SL 26

3.9K 76 31
                                    

Adryan Aryan's POV

" Tahukah kamu bahawa mencintaimu tanpa mampu memilikimu seutuhnya adalah siksaan jiwa terdalam yang pernah aku alami - Adryan Aryan"

_________________________________________

Sepanjang perjalanan menuju ke hospital di mana ibuku sedang dirawat, dadaku terasa berat. Aku tidak dapat berhenti memikirkan Soffyana yang aku tinggalkan bersendirian di kedai makan itu. Dia sedang mengandungkan bayiku.

Seharusnya aku tidak meninggalkan Soffyana  sendirian di situ. Namun, aku tidak punya pilihan. Aku tidak mungkin membawa Soffyana bersamaku mengingat betapa ibuku tidak merestui hubungan kami.

" Bagaimana keadaan mummy? " Soalan pertama yang ku lontarkan tika tanganku menguak daun pintu .

Soalanku tidak berjawab. Beberapa pasang mata menatapku tanpa mengatakan apapun.

Di dalam bilik itu bukan hanya ada keluargaku, tetapi juga Lisa dan keluarganya. Hatiku semakin gelisah tika mataku menangkap ada seorang lelaki yang berpakaian rasmi di dalam bilik itu.

Aku berjalan menghampiri ibuku yang terbaring lemah di atas katil. Matanya terpejam rapat. Dadanya kelihatan turun naik dengan perlahan sekali. Tanpa dapat ku tahan, beberapa butir air mata lelakiku jatuh menimpa pipi.

" Maafkan Aryan, mum," aku terisak sambil menggenggam tangan ibuku.

Aku benar-benar merasa bersalah kerana tidak mampu menjadi anak yang dapat membahagiakkannya. Andai saja...andai saja...

" Aryan," telingaku menangkap suara lemah yang lolos dari bibir ibuku.

" Ya, mum. Aryan di sini. Maafkan Aryan, mum," suaraku terdengar payau.

" Mummy...mummy...," Suara ibuku terhenti di situ.

Ibuku kelihatan tercungap. Terlihat dia mengalami kesukaran untuk bernafas. Matanya terpejam erat.

Aku menggenggam tangannya semakin erat. Air mata yang turun bertambah deras. Di sampingku Nilia menangis terisak.

" Panggil doktor," kataku kepada Nilia.

Namun belum sempat Nilia bangun, ibuku berkata separuh berbisik.

" Jangan..," katanya dengan perlahan.

" Mum..," namun mummy tetap menggelengkan kepalanya.

" Mummy takkan dapat bertahan," katanya.

Aku dan Nilia saling berpandangan mendengarnya. Mata Nilia yang merah dan basah sudah cukup menceritakan betapa remuk hati kakakku ini.

" Lakukan.. sesuatu... untuk... mummy, Aryan," suara ibuku tersekat-sekat.

Aku mengangguk-angguk sambil berusaha melawan kesedihan yang terasa menikam ke dada.

" Apapun akan Aryan lakukan untuk mummy," kataku tanpa berfikir panjang.

Saat itu aku sempat melihat pandangan tajam suami Nilia, seolah-olah memberi isyarat kepadaku tentang sesuatu. Namun apa...

Secret LoverWhere stories live. Discover now