Alisha tebak sebaya dengan Yohan.

Mungkin temannya? Tetapi sedang apa di depan kamar yang ditempati Yohan? Apa itu adalah kamar gadis itu, dan mungkin saja sepupu Yohan? Atau apa? Alisha tidak tahu, pertanyaan yang muncul bahkan terlalu banyak.

TWIN FLAME [ REVISI ]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora