Aku menghembuskan napas perlahan, rasanya sudah lama sekali tidak menginjakkan kaki di tempat ini. Perutku kian membesar membuatku sedikit kesulitan untuk berjalan. Langkah demi langkah ku pijaki tanah basah yang baru saja diguyur hujan. Ku tatap dua gundukan yang ada di hadapanku saat ini.
"Kak, aku datang." Dengan susah payah aku berjongkok lalu mengusap batu nisan bertuliskan nama Kak Luna. Tak lupa menyimpan bunga yang aku bawa tadi d iatas kedua gundukan itu.
"Yuno sayang, Bunda datang."
Air mataku meluncur dengan sendirinya. Rasa sakit yang pernah hadir dalam hati ternyata tidak bisa dengan mudah hilang begitu saja.
"Kamu sangat membenciku ya sampai mau membawa Jefri pergi bersamamu juga?"
"Aku minta maaf kalau selama aku hidup membuat Kakak susah."
Ku hapus bulir air mata yang berjatuhan. Ku usap pelan perutku yang semakin membuncit ini. "Ini anak Jefri Kak... darah daging Jefri sama seperti Yuno. Maaf karena aku menghianatimu, tapi bolehkah aku egois? Aku tidak ingin anak ini lahir tanpa seorang Ayah. Jadi, aku mohon jangan bawa Jefri juga. Bantu aku untuk memohon kepada Tuhan agar Ayah Sean kembali pulih."
"Bantu Bunda ya sayang? Yuno mau Adik Yuno bisa melihat Papa sampai adik Yuno besar kan? Yuno anak baik, Bunda yakin Yuno juga sudah bahagia bersama Mama di sana. Kamu sudah memaafkan Papa kan sayang?" Tangisku kembali pecah. Aku tak sanggup jika anakku lahir tanpa seorang ayah di sisinya.
"Bunda? Ini makam siapa?" tanya EL saat tiba ditempatku duduk. Aku menghapus sisa air mataku dan tersenyum ke arahnya.
"Ini makam adik El, namanya adik Yuno dan yang di sebalahnya itu makam Aunty Luna, dia Mamanya adik Yuno, ayo ikut berdoa bersama Bunda sini."
"Aunty Luna dan Adik Yuno sudah bahagia di sana ya Bunda?" Aku hanya tersenyum membalas ucapannya.
"Iya, sekarang EL berdoa semoga Aunty dan Adik Yuno semakin bahagia di sana." timpal Kak Sena.
"Iya Ayah. Tuhan jaga Aunty Luna dan Adik Yuno ya. Semoga mereka bahagia di sana, beri Adik Yuno mainan yang banyak supaya Adik tidak kesepian." kedua tangan El merapat seperti berdoa membuat air mataku kembali menetes.
"Ayah, El boleh main ke sana? El mau bermain dengan adik Yuno?"
"Belum waktunya sayang. Sekarang El ajak Bunda pulang ya karena hari sudah semakin gelap."
----------------------------------
"Keputusan apa yang akan kamu buat?" Kak Sena memecah keheningan yang terjadi di antara kami.
"Kak—"
"Hampir sembilan bulan kamu menghilang dan aku yakin dilubuk hatimu kamu masih mencintainya Al. Jangan egois, kamu sedang mengandung anaknya. Jangan jauhkan mereka Al, aku akan sangat menyesal karena tidak berada di dekatmu saat kamu mengandung darah dagingku jika aku berada di posisi Jefri. Kalian itu sama-sama keras kepala, tidak ada yang mau mengalah. Kebencian yang kalian ciptakan itu timbul karena rasa takut akan kehilangan satu sama lain. Jangan sampai rasa benci itu membunuh rasa cinta kalian secara perlahan. Hentikan sekarang Al, mulai hari ini aku membebaskanmu."
Mengapa kak Sena tidak membicarakannya terlebih dahulu padaku?
Mengapa menyerah sekarang di saat aku sudah mulai membuka hati untuknya?
Apa aku tidak boleh bahagia bersamanya?
"Aku pulang bersama dengan El, pikirkan semua yang ku ucapkan Al. Aku seperti ini karena aku menyayangimu. Aku tidak ingin kamu hidup dengan penuh penyesalan. Maafkan Jefri dan buat dia bahagia di sisa umurnya, biarkan dia merasakan kebahagiaan bersama istri dan calon anaknya. Kamu paham kan? Jefri sama tersiksanya denganmu."
"Ka-kh maaf- Aku-" Kak Sena merengkuh tubuh mungilku dan menepuk punggungku pelan. "It's okay Al, Kakak ingin kamu bahagia."
-----------------------------
Pagi ini aku diantarkan oleh Kak Ten ke rumah sakit tempat dimana Jefri di rawat. El sekarang sedang bersama dengan ayahnya. Kemarin dia sempat menangis karena aku tidak ikut pulang yang akhirnya luluh setelah dibujuk denganku bahwa nanti saat dia libur aku akan mengajaknya bermain ke taman.
Aku melihat mama mertuaku berlari ke arahku seraya menangis. "Maafkan Mama Al, Mama tidak tahu kalau Jefri berbuat seperti itu padamu dan Yuno. Mama minta maaf."
"Bukan salah Mama, ini semua salahku dan Jefri Ma. Aku pamit ya? Ingin menjenguk Jefri sebentar." Aku melepas genggaman mama. Bukannya aku tidak memaafkan beliau tapi aku masih merasa kecewa dengan sikapnya kepadaku saat itu.
Kamar VIP ini terlihat sunyi meskipun banyak fasilitas lengkap di sini. Jefri terlihat pucat dengan selang infus yang tertancap di tangan kanannya. Menurut Dokter Jefri sudah ada kemajuan dari dua hari yang lalu.
Aku berjalan pelan mendekat ke arah Jefri seraya mengelus perutku, menguatkan diri sendiri karena aku tidak sendirian sekarang ada baby Sean yang selalu menguatkan aku. "Lama tidak bertemu Jef?" kataku sangat pelan tapi entah firasat Jefri yang kuat atau rasa cinta kami yang begitu kuat membuatnya merasakan kehadiranku disampingnya.
Jefri membuka matanya, menatapku dengan mata yang lemah. "Alana? Is that you?"
"Jangan banyak bicara, kamu harus lekas sembuh. Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan kepadamu."
"Al, aku... minta maaf." Aku melihat bulir air mata keluar dari sudut mata Jefri.
Apa dia menangis? Tanpa diminta tanganku tergerak untuk menghapus bulir air matanya yang berjatuhan.
"Cepat sembuh, baby Sean ingin melihat Ayahnya sembuh." Aku menitikkan air mata, tak kuasa melihat Jefri. Jefri yang sangat kurus, pucat dan tidak terurus.
Sebegitu frustasinya kah kamu, Jef?
Jefri terdiam tak bergerak sedikitpun, aku membawa tangan kanannya untuk mengelus perutku. "Ayah, ini baby Sean anak Ayah."
"Sean? Dia darah dagingku?" tanyanya tak percaya. Aku hanya mengangguk dan kembali menghapus air mata yang mengalir dari matanya.
"Aku minta maaf Al, harusnya aku tidak bertindak bodoh saat itu sampai kamu meninggalkanku. Rasanya aku gila tanpa kamu."
Aku menepuk bahu Jefri pelan. "Lupakan Jef, sekarang kamu harus pulih. Aku janji akan ada di sampingmu sampai kamu sembuh. Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu tentang aku, kamu dan Kak Sena."
"Berjanji pada baby Sean kalau kamu akan ada di sampingnya sampai dia lahir?" Jefri mengangguk lalu kembali mengelus perutku, nampaknya kondisinya semakin membaik.
"Al kamu tahu apa yang membuatku bahagia dan menyesal karena mempunyai penyakit ini?" Aku tak mengerti dengan ucapannya.
"Kamu, hanya dengan bersamamu aku bisa bahagia dan menyesal di saat bersamaan. Menyesal karena kamu, aku bisa bertindak bodoh menyakiti diriku sendiri." Jujurnya sebenarnya terlihat lucu menurutku.
"Salahmu mengapa bisa bertindak bodoh. Aku akan membantu mencari donor hati untukmu, Jef."
"Tidak perlu Al, kamu dan baby Sean ada di sampingku juga sudah lebih dari cukup. Aku tidak butuh yang lain." katanya mantap membuatku terkunci di manik matanya.
Jef, sepertinya rasa cinta itu sudah tidak ada untukmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother In Law | Jung Jaehyun ✔️
FanfictionSEBELUM BACA FOLLOW YUK••• Ini kisahku yang dinikahi oleh kakak iparku sendiri sekaligus mantan sahabatku dan juga mantan kekasihku. . . Perhatikan ⚠️ pada tiap judul part, mohon bijak dalam membaca. #1 Jefri (20.5.2021) #1 Brotherinlaw (26.11.2021)...