track 18 | Had my faith in the gutter

956 157 5
                                    

--- track 18 : the last track

---

---

Sepekan kemudian...

---

Waktu hampir menunjukkan pukul 7 pagi ketika Minho nampak sibuk membongkar isi ransel kakaknya. Sesekali netranya melirik Juyeon yang masih tertidur pulas di kasur. Seraya berusaha tak mengeluarkan suara apapun yang dapat membangunkan sang kakak, ia mengecek satu persatu lembaran kertas yang ia temukan dari dalam ransel itu.

Tadi malam Minho memang sempat ribut dengan Juyeon perkara satu hal; Ia yang tiba-tiba meminta sang kakak untuk memberitahukan alamat tempat tinggal Yena. Juyeon hanya tak mengerti, mengapa Minho masih ingin berurusan dengan wanita itu. Maka ia tentu kukuh tak ingin memberi tahukan apa yang Minho pinta dan berakhir beradu mulut beberapa saat dengan adiknya.

Minho tahu, kakaknya ingin melindunginya, membawa ia untuk kembali bangkit bersama. Tapi di sisi lain Juyeon tak mengerti jika Minho sebenarnya masih menaruh harapan besar untuk bisa meluruskan dan memperbaiki apa yang telah terjadi, walau yang dapat ia lakukan mungkin tak banyak.

Sejak kepulangannya dari rumah sakit 4 hari yang lalu, Minho sebenarnya sudah tak tahan untuk bisa pergi menemui Yena, dan juga Chan pastinya, hanya saja Juyeon masih sangat melarangnya untuk bepergian dan beraktifitas yang berlebihan karena masih mengkhawatirkan kondisi kesehatannya.

Maka, begitu ia berhasil menemukan secarik kertas terlipat yang berisi data-data bank—beserta alamat lengkap—milik Yena yang Juyeon dapatkan waktu itu, Minho tahu ini adalah saatnya. Segera ia membereskan asal isi ransel Juyeon yang telah ia acak-acak, kemudian setengah berlari menuju lemari.

Namun sejenak ia hanya berdiri terdiam di sana. Menatap lekat pada mantel coklat pemberian Chan yang menggantung apik di sana, sebelum tangannya dengan mantap meraihnya, mengenakannya dan berkaca seraya tersenyum tipis.

Berharap mantel ini akan membawa kembali kenangan mereka dan membuat Chan bisa menyambutnya dengan hangat nantinya.

Setelahnya, ia bergerak cepat meraih seutas scarf yang menggantung di kursi, mengalungkan seadanya, meraih ponselnya di nakas, lalu beranjak pergi dari sana dengan langkah setengah mengendap. Benar-benar tak ingin membangunkan sang kakak, atau bahkan membangunkan Yunho di kamar sebelah yang sepertinya juga masih tidur.

Seketika ia bernafas lega begitu berhasil keluar dari pintu apartemen, tangannya bergerak merapatkan mantelnya sejenak sebelum ia memutuskan berlari menyusuri lorong apartemen itu dengan wajahnya yang dihiasi senyum penuh harapan.

Walau tanpa ia ketahui, harapan itu jelas tak memihak padanya lagi.

---

---

---

Minho masih ingat betul, tidak banyak yang Juyeon ceritakan padanya waktu itu.

Ia bertanya apa yang terjadi di antara Sana dan ibunya?

Apa yang membuat ibunya begitu tega merencanakan kecelakaan itu?

Namun kakaknya mengatakan tidak ada yang tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka saat itu, bahkan ayahnya sekalipun.

Yang dapat terlihat jelas hanya hubungan yang memang tak baik di antara keduanya. Mereka sama-sama seorang fashion designer, sama-sama baru merintis dan membangun sebuah butik, hanya saja ada persaingan tak sehat di antara keduanya. Selebihnya tak ada lagi yang tahu, apakah mereka berdua sama-sama saling membenci, atau hanya salah satu yang menaruh iri dengki.

P.O.U (playlist of us) | Banginho✔Where stories live. Discover now