SL 18

3.8K 53 6
                                    

"Hidupku saat ini ibarat sepotong ayat yang tidak lengkap. Kamu pula ibarat patah perkataan yang berfungsi untuk melengkan ayat itu. Hanya dengan kehadiranmu barulah hidupku lengkap dan bermakna. - Adryan Aryan"
_______________________________________

Adryan Aryan's POV

Aku menangis dan tertawa sekaligus. Berita yang baru disampaikan oleh doktor yang meneriksa keadaan Soffyana merupakan khabar indah yang memang aku harapkan.

"Isteri encik mengandung. Usia kandungannya sudah masuk minggu ke empat," jelas doktor wanita tersebut.

"Terima kasih, doktor. Terima kasih," aku menjabat erat tangan doktor tersebut.

Soffyana mengandung empat minggu. Tidak silap percaturanku. Empat minggu? Aku tersenyum. Ternyata kali pertama tubuh kami menyatu telah membuahkan hasil. Malam itu, spermaku yang aku lepaskan ke dalam rahim Soffyana telah berjaya mensenyawakan ovumnya.

"Waw!" Aku tersenyum nakal dan bangga. Benih pertama yang aku keluarkan memang benar-benar berkualiti.

Setelah doktor meninggalkan kami, aku meraih Soffyana ke dalam pelukanku. Aku memeluk Soffyana sambil berkali-kali mencium bibirnya. Aku berasa sangat bahagia. Akhirnya doaku termakbul.

"You're pregnant, honey," berulang kali kata itu aku ucapan.

"Kita akan segera menikah, sayang. Pasti mummy takkan menghalang kita," kataku.

Soffyana membalas pelukanku. Dia turut tersenyum. Namun senyumannya terlihat sedikit hambar.

"Kamu tak happy, sayang?" aku bertanya.

"Happy. Tapi bagaimana dengan papa dan mama?" Soffyana nampak risau.

"Rileks, sayang. Apapun kata mama dan papa nanti, kita akan memghadapinya bersama," aku mengelus belakangnya.

"Aku tidak sanggup melihat papa memukulmu," ucapnya perlahan.

"Pasti sakit, kan," sambungnya.

Aku tertawa kecil. Siapa kata tak sakit. Hingga saat ini, pipiku masih terasa pedih. Tulang rahangku juga masih terasa berdenyut.

"Tak sakit sedikitpun, sayang," aku berbohong.

"Betul tak sakit?" Soffyana mendongakkan wajahnya. Dia memandang tepat pada pipiku yang aku pasti masih ada kesan lebam.

"Hmm.."

"Aku sanggup papa kamu memukulku lagi dan lagi. Tapi dengan syarat..," sekali lagi aku mencuri mencium bibir Soffyana.

"Syarat?"

"Syaratnya setelah aku sakit dipukulnya, dia harus menyerahkan kamu untuk aku nikahi di hadapan altar," kataku.

Soffyana mengerutkan dahinya. Tanda dia tidak memahami maksudku.

"Tak faham?" Soffyana mengangguk.

" Jika aku sudah dipukul dengan teruk, wajah tampanku ini pasti sudah cacat, sayang. Mana ada lagi gadis yang sudi menjadi isteriku selain kamu," jelasku.

"Adryan!" Soffyana memukul manja dadaku. Aku tertawa kecil seraya mengeratkan pelukanku.

Aku memang bergurau. Namun di sebalik gurauan itu, tetap ada kebenarannya. Aku sanggup ayah Soffyana memukulku. Asalkan jangan memaksaku untuk berpisah dengan Soffyana.

Hidupku saat ini ibarat sepotong ayat yang tidak lengkap. Soffyana pula ibarat patah perkataan yang berfungsi untuk melengkapkan ayat itu. Hanya dengan kehadiran Soffyana barulah hidupku lengkap dan bermakna.

Secret LoverWhere stories live. Discover now