Jalan

2.2K 271 3
                                    




Sambil vote ya guys

Udah mulai rajin update nih



























Hana menjambak rambut Jeno yang tengah duduk disebelahnya kala merasakan sesuatu pada perutnya. Jeno sampai tertunduk ngikutin jambakan dari istrinya ini.

"Kamu kenapa?" tanya Jeno.

Hana dengan ekspresi menahan nyeri sambil mengatur nafasnya, "Anak kamu nendang"

Jeno lantas mengarahkan telapak tangannya pada perut Hana, masih bisa ia rasakan gerakan dari anaknya didalam perut.

"Adek ga boleh nakal ya didalem, nanti kalau udah lahir main sama papa"

Jeno masih setia mengelus perut Hana sampai anaknya diam dialam sana. Ini juga baru pertama kalinya Jeno merasakan tendangan anaknya, maklum Jeno tidak ada sewaktu hamil Nathan.

"Kenapa dulu kamu bisa ngerasain sendiri waktu hamil Nathan? Kenapa ga telfon aku?" kini Jeno mulai melayangkan protesnya.

"Ya mana sempet ngeraih handphone, udah kalang kabut sama sakitnya"

Hana menyandarkan kepalanya pada punggung sofa seraya mengelus perutnya itu. Semakin mendekati bulan lahir anaknya, semakin aktif juga sang anak didalam sana.

"Jadi jalan-jalan ga?" tawar Jeno.

Memang sebelumnya mereka berdua berencana jalan-jalan keliling komplek aja dipagi hari. Soalnya kata dokter harus banyak gerak supaya bisa lahiran normal.

"Jadi" Hana berdiri dari duduknya lalu merapikan bajunya. Begitupun dengan Jeno langsung sigap kala istrinya berdiri.

Karena Nathan juga masih tidur, jadi mereka berdua berani buat ninggalin anak mereka, toh juga jalan-jalannya tidak lama dan tidak jauh juga.

Jeno dengan setia menggandeng tangan Hana, bahkan mengikuti langkah kaki istrinya ini yang terkesan kecil dan pelan. Terkadang juga mereka membalas sapaan dari tetangga yang mau berangkat kerja.

"Capek Jen" keluh Hana yang baru jalan sampai ujung komplek.

"Duduk ditaman yuk"

Akhirnya mereka berdua jalan kearah taman komplek dan duduk disalah satu bangku yang ada disana. Terlihat ditaman banyak juga orang yang tengah berolahraga pagi.

"Duduk sini dulu, nih minum" Jeno memberikan botol minuman yang dibawanya tadi dari rumah.

Hana menerima botol itu lalu memberikan senyuman pada suaminya, "Makasih"

Namanya Jeno adalah laki-laki tampan pasti jadi bahan tontonan atau lirikan perempuan yang kepincut melihat ketampanan bapak beranak satu ini.

Tau sendiri dikehamilan sekarang Hana suka banget cemburu, sekarang juga mood Hana udah berubah gara-gara lirikan dari orang-orang yang melintas didepan mereka dari tadi.

"Ayo pulang aja, aku gasuka kamu jadi bahan tontonan"

Jeno meraih tangan Hana lalu mengecup punggung tangan itu. "Ayuk"

🎈

Baru kaki melangkah sampai depan pintu rumah, didalam sana udah terdengar suara tangisan Nathan yang keras banget. Dan benar saja waktu masuk Nathan udah nangis disofa dan untung aja ditenangin sama salah satu pegawai rumahnya.

"Mamaa" rengeknya kala melihat Hana yang ebrjalan menghampirinya.

Hana langsung memberikan pelukannya dan mengusap punggung anak itu agar tangisannya segera berhenti.

"Kenapa nangis hmm?" tanya Hana lembut.

Bocah itu masih sesenggukan. "Mama papa kemana?"

"Habis dari depan Than" saut Jeno sambil mengusap pucuk kepala anaknya.

"Athan bangun sendili, gaada mama hiks"

"Iya maafin ya, sekarang diem ya kan udah ada mama papa"

Tangisan Nathan mulai mereda namun masih nyaman duduk dalam dekapan mamanya. Hanapun mengusap keringat yang membanjiri kening anaknya gara-gara nangis tadi.

Entah pergi kemana bocah menangis tadi karena sekarang telah digantikan dengan tawanya. Sekarang Nathan tengah bermain sepak bola sama Jeno dihalaman belakang rumah.

Hana sudah tidak memperbolehkan Nathan untuk main bola didalam rumah karena televisi besar yang berada diruang keluarga sudah menjadi korbannya gara-gara mereka berdua.

🎈

"Jangan disisi situ deh, agak kekanan" saran Hana pada Jeno yang tengah menata kasur untuk anaknya kelak.

Padahal ada ranjang bayi bekas Nathan dulu tapi Jenonya tidak mau pakai bekas anak pertamanya itu. Jadi ia menyiapkan kamar baru sampai semua barang yang ada dikamar itu baru.

Jeno juga sudah ada lima kali ngerubah letak ranjang bayi itu karena Hana yang tidak suka dengan letaknya. Mulai dari disamping pintu, didekat jendela bahkan ditengah-tengah ruangan.

"Stop" suruh Hana.

Jeno sedikit menghela nafas, benar-benar istrinya ini lagi ngerjain dirinya. Pasalnya ranjang itu berhenti tapat seperti letak pertama kali. Hana sudah ketawa-ketawa ngelihat muka lesu suaminya itu.

"Untung kamu istri aku ya, kalau anak buah aku udah kupecat kali" keluh Jeno.

"Babynya yang mau, bukan aku"

Setelah mengucapkan itu Hana kabur keluar dari ruangan itu, meninggalkan Jeno yang lagi kelelahan.

"Dasar Lee Hana"

Jeno menutup pintu kamar itu setelah dirinya keluar. Kakinya ia langkahkan masuk kedalam kamarnya sendiri, bersiap diri untuk berangkat kekantor.

Memang sudah terlalu siang untuk berangkat kerja, namun pria itu memiliki sebuah janji untuk menjalankan meetingnya dan berkas dimejanya mungkin juga banyak.

Jeno turun dari lantai dua rumahnya dengan tergesa-gesa sambil membenarkan dasinya. Sorot matanya menuju sang istri dan anaknya yang tengah bersantai pada halaman samping rumah.

"Aku berangkat dulu ya, mungkin pulang agak larut" ucapnya berpamitan lalu mengecup kening sang istri.

"Lagi?"

Entahlah, sekarang-sekarang lelaki itu jadi lebih sering pulang larut malam dengan alasan lembur. Padahal mempunyai karyawan yang bisa ia suruh untuk lembur bukan malah pemilik perusahaannya yang lembur pada kantornya sendiri.

"Iya sayang, maaf ya. Aku usahain nanti agak cepet"

Hana hanya mengangguk, kini Jeno meraih tubuh sang anak dibawanya kedalam gendongannya padahal Nathan sudah mau tertidur tadi menikmati hembusan angin.

"Jangan nakal dirumah ya, dijaga mama sama adiknya"

Setelah itu Jeno mengembalikan Nathan kepangkuan Hana. Ponsel pria itu yang berada dalam skau celananya berdering.

Jeno mengambilnya seraya berjalan keluar dari rumah dan Hana hanya menatap punggung suaminya itu yang semakin menjauh.




TBC








✔ Papa Mama | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang