20 • Pertengkaran Kecil

2.4K 198 87
                                    

Sisa cuti tambahan Galen nyatanya memang benar-benar mereka manfaatkan dengan baik. Kapan lagi Galen bisa mendapatkan cuti hampir seminggu kalau bukan karena cuti menikah seperti ini. Hidup Galen seperti sudah sangat terpaut dengan snelli dokternya itu. Jika terlalu lama cuti, katanya Galen merasa rindu dengan suasana rumah sakit. Orang yang sudah berhari-hari dirawat di rumah sakit saja merasa bosan, Galen pula justru sangat betah dan merasa rindu pada suasana rumah sakit jika terlalu lama cuti.

Terkadang Rania sendiri sampai heran, keinginan Galen sejak dulu untuk menjadi dokter sangatlah kuat. Menentang, melawan, bahkan pernah hampir pergi dari rumah jika Andre tidak juga menyetujui pilihannya masuk ke Fakultas Kedokteran. Rania akui jika otak Galen memang encer. Beda pula halnya dengan Rania yang sedikit bebal dan lumayan sulit untuk menghafal materi pelajaran.

Sore ini, Galen akan kembali bekerja.
Sedangkan Rania, sudah sejak pagi tadi ia datang lagi ke butik. Sejak pagi pula Galen menemani Rania di butik ini, padahal Rania sudah menyuruhnya untuk di rumah saja dan istirahat sebelum nantinya harus ke rumah sakit hingga malam hari.

Sayangnya, semenjak menikah Galen justru semakin keras kepala dan tidak mau mendengarkan apa yang Rania katakan. Galen pun lebih memilih untuk membawa beberapa pakaian kerjanya agar nanti bisa langsung ke rumah sakit tanpa perlu pulang ke rumah lebih dulu.

"Galen ribet banget, ih!" kesal Rania saat melihat sofa di ruang kerjanya berantakan dengan beberapa pakaian dan handuk milik Galen. Lima menit yang lalu Galen baru saja selesai mandi, karena sekitar tiga puluh menit lagi ia sudah harus berada di rumah sakit.

"Kenapa, sih, marah-marah mulu. Nggak senang banget ditemani kerja sama suaminya," balas Galen dengan wajah yang terlihat murung.

"Emang enggak! Aku jadi nggak fokus, Gal. Lihat, tuh, dari tadi aku ngerekap pemasukan butik bulan ini aja nggak kelar-kelar karena kamu minta inilah, itu-"

"Salah, ya, aku minta tolong sama istri aku sendiri?" sela Galen yang langsung membuat Rania terdiam.

Bukan pula Galen meminta yang aneh-aneh. Memang, tadi dua kali Galen menyuruh Rania untuk membuatkannya kopi. Hanya itu, tidak lebih. Namun, Rania marah-marah tidak jelas. Sampai-sampai, kopi pertama yang dibuatkannya tadi terasa sangat pahit, lupa diberi gula katanya.

Rania menggigit bibir dalamnya saat Galen menatapnya dengan kecewa. "B-bukan gitu maksud aku-"

"Secara nggak langsung kamu kayak nggak ikhlas banget ngelakuin ini, Ran." Untuk yang kedua kalinya Galen menyela ucapan Rania.

Galen mengambil alih handuk yang Rania pegang dan langsung mengemasi beberapa barang dan pakaian kotornya sendiri. Seketika ruang kerja Rania jadi sunyi dan sepi, karena mereka berdua lebih memilih untuk diam. Rania diam, merutuki kebodohannya yang tanpa sadar sudah lebih mengutamakan pekerjaan daripada suaminya sendiri.

Semua barang-barangnya sudah ia masukkan ke tas duffle miliknya yang berwarna hitam itu. Galen menggenggam jinjingan tas itu dengan kuat. "Aku pergi, assalamu'alaikum," ucap Galen dan langsung keluar dari ruangan ini begitu saja tanpa mau menunggu jawaban dari Rania.

Sesaat setelah Galen benar-benar keluar dari ruangannya, Rania baru berniat untuk mengejarnya. Begitu di tangga, Rania langsung menyejajarkan dirinya di samping Galen dan menahan tangan kanannya. "Gal, jangan marah. A-aku minta maaf," ucap Rania dengan sungguh-sungguh.

Galen diam, menghentikan langkahnya yang membuat Rania ikut berhenti. Rania tersenyum tipis, ia berharap Galen tidak benar-benar marah padanya. Namun, tidak begitu nyatannya karena sepertinya Galen benar-benar kesal dengan sikap Rania tadi. Tanpa melihat Rania sama sekali, Galen langsung melepas paksa tangannya dari gadis itu.

CarapherneliaWhere stories live. Discover now