33. Aneh

78 12 0
                                    

Kasih ⭐ dulu gessss
Komen sebanyak-banyaknya

"kamu bisa mengecoh orang lain, tapi tidak denganku."

Pagi tiba. Suara deru kendaraan yang berlalu lalang di dekat rumahnya tidak membuat Awa bangun. Awa memilih untuk terus memeluk bundanya.

"Bangun Awa, kamu jangan tidur terus. Kamu juga harus segera pulang dan cari ayah kamu di sana. Tujuan kita pindah ke Jakarta kamu nggak lupa 'kan?"

Usapan lembut di kepala Awa membuat gadis itu semakin enggan untuk membuka matanya.

"Bangun, Awa."

"Bentar," gumam Awa.

"Bunda pengen kamu ketemu sama ayah kamu, jadi jangan terpaku sama tempat ini dan cepatlah temukan apa yang kamu rindukan selama ini."

"Awa nggak butuh orang lain, Awa cuma mau Bunda."

Awa menjawab dengan mata terpejam, tapi pelukannya semakin kencang sekarang.

"Tapi sekarang Bunda udah nggak bisa selalu ada buat kamu, kamu harus cari ayah kamu makanya."

"Maksud bunda apa?" Tanya Awa.

"Kamu lupa kalau Bunda udah meninggal?"

"Nona?"

Tante Ema menggerakkan sebelah tangan Awa membuat gadis itu langsung membuka matanya dan menoleh ke arah sumber suara.

Dengan kepala yang masih terasa pusing, Awa duduk dan memandangi seisi kamar. Tidak ada bundanya, hanya ada Tante Ema yang tersenyum untuk mengawali paginya.

"Bu-bunda mana?"

"Nona?" Lirih Tante Ema.

Awa menutup wajahnya dan kemudian berjalan menuju kamar mandi.

"Awa keluar setelah mandi."

"Baik. Saya akan keluar dan menyiapkan sarapan untuk Nona."

Knop pintu masih dipegangi Awa bahkan setelah dirinya masuk ke dalam sana. Awa bersandar panda pintu dan menatap ke atas.

Bunda.

"Silahkan, Nona."

"Iya."

"Nona, soal penambahan pengawal ...."

"Nggak usah. Sore nanti Awa pulang ke Jakarta," potong Awa.

"Nona mau kembali?" Tanya Tante Ema dengan wajah berseri.

Awa mengerutkan sedikit dahinya. "Tante nggak suka Awa di sini?"

"Bu-bukan begitu, hanya saja ...."

"Udah. Awa mau sarapan terus pergi."

"Ke mana Nona berencana untuk pergi?"

"Tante nggak liat Awa mau makan? Tanyanya bisa nanti aja nggak?"

"Maaf, Nona. Silahkan nikmati sarapannya, saya akan menunggu di ruang tengah."

Awa memijat dahinya. Pagi ini dirinya sedikit sensi karena mimpi tadi.

"Perlu banget bawa banyak pengawal?" Tanya Awa jengkel.

"Maaf, tapi keselamatan Nona yang utama."

"Awa cuma datang buat mastiin jalannya pembangunan."

"Tapi tetap saja, tidak ada salahnya jika kita membawa pengawal."

Awa pasrah dan keluar dari mobil menuju perumahan yang sedang dalam pembangunan ini. Mendiang bundanya memang seorang pengusaha properti, itu yang Awa tahu.

Black (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang