T I G A B E L A S

1.3K 228 9
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam dan sampai saat ini Jeffrey dan Jaffan belum juga pulang ke rumah. Hal itu tentu membuat Jeselin khawatir. Ia sampai turun ke lantai bawah dan meninggalkan Justin yang sudah tidur duluan. Berpuluh-puluh kali Jeselin mencoba menghubungi Jeffrey, namun suaminya itu tak menjawab panggilannya.

Jeselin terus melirik ke arah jam besar yang terpajang di dinding. "Ke mana mereka? Kenapa sampai sekarang belum juga pulang?" tanyanya penuh cemas.

Ketika dirinya mendengar suara pintu terbuka, dirinya langsung mengalihkan pandangannya dan melihat Jeffrey yang tengah menggendong Jaffan yang sedang asyik memakan es krimnya. Jeffrey terdiam ketika melihat raut wajah sang istri yang kesal.

"Dari mana saja kalian?" tanya Jeselin sambil meletakkan tangannya di pinggang, persis seperti ibu-ibu yang tengah marah.

"Malam, Bunda. Tadi Jaffan mengajak ayah ke timezone sebentar, karena Jaffan ingin bermain trampolin," ucap Jaffan dengan santainya. Ia bahkan turun dan masuk begitu saja ke dalam rumah tanpa memedulikan Jeselin yang tengah menatapnya dengan tatapan mematikan.

"Kenapa enggak jawab telepon aku?" Kini giliran Jeffrey yang diinterogasi oleh Jeselin.

Jeffrey yang diberi pertanyaan seperti itu lantas saja buru-buru mengecek ponselnya. Dan benar saja puluhan sms dan telepon membanjiri ponselnya. "Maaf, Sayang. Ponselnya aku ubah jadi mode diam." Jeffrey menundukkan kepalanya.

"Mas enggak tahu, kalau aku tuh khawatir sama kalian berdua." Tiba-tiba Jeselin meneteskan air matanya ketika mendengar alasan yang Jeffrey ungkapkan.

"S-Sayang? Kok kamu nangis?" tanya Jeffrey yang berusaha menenangkan istrinya itu.

Ketika Jeffrey ingin menghapus air mata sang istri, Jeselin malah menepis tangan Jeffrey dan pergi dari hadapan Jeffrey. Ia memutuskan memilih kamar sebagai tempat persembunyiannya.

Jeffrey mengejar istrinya sampai ke depan kamar, namun sebelum ia masuk Jeselin sudah mengunci pintu kamar mereka dari dalam. Pria itu mencoba untuk membujuk sang istri untuk membuka pintu kamar, tapi Jeselin tidak memedulikan semua bujukan Jeffrey dan sudah terlanjur kecewa dengan sikap abai sang suami.

"Sayang! Terus aku tidur di mana dong?!" pekik Jeffrey sambil terus mengetuk-ngetuk pintu itu.

"Tidur aja sama Jaffan sana!" ucap Jeselin dari dalam kamar.

Jeffrey pasrah dan pergi ke ruang tengah untuk merebahkan tubuhnya di sofa. Apa salah dirinya sampai istrinya semarah itu padanya? Itu yang sedari tadi yang ia pikirkan. Memang ya, laki-laki itu benar tidak peka, istrinya khawatir malah ditanya lagi.

Jeffrey melihat seorang wanita paruh baya yang melewati dirinya. "Bi!" Jeffrey bangkit dari tidurnya dan mengubah posisinya menjadi duduk.

"Ya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Bibi Ina.

"Tolong carikan kunci cadangan kamar saya ya, Bi," perintah Jeffrey.

Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya dan pergi dari hadapan Jeffrey untuk menjalankan perintah pria itu.

Jeffrey kembali merebahkan tubuhnya. Ia menyalakan televisi untuk melihat berita terbaru hari ini.

Jeffrey mengambil buah apel yang ada di meja dan memakan buah itu. Ia benar-benar lapar saat ini tapi, badannya begitu gatal dan ia tidak bisa makan dengan badan seperti itu. Jadilah dirinya tak jadi memakan apel yang diambilnya tadi.

"Membosankan," tuturnya ketika melihat tidak ada acara televisi yang menyenangkan.

"Tuan," panggil Bibi Ina.

Jeffrey langsung bangkit dari posisinya dan melihat wanita paruh baya yang berdiri di hadapannya. "Gimana, Bi? Dapat kuncinya?" tanyanya.

Wanita itu mengangguk dan memberikan sekotak kunci yang mempunyai penanda masing-masing. Jeffrey tersenyum melihat kunci-kunci itu. Ia mengambil kunci-kunci itu dan pergi ke kamarnya.

Keluarga Bapak Jeffrey [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang