E M P A T

11 4 0
                                    

Minggu, 09.15 am

Hae melangkah perlahan menikmati udara pagi dan lalu lalang manusia di halaman perpustakaan kota yang luas. Hae tersenyum, rasanya sudah lama tidak memijak tanah perpustakaan kota. Tempat yang sering Ia kunjungi kala mengenyam pendidikan di taman kanak-kanak dulu. Tempat dimana Ia sering membaca cerita si kancil, menggambar atau sekedar duduk untuk menunggu Ibunya datang menjemput sepulang kerja.

"Hae!"

Hae terhenyak saat baru saja akan berangan tentang masa kecilnya. Ia mendengar samar-samar suara seseorang memanggilnya, dan menoleh ke kiri-kanan mencari sumbernya.

Seseorang melambai padanya dari kejauhan, wajah Hae sumringah seketika dan membalas lambaian tangannya.

Lelaki itu segera berlari menghampiri Hanna yang sudah berdiri di depan gedung.

"Hai Han!"

Mata Hanna memindai Hae dari rambut hingga ujung kaki.

"Kenapa lihat gue kaya gitu?" tanya Hae.

"A-aku? Jangan ge-er!" ketus Hanna.

Hae tertawa, "Bilang aja gue ganteng, ya kan?" goda Hae.

"Ya udah, aku duluan!" ucap Hanna berjalan meninggalkan Hae.

"Eh, tunggu Han! Hanna!"

Begitu memijakkan kaki di ruang baca, Hae langsung disambut lembutnya lantai karpet berwarna marun, serta pintu kayu dengan ukiran batik di permukaannya. Ruang baca begitu luas, rak-rak tinggi berjajar rapi, meja yang saling berhadapan, juga arsitektur ruangan yang didominasi warna kayu.

"Aku pergi mencari buku, kamu duduk saja." pinta Hanna.

"Nggak, gue mau ikut." tolak Hae.

"Baiklah, aku tak memaksamu."

Setelah beberapa saat mencari, akhirnya Hanna menemukan buku yang dia cari. Namun buku itu terletak di rak paling atas, sedangkan Hanna tak sampai meraih buku itu. Walau begitu, Ia tetap berusaha meraih buku tersebut dengan berjinjit.

Hae yang memperhatikan itu merasa Hanna imut, tidak terlihat seperti seorang siswa SMA karena tinggi tubuhnya seukuran umumnya anak SMP.

"Gitu aja ribet." gumam Hae yang langsung meraih buku tersebut dengan mudah karena tubuhnya yang lebih tinggi dari Hanna.

"Makanya minum susu biar tinggi." oceh Hae sambil menyerahkan buku pada gadis berkacamata yang kini menatapnya.

Hanna langsung pergi begitu saja, meninggalkan Hae yang tengah menatap sebal karena Ia pergi tanpa mengucap sepatah katapun setelah membantunya mengambil buku.

"Makasih nggak, nyesel gue nolongin dia tadi." keluh Hae.

Hanna pergi menuju salah satu meja ruang baca, tepatnya meja yang berhadapan langsung dengan jendela. Gadis berkacamata itu langsung membuka buku yang Ia temukan, juga catatan kecil miliknya.

"Ngapain lo cari buku itu?" tanya Hae.

"Mungkin dengan mempelajarinya, akan ada jalan keluar dari sini." jawab Hanna.

Hanna mulai membaca buku dengan teliti, dengan harapan bahwa Ia bisa menemukan petunjuk sekecil apapun dari sana. Sedangkan Hae bertopang dagu di sebelahnya sembari menatap pemandangan di depannya.

Sudah 50 menit berlalu sejak Hanna membaca buku, begitu fokus hingga Hae sudah pergi ke pulau kapuk. Sudah sampai penghujung buku Ia baca hasilnya nihil, sama sekali tak ada petunjuk dalam buku setebal 260 halaman itu.

Hanna memutuskan untuk mencari referensi dari buku lain. Namun saat akan beranjak pergi, netra Hanna menangkap Hae yang tengah terlelap dengan kepala menghadap ke kanan dan tangan sebagai bantalan. Hanna mendekatkan wajahnya, memperhatikan setiap detail wajah Hae. Alis tebal, Bulu mata lentik, hidung mancung, garis rahang tegas, bibir tipis, Hanna termangu untuk beberapa saat.

Swatantra [SELESAI]Where stories live. Discover now