˚✧From Home

861 98 38
                                    

Dengan penuh semangat dan antusias, Renjun menyeret koper dan menenteng tas ranselnya menuju halaman rumah dimana mobil sang Ayah terparkir. Senyuman terukir jelas di bibirnya, menambah nilai plus untuk wajahnya yang memang sudah tampan sejak lahir.

"Gak ada yang ketinggalan lagi kan?." Tanya sang Ayah —Huang Zitao ketika memasukkan koper Renjun kedalam bagasi.

"Palingan nanti nyuruh aku buat nagterin kesana." Ujar sang kakak —Huang Xuxi a.k.a Lucas, kepala cowok jangkung itu mencembul keluar dari jendela mobil.

"Nah iya dong, setidaknya tunjukkan lah rasa baktimu sebagai seorang kakak kepada adikmu yang gemoy ini." Renjun menjentikkan jarinya kearah Lucas, sedangkan Lucas berdecih sambil memutar kedua bola matanya sebal.

Sang ibu —Jia Li menggelengkan kepalanya, tersenyum lalu mengusap kepala Lucas.

Hari itu, merupakan hari terakhir bagi seorang Renjun untuk tinggal dirumah kesayangannya bersama keluarga. Dia akan pergi keluar kota, tinggal disana dan masuk ke sekolah yang selama ini ia impikan.

Pada awalnya Tao dan Jia tidak menyetujui keinginan anak bungsunya itu, namun karena Tao ingat ada satu sahabat baiknya yang tinggal di kota itu, Tao pun pada akhirnya setuju dan membiarkan Renjun tinggal serta bersekolah disana.

Rencananya, Tao akan menyuruh Renjun tinggal bersama dengan anak bungsu dari sang sahabat. Selain seumuran, mereka juga akan bersekolah di sekolah yang sama.

Tao memarkirkan mobilnya di pekarangan sebuah rumah yang lumayan besar, disana sudah terparkir mobil lain yang Renjun yakini milik sahabat Ayahnya. Tidak lama setelah Renjun dan keluarganya turun dari mobil, tiga orang keluar dari pintu utama rumah itu.

"Apa kabar Tao, udah lama ya?." Pria yang diketahui bernama Lee Minhyuk itu dengan antusias menyambut lalu memeluk Tao, tentunya Tao pun membalas pelukan Minhyuk.

Para orang tua akhirnya sibuk bercengkrama, melepas rindu antara satu sama lain. Sedangkan disisi lain ada dua insan yang saling memalingkan wajah karena atmosfer yang semakin dingin. Renjun sebenarnya ingin menyapa atau setidaknya berkenalan, namun niatnya dia urungkan karena aura cowok di hadapannya sangat dingin dan menakutkan.

Ahh, Renjun tidak yakin bisa tinggal dengannya nanti.

"Mark kemana om?." Tanya Lucas kepada Minhyuk. Kedua matanya tampak mencari, heran karena sedari tadi tidak melihat batang hidung dari sahabat kecilnya —Lee Mark.

"Mark tidak ikut, memangnya kamu enggak kasih tau dia kalau kamu ikut kesini juga?." Minhyuk balik bertanya kepada Lucas.

"Enggak sih, kan biar suprise gitu om." Semua orang terkekeh mendengar perkataan Lucas, Jia mengusap kepala anak sulung nya lagi.

"Kalian berdua ayo dong kenalan dulu, nanti kan mau tinggal bareng." Suruh wanita yang berdiri di sebelah Minhyuk —Kim Dasom.

Renjun menatap Jia, bundanya itu lalu merangkul bahu Renjun, mengusapnya pelan kemudian tersenyum.

Renjun mengulurkan tangannya, dengan sigap Jeno membalas uluran tangan Renjun sambil tersenyum tipis. Renjun melongo, ternyata Jeno tidak sedingin yang dia bayangkan.

"Lee Jeno."

"Huang Renjun."

Kurang lebih satu minggu sudah berlalu sejak Renjun di antarkan oleh kedua orang tuanya ke kota ini, dan sudah selama itu pula dia tinggal satu atap dengan Lee Jeno. Hanya berdua. Orang tua mereka menyewakan rumah yang dekat dengan sekolah untuk di tinggali bersama. Rasa canggung yang sejak awal menyelimuti kini sudah sirna, hubungan mereka juga semakin akrab.

Setiap pagi mereka akan menyiapkan dan memakan sarapan bersama, membereskan rumah bersama, dan berangkat kesekolah bersama meskipun tidak berada di ruang kelas yang sama.

Well, Renjun memilih untuk masuk ke dalam jurusan IPS sedangkan Jeno masuk ke dalam jurusan Bahasa.

Tentu saja Renjun memiliki teman dekat dikelasnya, mereka berasal dari SMP yang sama dan sebelumnya sudah sepakat untuk masuk ke sekolah tersebut —Zhong Chenle.

"Njun ngantin yok!." Ajak Chenle kepada Renjun yang tengah sibuk mengerjakan beberapa soal matematika. Renjun melirik arlojinya, bel istirahat baru akan berbunyi lima belas menit lagi, tapi kini cowok berdarah sultan itu malah sudah menyeret Renjun hingga keluar kelas.

"Lo yang traktir tapi." Kata Renjun.

"Santai aja sih, mau bayar pake apa? Cash, Black card atau emas batangan?." Chenle tampak menaik-turunkan kedua alisnya, membuat Renjun melotot tak percaya.

"Lo pake duit cash aja belum tentu ada kembaliannya, Le." Renjun menggeleng pelan. "Jadi kasian gue tuh sama ibu kantin." Tutur Renjun.

"Kok kasian sih?." Chenle mengernyit.

"Kasian lah, kemaren aja dia sampe bolak-balik nyari duit receh, elu sih jajan permen satu biji doang ngasih duitnya seratus rebu." Ujar Renjun.

"Ya itu sih bukan kesalahan gue." Chenle mengangkat kedua tangannya sedangkan Renjun memutar bola matanya.

Sesampainya dikantin, mereka langsung membeli makanan serta minumannya kemudian mengambil duduk di salah satu bangku kantin yang kosong.

Saat sedang asik memakan makanan mereka, tiba-tiba saja suara riuh nan gaduh mengisi kantin. Renjun dan Chenle refleks menoleh ke asal suara, mencari tahu apa penyebab para kaum hawa di kantin ini berteriak begitu histeris.

Renjun menyipitkan matanya, dari arah pintu kantin terlihat segerombolan anak laki-laki yang berjalan kemudian duduk di pojokan kantin.

"Jeno emang ganteng sih, maklum aja para ciwi-ciwi kayak kerasukan gitu." Chenle mengangkat bahunya acuh kemudian lanjut menyantap makanannya yang belum habis.

"Lo kenal Jeno, Le?." Tanya Renjun.

"Satu ekskul gue." Chenle menjeda perkataannya, mengambil tea jus lemon milik Renjun lalu meminumnya. "Kenapa emang?." Tanya Chenle kemudian.

Renjun menganga tak percaya, tea jus lemon berharganya hanya tersisa setengahnya lagi. "Kita tinggal bareng." Ucap Renjun, sedikit kesal karena ulah Chenle.

"APA?!." Teriak Chenle, hingga potongan-potongan kecil batagor di mulutnya melompat keluar dan jatuh berserakan di meja. Beberapa penghuni kantin menoleh dan menatap mereka, itu membuat Renjun merapalkan mantra 'Aku gak kenal, dia bukan temen aku' dalam hatinya.

"Apa sih, malu-maluin lu anjrit." Renjun mengambil beberapa lembar tissue, kemudian menyumpalkannya pada mulut Chenle.

"Kok bisa sih, lo gak tau emangnya?." Raut wajah Chenle berubah cemas. "Lee Jeno itu kan gay." Bisik Chenle, butuh beberapa waktu bagi Renjun untuk mengerti apa yang barusan Chenle bisikkan ditelinganya.

Hingga ,,

"APA?!." Renjun bangkit dari duduknya, cowok berdarah chinese itu menggebrak meja lumayan keras hingga lagi-lagi beberapa penghuni kantin menatap heran kearah mereka.

1:00 ───⊙─────── 3:59
↻      ◁  II  ▷     ↺

Btw buat kalian yang kurang suka sama struktur keluarga Renjun dan Jeno maaf ya, aku cuma menyesuaikan saja.

๑•̀ᴗ•̀๑

Serein✓ [noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang