Tetangga

345 24 16
                                    

Ditulis, 23 April 2021.

"Ibuk kadak punya uang, Nak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Ibuk kadak punya uang, Nak."

"Aku gak mau tau!"

Tarissa mengerutkan kening saat mendengar suara ribut tak jauh dari rumahnya. Baru juga dia tinggal seminggu di sini dan sudah berisik saja. Masa dia pindah lagi?

"Buk, itu kenapa berisik banget? Ada yang berantem, ya?" Dia bertanya pada tetangga tempatnya menyewa rumah. Wanita itu masih muda dengan anak satu. Pasutri yang juga menyewa seperti dirinya.

"Biasa itu mah. Anak buk Iros suka minta yang aneh-aneh ke ibunya. Padahal orang tuanya gak punya uang. Dibilangin malah ngelawan. Tetangga di sini udah malas ngeladeninya," papar wanita itu.

Tarissa mengangguk paham. "Makasih, ya." Dia masuk ke rumah, lalu keluar lagi setelah memakai jaket denim. "Pasti itu anak gak pernah denger cerita Malin Kundang," gumamnya.

Jarak rumah mereka berselang 5 rumah. Cukup jauh sebenarnya, tapi karena berteriak jadi suaranya terdengar hingga ke rumah miliknya.

Begitu tiba di lokasi, matanya menyorot rendah pada tiga orang di depannya. Lebih tepatnya pada dua anak laki-laki dan perempuan itu. Yang lelaki mungkin sekitar 18 tahun, sementara yang perempuan kisaran 16 tahun. Masih muda, namun mereka begitu kasar pada wanita di depannya.

Beberapa warga yang melihat hanya diam saja. Mungkin karena terlalu sering melihat hal ini jadi sudah terbiasa.

"Kenapa, Buk?" Dia bertanya saat sudah berdiri di depan ketiga orang itu.

"Gak apa-apa, Dek. Biasa. Anak saya lagi rewel," sahut ibu itu dengan memaksakan senyumnya.

"Lo gak usah ikut campur, deh! Ini urusan orang!" Anak lelaki wanita itu berteriak gusar. Terlihat dari wajahnya yang memerah jika bocah itu tidak senang.

"Maaf, ya, Dek. Anak ibuk emang gitu," ujar wanita tadi tak enak hati.

Tarissa tertawa kecil, lalu menarik wanita itu untuk berdiri di sampingnya. "Gak papa. Saya udah sering nemu bedebah kecil kayak gini," katanya. "Sebelumnya saya minta maaf, ya, Buk."

Hanya sekali kedipan mata tangan mungilnya sudah terayun dengan keras menampar wajah bocah lelaki itu. Tidak bisa dibilang tamparan juga, karena saking kerasnya lelaki itu sampai tersungkur ke tanah. Adiknya yang tadi memasang wajah angkuh sekarang memucat.

Para warga tidak ada yang berniat membantu anak lelaki itu. Malah tampaknya mereka puas melihat yang terjadi. Sementara buk Iros menatap sedih pada anaknya yang kesakitan.

"Kok diem? Tadi suara kamu sampai, lho, ke rumah saya saking kerasnya. Kok sekarang melempem?" cibirnya. "Eh, ini masih tangan saya lho yang gerak. Kalau ibu kalian yang bertindak bisa-bisa kalian jadi sampah gak berguna. Belum pernah denger cerita Malin Kundang, ya? Pantes."

Mantan NyusahinWhere stories live. Discover now