Rumbling (3)

3.6K 307 216
                                    

“Hebat…” Semua orang menatap takjub Susanoo yang sedang mengudara membawa mereka. Naruto membuat beberapa bunshin, mereka duduk bersila mengumpulkan energi alam untuk pertarungan besar nanti. Susanoo terbang di atas kepulan asap pasukan titan kolosal yang tengah menyeberangi lautan. Masih ada banyak sekali dari mereka yang belum keluar dari pulau.

“Mengerikan…” Gumam Jean. Dia sangat tampak kelelahan, wajahnya pucat, jelas sekali kalau dia sedang berada di dalam kondisi yang kurang baik untuk pertempuran ini. Tidak hanya Jean, Connie pun demikian. Terlebih lagi, dia telah melakukan pertarungan dengan puluhan pasukan Marley yang menduduki kediaman Azumabito di pelabuhan pulau. Mereka akan beristirahat dengan baik, setidaknya jika mereka sudah sampai di Odiha.

“Connie, Jean, apa kalian berdua baik-baik saja?” Tanya Sasha.

“Ah, aku tidak apa-apa, aku hanya kelelahan. Rasanya tubuhku remuk semua… Aku ingin mandi…” Connie langsung berbaring.

“Apa kau terluka? Bajumu penuh dengan darah.” Tanya Sasha lagi. Dia berjongkok di dekat Connie, mengamati keadaan temannya itu. Connie mengulurkan tangannya, dia lihat noda darah di lengan bajunya yang mulai menghitam.

“Ini bukan darahku… Jangan dekat-dekat denganku dulu, aku pasti bau.” Ujar Connie. Mikasa juga memperhatikan dirinya yang berlumuran darah juga. Wajahnya terlihat lesu, dia juga kelelahan, tapi sepertinya Mikasa mengabaikannya. Dia melirik Armin yang sedang ditemani Falco, badannya masih melakukan regenerasi karena banyak sekali menerima tembakan. Jika bukan karena kekuatan titan, Armin pasti sudah mati. Mikasa menghela napas dalam untuk menenangkan pikirannya yang berkecamuk.

#

“Sejak kecil, aku sudah membencimu, Mikasa…”
#

“Ugh…” Mikasa memegang kepalanya yang tiba-tiba sakit. Dia meringis sambil terus menenangkan dirinya agar rasa sakitnya perlahan bisa dikendalikan.

“Mikasa?!” Sasha mendekat, Hanji juga.

“Sepertinya kau sangat kesakitan…” Sasha menatap Mikasa khawatir. Dia merangkul temannya itu agar tidak ambruk. Mikasa kembali menghela napas.

“Hah… Aku baik-baik saja… Levi-heichou, Eren bilang jika Ackerman adalah klan yang dibentuk untuk melindungi raja, karena itu kita sangatlah kuat jika dibandingkan dengan manusia biasa… Lalu, apa Heichou juga... selalu mengalami sakit kepala sebagai... sebagai bentuk respon penolakan atas perintah yang... diterima…” Mikasa berkata ragu-ragu. Levi hanya menatapnya sambil berusaha mencari jawaban yang tepat.

“Yang kau katakan itu sepertinya benar, tapi sakit kepala yang kau bilang tadi, aku tidak pernah mengalaminya. Kepalaku akan sakit jika dipaksa berpikir dengan sangat keras, itu saja.” Levi menjawab sebisanya. Hanji menengahi mereka.

“Mungkin kepalamu sering sakit karena trauma, atau bisa karena alasan lain yang terjadi di masa lalu. Memangnya, Eren bilang apa?” Tanya Hanji. Mikasa menundukkan kepalanya seakan enggan menjawab pertanyaan Hanji barusan.

“Eren… menyakiti perasaan Mikasa…” Armin membantunya menjawab.

“Eh?”

“Itu sudah selesai, aku yakin kalau Eren tidak bermaksud demikian. Naruto dan Sasuke juga meyakininya, selain itu… aku juga merasa ada benarnya jika aku hidup dengan terus bergantung pada Eren… Aku memikirkannya lagi dan lagi, mungkin Eren ingin aku hidup dengan keinginanku sendiri, bukan berdasarkan insting seorang Ackerman…” Air mata Mikasa luruh. Dia langsung mengusapnya dengan lengannya. Perban yang terikat di tangannya sekarang berwarna sedikit kehitaman karena darah. Hanji merangkul Mikasa pelan, dia ingin bisa lebih mengerti lagi rasa sakit yang Mikasa rasakan sejak tadi.

The HeroesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang