#1

149 2 0
                                    

•November, 2011•

"Dasar! Kau bukan adikku! Jangan pernah kau berani bicara padaku lagi!"

Cha Jaeyeon. Anak perempuan berumur 13 tahun tersebut hanya bisa menunduk diam. Ini adalah pertama kalinya sang kakak, Cha Hakyeon, berteriak sekecang dan semenyeramkan itu dihadapannya.

BRAK!

Hakyeon membanting pintu kamar adiknya tersebut saat keluar dari sana. Raut wajahnya berubah menjadi sangat muak. "ARGH!" Teriakannya terdengar jelas didalam rumah mewah itu.

Ia menuruni tangga dan memanggil 2 penjaga. "Kalian berdua, jangan pernah biarkan anak itu keluar kecuali ke sekolah. Dan jangan biarkan orang lain masuk kecuali aku." Kata Hakyeon.

"Siap, tuan muda." Kedua penjaga ber name tag 'Eric Nam' dan 'Lee Ho Won' tersebut langsung bergerak, lalu memposisikan diri mereka didepan pintu putih kamar Jaeyeon.

Hakyeon hanya menaikkan salah satu sudut bibirnya melihat kedua penjaga yang memiliki gaya rambut serta jas yang sama itu, lalu ia pergi keluar rumah dan menaiki mobil pribadinya kesuatu tempat.

Sedangkan Jaeyeon didalam kamar, hanya meringkuk diatas kasur biru queen size nya, menangis. Kejadian 1 minggu lalu terekam di otaknya. Saat dimana rumah mewah ini berubah menjadi sebuah kenangan buruk bagi keluarga bermarga Cha tersebut.

Flashback•

Hakyeon dan Jaeyeon saat itu sedang bermain musik bersama di ruang keluarga. Sang ibu dan ayah yang sedang mengobrol di dapur tersenyum mendengar keharmonisan melodi dari gitar yang dimainkan Hakyeon dan juga suara merdu Jaeyeon.

Namun tiba-tiba, suasana dirumah itu berubah sangat serius dan menyeramkan. Sekelompok orang tak dikenal mendobrak pintu rumah mereka dan masuk sambil membawa pistol.

Otomatis kedua pasangan suami-istri tersebut langsung melindungi kakak beradik itu yang ada dibelakang mereka. Tanpa ragu lagi, dua orang dari kelompok itu langsung menembakkan peluru ke arah ibu mereka dan tepat terkena di perut sang ibu.

"IBU!" belum sempat Jaeyeon ingin menghampiri tubuh ibunya, Hakyeon sudah menarik lengannya dan lari ke pintu belakang untuk kabur bersama sang ayah.

Namun baru berlari beberapa meter dari rumah, beberapa orang asing telah memgepung mereka. Tidak ada jalan keluar. Salah satu dari mereka menarik Jaeyeon dan menodong pistol ke kepalanya.

"Menyerahlah. Atau anak perempuan manis mu ini akan pergi dalam sekejap." Ancam orang itu.

Sontak sang ayah menyuruh Hakyeon lari untuk mengalihkan perhatian yang lain, sementara sang ayah akan melawan sendiri pendekap Jaeyeon.

Hanya bertiga lah ia dengan Jaeyeon dan orang misterius itu sekarang. "Belum mau menyerah, tuan? Apa kau mau anakmu ini mati dihadapanmu hah?" Ucap orang itu lagi.

"Lepaskan dia." Balasnya, "Jika kau punya masalah denganku, hadapi aku dan jangan menyeret anak-anakku yang tidak tau apa-apa."

Orang itu pun melepas Jaeyeon setelah berpikir sebentar. Sang ayah mengisyaratkan Jaeyeon untuk lari menyusul Hakyeon. Sang penodong tadi menyadari bahwa Jaeyeon telah kabur, "Hei! Hei anak kecil! Jangan lari kau!"

"Dia tidak tau apa-apa." Kata ayahnya, orang itu berbalik menghadapnya. "Hadapi aku kalau kau berani."

Orang tersebut hanya mendengus dan menyeringai. Lalu dalam sedetik, peluru telah bersarang di jantung sang ayah. "Kau terlalu banyak omong, tuan." Katanya lalu pergi.

Jaeyeon tidak mau melihat kebelakang saat ia mendengar suara pistol ditembakkan. Entah itu pistol yang mengakhiri hidup ayah atau Hakyeon, ia tidak tau, ia tidak mau tau tepatnya.

Ia berlari ke jalanan gelap Seoul karena hari itu sudah jam 11.30 malam. Ia mendengar banyak suara sepatu-sepatu dibelakangnya yang berarti kelompok tadi masih mengincarnya. Ia hanya berlari, berlari dan terus berlari.

Sampai tangan seseorang menariknya ke sebuah gang kecil dan gelap lalu menutup mulutnya.

Jaeyeon memperjelas pandangannya yang buram karena air mata telah menggenangi mata coklat nya. "Oppa.." ucapnya setelah melihat Hakyeon, kakaknya, ada didepannya. Menaruh telunjuk di bibirnya sendiri, mengisyaratkan adik berbeda 1 tahunnya untuk tidak bicara dan tetap tenang.

Hakyeon mendekap sang adik erat dengan posisi punggung Jaeyeon menempel pada tembok, sedangkan Hakyeon didepannya dengan kedua tangan memeluk Jaeyeon.

Jaeyeon menyembunyikan kepalanya di bahu kakaknya, tubuhnya menggigil, antara ketakutan dan kedinginan.

"Kemana mereka?" Suara-suara mulai terdengar dari kejauhan. "Hei! Cari mereka berdua sampai dapat, jangan sampai ada yang tersisa. Cepat! Cari keseluruh sudut kota!" Perintah sang ketua kelompok itu yang diikuti dengan kata "Siap!" dari anggota-anggotanya.

Dekapan Hakyeon makin kuat setelah mendengar percakapan singkat ketua dengan anggota tersebut. Suara langkah kaki manusia yang diperkirakan sekitar 10 orang itu akhirnya melewati gang kecil tempat mereka bersembunyi.

Hakyeon dengan berani menengok ke kanan-kiri diluar gang, memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka. Lalu ia kembali ke dalam gang dan memeluk kembali Jaeyeon yang sekarang menangis.

"Semua akan baik-baik saja, Jaeyeon-ah. Tidak apa-apa. Ada aku disini, tenanglah, semua akan kembali seperti semula sebentar lagi. Tenanglah, kau harus ingat kalau salah satu dari kita ada yang pergi, aku, Cha Hak Yeon, sebagai kakak satu-satunya milikmu, aku sangat menyayangimu. Mengerti?"

•Flashback end•

Ya, Jaeyeon masih ingat dengan jelas perkataan Hakyeon saat itu. Semua kata-katanya yang menenangkan. Kalimat Hakyeon saat itu. Jika dibandingkan dengan kondisi mereka sekarang, semuanya bohong.

Semua memang kembali seperti semula. Rumah. Kamar. Penjaga dirumah mereka. Studio musik. Namun, sifat Hakyeon. Berbanding terbalik dengan apa yang ia katakan tepat 1 minggu lalu. Hakyeon berubah. Dan mungkin tidak akan kembali seperti semula.

Memikirkan semua itu membuat Jaeyeon semakin emosi. Air mata tak bisa ia kendalikan. Belum sempat move on dari kematian kedua orang tuanya, Hakyeon sudah menambah kesedihannya. Apalagi Hakyeon menuduhnya sebagai akibat dari kematian kedua orangtuanya terutama sang ayah yang saat itu mempertaruhkan nyawa menyelamatkan Jaeyeon

"Harusnya kau sudah mati sekarang dan bukan ayah yang mati" kurang lebih begitulah kata Hakyeon.

Ia tidak mengerti mengapa semua orang seperti ini padanya. Malah besok dia harus masuk sekolah. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi sahabatnya, Yoo Jiae, ketika melihat matanya bengkak karena menangis terlalu sering akhir-akhir ini

•-•-•-•-•-•-•-•-•-•

A/N : Hai! Jadi disinilah mulai kuceritain apa yg terjadi di keluarga Jaeyeon. Panjang bgt ya? Maaf dehhh soalnya aku agak males kalo harus pendek2, biar sekalian aja gitu hehehe. Eric Nam kujadiin penjaga yg ditaro di depan kamarnya, kenapa? Kalian akan tau nanti^^ Jangan bosen2 kunjungin fanfic aku dan tunggu kelanjutannya ya! Comment, Like, and Follow~

XOXO, Nisya☆

Let Me Protect YouWhere stories live. Discover now