Chapter 02

24.4K 1.8K 69
                                    

Ciri-ciri orang stress:

1. Muka kusut kayak baju belum di setrika.
2. Suka marah-marah nggak jelas lalu nangis-nangis kayak abis diputusin doi.
3. Ngomong sendiri kayak orang gila.
4. Badan lemas, lesu, loyo, kayak iklan obat.
5. Penderitanya bernama Salsabila Andira Mahesa.

Mitha yakin, yakin seribu persen sahabatnya itu tengah stres bin depresot. Pasalnya, sedari tadi, tidak ada angin tidak ada hujan, Dira tiba-tiba menggerutu dan mengomel-ngomel tidak jelas di kubikelnya. Mitha yang merupakan tetangga kubikel Dira bisa mendengar dengan jelas gerutuan gadis itu. Dari yang ia dengar, Dira sesekali menyebut nama bosnya saat menggerutu.

"Dasar Monyet! Mentang-mentang calon suami seenak jidat dia nyuruh-nyuruh gue. Liat aja, gue aduin entar lo ke emak gue, Fadli!"

Mitha mengernyitkan dahinya begitu telinganya kembali mendengar gerutuan sahabatnya. Ada kata-kata yang membuat jiwa-jiwa kepo nya keluar. 'Ca-lon sua-mi'. Kata-kata itu yang membuat Mitha bingung sekaligus penasaran. Kepalanya bergerak ke samping, hingga telinganya menempel di sekat pembatas. Ditajamkannya indera pendengarannya itu agar bisa lebih jelas mendengar gerutuan sahabatnya.

"Arghh! Kenapa pula harus dia yang dijodohin sama gue. Kenapa nggak jodohin gue sama Jaehyun, aja? Kenapa harus Pak Fadli?! Dia itu nyebelin, titisan alien, galak. Untung ganteng."

"HAH?! LO DIJODOHIN?!" Mitha refleks memekik sambil menggebrak meja kuat-kuat. Gadis itu bangkit dari duduknya, lantas melangkahkan kaki menuju kubikel Dira yang berada di sebelahnya. Diputarnya kursi kerja Dira hingga gadis itu menghadap ke arahnya. "Serius, Dir? Lo dijodohin sama Pak Fadli?! Serius?!" tanyanya sambil mengguncang-guncang bahu Dira.

"Monyet lah lo, Mit!" Ditepisnya kedua tangan Mitha yang bertengger di bahunya. "Pusing kepala gue lo guncang-guncang begitu!"

Mitha nyengir. "Sori," ucapnya. Kemudian, "Lo belum jawab pertanyaan gue. Serius lo dijodohin sama si muka triplek itu? Jujur, Dir!"

"Iya." Bibir Dira maju lima senti. "Nyebelin banget, kan? Ya Allah ... dosa apa Hamba sampe-sampe mau dijodohin sama laki-laki titisan nenek lampir itu? Pokoknya gue nggak mau nikah sama dia! Amit-amit! Alergi tingkat dewa!"

Mendengar jawaban itu, membuat Mitha mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Alhamdulillah, ya Allah. Akhirnya sahabat hamba nggak jones lagi." Tatapan berbinar-binar terpancar dari kedua bola mata Mitha. "Selamat ya, Dir. Semoga lancar sampe hari H pernikahan. Hiks... turut berbahagia gue," ucapnya mendramatisir sambil seolah-olah menyeka air mata di ujung matanya.

Bibir Dira mengerucut, tangannya memukul pelan tangan Mitha. "Lo mah gitu. Kok malah bahagia sih? Harusnya sedih dong karena sahabat lo yang cantik jelita ini dijodohin sama laki-laki titisan nenek lampir, eh, kakek lampir."

"Ngapain gue harus sedih?" tanya Mitha terheran-heran. "Gue harus bahagia dong! Kan lumayan, entar gue makan daging gratis. Eh, nanti jangan lupa ya, kalo makanannya sisa banyak, bungkusin buat gue. Bungkusin daging yang banyak ya, Dir. Mau gue bagi sama si Babi di rumah. Kasian, dia meong-meong mulu kalo gue kasih makan ikan asin. Emang songong itu kucing. Masih untung dia gue tolongin waktu nyungsep di got."

Dira geleng-geleng kepala. "Astaga Mitha... itu kucing kenapa lo kasih nama Babi? Pasti tertekan kucing lo karena dikasih nama begitu."

Mitha nyengir. "Keren Dir. Berani beda. Anti-mainstream namanya. Biasanya orang-orang ngasih nama kucing itu yang gemoy-gemoy gitu. Tapi beda sama gue yang ngasih nama kucing gue Babi. Abisnya itu kucing prik banget anjir. Kesel gue, tapi kadang-kadang kasian. Apa sekalian gue cat aja ya, itu kucing jadi warna pink. Biar lebih mirip."

Dira mentoyor kepala Mitha. "Ngadi-ngadi lo!"

Mitha kembali nyengir. "Hehe, biar keren Dir. Kucing langka. Omong-omong, selamat ya. Gue doain lo sama Pak Fadli bahagia, langgeng sampai maut memisahkan. Jangan lupa juga, kasih gue ponakan yang gemoy-gemoy."

Hello, Mr. Husband! (PINDAH KE DREAME)Where stories live. Discover now