Tubuh Sayhan sontak menegang mendengar ucapan istrinya. Apa tadi Nuhai bilang? Dia teringat sesuatu? Sesuatu apa?
"Kamu-"
"Sayhan." Belum sempat suaminya bicara lebih lanjut sudah dipotong olehnya. "Aku punya satu pertanyaan dan jawab jujur."
Sayhan yang tadi merasa baik-baik saja, sekarang berubah jadi tidak baik-baik saja. Kepanikan melanda dirinya menatap sosok sang istri bagaikan pisau yang siap menusuknya. Masa lalu kelam mereka berdua mulai terlintas di pikiran Sayhan layaknya mimpi buruk yang terus menghantui setiap malam. Apakah kesempatan untuk memulai dari awal sudah hilang? Atau memang Tuhan menakdirkan mereka memang untuk berpisah?
"Bagaimana dulu ... kita bisa saling bertemu?"
Ketegangan yang dirasakan Sayhan perlahan-lahan mulai mencair setelah mendengar pertanyaan istrinya yang bermakna biasa-biasa saja. "Apa?" tanyanya sekali lagi untuk memastikan.
"Bagaimana dulu kita bisa saling bertemu?"
Dalam hati Sayhan menerka-nerka, apakah yang diingat oleh istrinya adalah moment saat mereka berdua pertama kali bertemu? Benarkah begitu? Tak apa jika memang seperti itu. Hampir saja rasa takut seperti ini membunuhnya. Pokoknya ingatan Nuhai tidak boleh pulih sekarang. Jika bisa, amnesia aja selamanya.
"Kamu dulu jadi seorang pelayan di sebuah restoran dan aku makan di tempat kamu bekerja dulu, dan dari situlah kita berdua saling bertemu lalu aku jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihatmu," tutur Sayhan mulai bercerita.
Nuhai mengubah posisi tidurnya jadi ikut menyampingkan badan menghadap Sayhan. Kini sepasang suami istri itu saling bertatap-tatapan di bawah lampu temaram kamar mereka. Nuhai merasa tertarik ingin tahu lebih dalam bagaimana awal pertemuannya dengan Sayhan. "Katanya usia aku yang sekarang 25 tahun, Saidan dan Saidar juga udah berumur 4 tahun. Berarti aku nikah sama kamu pas usiaku 20 tahun, begitu?"
"Iya, betul sekali."
Waaah ... Nuhai merasa tidak percaya bahwa dirinya dapat menikah muda, muda sekali. Baru menginjak kepala dua sudah memiliki seorang suami, padahal seingat Nuhai dulu dia tidak pernah dekat dengan pria manapun, sempat terpikirkan kalau dirinya bakalan menikah di usia mepet-mepet palingan di angka mendekati 30-an. Tak disangka takdir Tuhan berkata lain.
"Oh iya!" Memikirkan soal usia, Nuhai teringat lagi dengan selisih umur antara dirinya dengan Sayhan. "Kita 'kan beda 10 tahun itu artinya saat kita nikah usia kamu udah masuk kepala tiga, iya, 'kan?"
Sayhan tidak langsung menjawab. Ia memasang tampang muka malas. Haruskan istrinya menanyakan hal itu padahal sudah tahu apa jawabannya. Sayhan memang kurang menyukai situasi di mana jika ada yang mengungkit-ungkit tentang selisih usianya dengan sang istri. Kesannya ia ini seperti seorang pedofil. "Iya," jawabnya singkat.
"Dih, gak tahu malu kamu ya nikahin perempuan di bawah umur."
"Di bawah umur? Usia 20 tahun itu sudah matang untuk dijadikan seorang istri," bantah Sayhan.
"Maksudku ... usia kita berjarak 10 tahun. Kenapa kamu gak cari aja perempuan yang setara usianya sama kamu saat itu."
"Aku cintanya sama kamu, kenapa harus menikah dengan perempuan lain hanya karena persoalan umur?"
Nuhai terdiam, ia memandang Sayhan begitu dalam untuk beberapa saat. Barusan ada satu kata yang terlontarkan dari mulut lelaki itu sukses membuatnya merasa terganggu. "Kamu mudah banget sih, bilang 'cinta' ke aku."
Raut muka Sayhan menampilkan kebingungan. "Ya ... memangnya kenapa?"
"Itu tandanya kamu gak benaran cinta sama aku." Menurut buku teori masalah percintaan sepasang insan yang menjalin kasih sayang alias sebuah novel fiksi yang selama ini dibaca oleh Nuhai, di situ tokoh utama pria tidak gampangan mengatakan cinta pada tokoh utama perempuan, nanti bilang cintanya saat sudah mau detik-detik menuju novel tersebut tamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Lupa Ingatan
Romance"Ujian dalam kehidupan pernikahan itu akan selalu ada. Pertanyaannya mampukah kita bertahan?" Nuhai Fihandinia tidak menyangka bahwa ada seorang lelaki bernama Ryuto Sayhan datang dan melamar dirinya. Ingin rasanya menolak, tapi teringat oleh janjin...